Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(702)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Malam itu di Lembah Merapi Merbabu mereka berembug bagaimana caranya membebaskan Ki dan Nyi Tumenggung Mayang besuk pagi.
“Yang kita tahu, bahwa keberangkatan dari Laweyan pada hari Rabu Kliwon besuk. Tetapi kita tidak tahu kira-kira waktunya saat sampai di Tingkir….!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Bisa jadi berangkatnya dari Laweyan pagi-pagi sekali agar tidak menjadi perhatian orang-orang…..!” Berkata salah seorang pengiring Ki Dhandhang Wisesa.
“Benar……! Oleh karena itu, sebelum matahari terbit kita harus sudah sampai di Tingkir…..!” Sahut Ki Dhandhang Wisesa.
“Tengah malam kita harus sudah berangkat dari tempat ini….!” Usul Ki Singa Dangsa.
“Kami sudah terbiasa lewat jalan itu siang maupun malam….!” Sahut Ki Sura Patin. Kemudian ia melanjutkan; “Biarlah dari murid-murid kami ada yang mendahului dengan berjalan kaki sore ini…..!”
“Usul yang baik, biar nanti menyiapkan tempat untuk mengikat kuda-kuda kita yang tidak terlalu dekat dengan jembatan Tingkir itu….!” Tanggapan Ki Dhandhang Wisesa.
“Bagaimana rencana penyergapan itu Ki Dhandhang…..?” Bertanya Ki Sura Patil.
“Sebaiknya kita tidak mengadakan pertempuran terbuka karena pasti akan banyak korban di kedua belah pihak. Dalam hal ini bukan perang antar dua negara yang banyak aturan. Tujuan kita adalah menyelamatkan Ki dan Nyi Tumenggung Mayang…..!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Kalau saya memilih perang tawur, kalah menang tergantung kekuatan kita. Kalau diantara kita berilmu tinggi dan jumlah lebih banyak dari lawan, ya langsung serbu saja…..!” Tanggapan dari Ki Singa Dangsa.
“Untuk kali ini kita tidak sedang adu kesaktian, tetapi adu gelar perang. Apalagi keadaan kita lebih siap. Mereka pasti tidak tahu bahwa akan kita sergap. Kita harus bisa mengurangi jumlah lawan sebelum lawan menyadari…..!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Bagaimana caranya Ki Dhandhang…..!” Bertanya Ki Sura Patil yang lebih sabar daripada Ki Singa Dangsa.
“Akan kita siapkan pasukan panah di kiri kanan jembatan. Di sana banyak pepohonan dan gerumbul perdu yang bisa untuk berlindung dan membidik. Bahkan di balik bebatuan dan lereng bukit…..!” Jawab Ki Dhandhang Wisesa.
“Cocok….., aku setuju….!” Sahut Ki Sura Patil sebelum Ki Singa Dangsa menyahut.
“He he he he kalah dulu dengan Ki Sura Patil. Kalau aku, akan aku tantang senopati pimpinan pengawal itu…..!” Sahut Ki Singa Dangsa.
“Baiklah…..! Jika nanti senopati pengawal masih bertahan, Ki Singa Dangsa boleh melawannya…..!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Apakah di padepokan ini juga ada gandewa dan anak panah, Ki Patil…..?” Bertanya Ki Dhandhang Wisesa.
“Ooh….., banyak. Kami sering berburu di gunung Merbabu dengan panah. Murid-muridku adalah pemburu yang handal…..!” Berkata Ki Sura Patil.
“Baiklah, jika demikian ajaklah para murid perguruan ini untuk berburu pengawal Ki Tumenggung Mayang….!” Seloroh Ki Dhandhang Wisesa.
” Oooh….., pasti mereka akan senang melakukannya…..!” Jawab Ki Sura Patil.
“Tetapi ingat, kita tidak sedang membantai lawan, tetapi melumpuhkan mereka….!” Lanjut Ki Dhandhang Wisesa.
“Maksud Ki Dhandhang…..?” Bertanya Ki Sura Patil yang memang belum tahu maksud dari Ki Dhandhang Wisesa.
“Sasaran kita bukan bagian tubuh yang mematikan, tetapi bagian tubuh yang membuat lawan tak mampu mengadakan perlawanan lagi. Misalnya tangan kanan atau pun kiri, kaki, baju atau punggung. Hindari untuk membidik lambung, perut atau ulu hati……!” Pesan dari Ki Dhandhang Wisesa.
“Baik…..! Murid-murid-ku pasti paham…..!” Jawab Ki Sura Patil.
Petang itu mereka masih berembug untuk mematangkan penyergapan. Jangan sampai pasukan Pajang mengetahui rencana itu. Bahkan ketika bersembunyi di balik perdu pun jangan sampai diketahui oleh lawan.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook.