Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(691)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Nyi Tumenggung Mayang menghela nafas panjang, namun ia tak ingin berbantah dengan sang suami. Namun kegelisahan Nyi Tumenggung Mayang semakin mendera. Sedangkan Ki Tumenggung Mayang kemambali tidur.
Sementara itu, Ki Bekel Laweyan dan para perangkatnya telah tiba di pinggir sungai. Bahkan ada beberapa prajurit yang datang juga ke pinggir sungai itu setelah mendengar suara titir kentongan.
Banyak pula warga yang akan pergi ke pasar menyempatkan diri datang ke pinggir sungai itu setelah melihat banyak orang berlarian ke sana.
Ki Bekel terkesiap, ia sepertinya mengenal betul sosok jasad yang masih mengambang di air sungai itu.
“Heee…..! Cepat diangkat ke darat…..!” Perintah Ki Bekel.
Ki Jagabaya, Ki Ulu-ulu dan beberapa warga segera mengangkat jasad itu ke darat. Hampir semua orang bergumam secara bersamaan, termasuk Ki Bekel.
“Raden Pabelan…, ya Raden Pabelan…., Raden Pabelan…., Raden Pabelan…..!” Ucap mereka setelah yakin bahwa jasad itu adalah jasad Raden Pabelan.
Wajah dan perawakan Raden Pabelan memang mudah dikenali justru karena ketampanannya. Kulitnya yang bersih kuning langsat yang jarang dimiliki oleh warga Laweyan, bahkan Pajang sekalipun.
Mereka yang menyaksikan pun bergeremang memperbincangkan Raden Pabelan yang telah meninggal secara tidak wajar itu. Mereka saling menduga sebab dari kematian Raden Pabelan tersebut. Raden Pabelan disamping gagah dan tampan serta berkulit bersih kuning langsat dan berdandan rapi, juga dikenal berilmu tinggi. Konon ia pernah dikeroyok warga kampung yang jauh dari kotaraja, tetapi ia berhasil meloloskan diri dan melukai banyak pengeroyok-nya.
“Ki Jagabaya ajak satu atau dua orang untuk menghadap Ki Tumenggung Mayang…..!” Perintah Ki Bekel.
Ki Jagabaya dan seorang perangkat ka-bekel-an-an segera berlari menuju rumah Ki Tumenggung Mayang yang tidak terlalu jauh.
Dua orang lurah prajurit yang semula diperintah oleh Senopati Prabandaru untuk membawa tubuh Raden Pabelan ke tempat di sekitar rumah Ki Tumenggung Mayang juga berada di kerumunan orang banyak. Namun keduanya berada terpisah.
Semula tubuh Raden Pabelan memang masih bernafas dan jantungnya masih berdetak namun dalam perjalanan nafasnya telah tak terasa dan detak jantungnya telah berhenti.
Kebetulan saat itu keduanya sampai di tepi sungai.
“Kita letakan di pinggir sungai saja, tetapi jangan sampai hanyut…..!” Usul lurah telik sandi.
Lurah prajurit njeron beteng pun menyetujui. Dan akhirnya jasad Raden Pabelan di apungkan di tepi sungai menjelang dini hari tadi. Keduanya kemudian mengawasi agak jauh sambil mengikat kuda mereka. Sampai kemudian terdengar titir kentongan dan kemudian orang berdatangan. Keduanya kini berbaur dengan orang banyak agar nanti bisa memberi laporan kepada senopati mereka.
Ki Jagabaya dan kawannya telah sampai di rumah Ki Tumenggung Mayang yang tidak jauh.
“Kula nuwun….., kula nuwun……!” Salam Ki Jagabaya.
Nyi Tumenggung berdebar-debar menerima kedatangan Ki Jagabaya. Sesungguhnya Ki Jagabaya sudah sering bertamu ke rumah Ki Tumenggung dan Nyi Tumenggung tidak berdebar seperti saat itu.
“Oooh Ki Jagabaya….., mari masuk Ki……!” Nyi Tumenggung Mayang mempersilahkan.
“Baik Nyi….., mau bertemu Ki Tumenggung…..!” Berkata Ki Jagabaya.
“Baik Ki….., tunggu sebentar…..!” Berkata Nyi Tumenggung Mayang yang kemudian mendatangi Ki Tumenggung yang tadi kembali tidur.
“Kangmas Tumenggung….., bangun. Ada tamu Ki Jagabaya dan kawannya….!” Berkata Nyi Tumenggung Mayang.
“Aaah….., kau temui saja. Jika hanya masalah sepele tidak perlu melibatkan aku….!” Jawab Ki Tumenggung Mayang yang menduga kedatangan Ki Jagabaya ada hubungannya titir kentongan tadi.
“Temuilah Kangmas…..! Jika tidak penting tentu Ki Jagabaya tidak akan bertamu sepagi ini……!” Dalih Nyi Tumenggung Mayang.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook.