Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(554)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Amben – tempat tidur yang terbuat dari bambu namun kokoh kuat dan cantik. Amben yang digelari galar bambu dan kepang dan paling atas tikar pandan yang putih bersih.
Raden Mas Danang Sutawijaya pun segera duduk berdampingan dengan Ni Mas Mirah di amben itu.
Lampu sentir minyak jarak di pojok ruangan tidak mampu menerangi seluruh pondok yang ditinggali oleh Ni Mas Mirah seorang diri itu. Bahkan dengan sengaja sinar lampu sentir itu tidak langsung menerangi tempat tidur. Tempat tidur yang remang temaram yang sekarang sedang untuk berbincang dua orang anak muda berlainan jenis.
Raden Mas Danang Sutawijaya adalah anak muda yang telah matang. Ia tampan dan berotot kencang, kulitnya bersih, rambut sebahu, senyumnya selalu tersungging tipis. Setiap wanita pasti akan tertarik kepada sang jejaka tersebut. Terlebih seorang wanita muda. Demikian juga seorang wanita muda yang sekarang sedang diajak berbincang, Ni Mas Mirah.
Ni Mas Mirah yang sering dipanggil Ni Mirah adalah seorang gadis yang sedang berkembang. Sedang berkembang kepribadiannya, namun juga berkembang bentuk tubuhnya. Bentuk tubuh seorang gadis yang cantik jelita menarik dipandang oleh lelaki manapun. Setiap lekuk tubuh wanita itu memancing gairah lelaki siapa pun. Demikian juga halnya dengan Raden Mas Danang Sutawijaya. Ia yang telah berpengalaman mereguk indahnya beberapa wanita tak mampu menahan gejolak kelelakiannya. Terlebih ia sudah lama tidak bersentuhan dengan seorang gadis. Meskipun setiap selatan sekali ia berkunjung ke Laut Kidul, namun dahaga sebagai seorang lelaki belum terpenuhi.
Semula, Raden Mas Danang Sutawijaya dan Ni Mas Mirah duduk dengan jarak beberapa jengkal, namun tanpa mereka sadari, keduanya semakin mendekat.
Merinding bulu kuduk Ni Mas Mirah ketika Raden Mas Danang Sutawijaya yang telah berpengalaman itu menyentuh lututnya yang kainnya tersingkap. Bahkan dengan sengaja Raden Mas Danang Sutawijaya meremas lembut lutut seorang gadis yang sedang berkembang itu. Ni Mas Mirah tak kuasa menarik kakinya dari tangan lembut Raden Mas Danang Sutawijaya. Bahkan perasaan aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Perasaan yang menggetarkan namun tak mampu ia hindarkan. Jantung Ni Mas Mirah pun berdegup kencang dan nafasnya memburu.
“Jangan Raden……!” Hanya itu yang terucap oleh Ni Mas Mirah. Namun ia tidak berusaha untuk mengelak.
Tidak diceritakan di sini apa yang kemudian terjadi setelah dua orang insan muda berlainan jenis saling bersentuhan. Saling bersentuhan di tempat yang sepi menyendiri dengan sinar dian yang temaram itu.
“Aku akan kembali ke kasatrian. Di kesempatan lain aku akan berkunjung ke pondokmu ini…..!” Bisik Raden Mas Danang Sutawijaya setelah lewat tengah malam.
“Tentu Mirah tak akan menolak, Raden…..!” Bisik lembut Ni Mas Mirah yang baru saja hanyut dalam gelora asmara.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mengendap keluar dari Pondok Ni Mas Mirah. Jangan sampai apa yang telah ia lakukan bersama dengan Ni Mas Mirah itu diketahui oleh siapapun.
Raden Mas Danang Sutawijaya mengabaikan bahwa Ni Mas Mirah adalah seorang gadis titipan dari ayah angkatnya, Kanjeng Sultan Hadiwijaya kepada keluarga ayah kandungnya, Ki Ageng Mataram. Semestinya ia ikut menjaga turus ijo – tanaman muda yang sedang mekar itu. Namun yang terjadi adalah pagar makan tanaman. Tetapi sepertinya Raden Mas Danang Sutawijaya tidak menyesal, bahkan sebaliknya. Ia menjadi semakin rajin berkunjung ke pondok Ni Mas Mirah. Sedangkan Ni Mas Mirah sendiri dengan sengaja pula memberi kesempatan kepada Raden Mas Danang Sutawijaya untuk selalu berkunjung. Pondok tempat tinggal Ni Mas Mirah sendiri memang berdampingan dengan kasatrian tempat tinggal Raden Mas Danang Sutawijaya.
…………….
Bersambung…………
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo
Berikan like dan komentar.