Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(716)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Betapa senang Raden Rangga minum jahe sere madu. Yang belum pernah ia minum sebelumnya.
“Ini minuman keraton, di keraton kau bisa minum seperti ini setiap hari. Minuman yang menyehatkan….!” Berkata Panembahan Senopati.
Di dusun itu, dusun di sekitar warung itu memang banyak orang yang memelihara lebah, lebah tawon glodok.
Tawon-tawon itu akan mencari bunga-bunga di hutan sekitar dusun itu dan akan pulang sendiri di sore hari.
Karena banyak warga yang memelihara lebah di dusun itu, sehingga dusun itu disebut dusun Glodogan. Hasil utama dari memelihara tawon adalah madu. Dan madu dari dusun Glodogan itu banyak dijual ke Mataram. Ki Ageng Giring-lah yang mengarahkan usaha memelihara lebah dan kemudian di jual ke keraton Mataram. Sedangkan tala – bakal tawon itu menjadi hasil tambahan yang dijadikan lauk pepes yang lezat rasanya.
Raden Rangga sangat senang pula mencicipi pepes tala yang memang lezat.
Panembahan Senopati tersenyum melihat Raden Rangga senang. Dengan demikian, ia tidak merasa terpaksa ikut pergi ke Mataram.
Setelah cukup beristirahat, mereka berdua segera meninggalkan warung itu. Seperti yang sudah-sudah, Panembahan Senopati membayar lebih dari yang seharusnya.
Matahari telah jauh condong ke barat, ketika Panembahan Senopati dan Raden Rangga sampai di Bukit Patuk. Di tempat itu Panembahan Senopati kembali berhenti. Terlihat pemandangan yang menakjubkan. Kali Opak terlihat berkelok-kelok bagai ular raksasa menuju ke laut selatan. Hutan Mentaok yang belum ikut dibabat terlihat bagai selimut hijau yang tebal. Ada sebintik kotak yang tidak hijau tebal dan pemandangan yang sedikit berbeda dengan lebatnya hutan. “Ooh…, alun-alun Mataram terlihat dari tempat ini. Di sebelah selatannya itu pasti keraton. Dan bintik-bintik kecil itu pasti pondok-pondok pemukiman….!” Batin Panembahan Senopati. Jika Panembahan Senopati seorang diri, ia sangat betah di tempat itu. Ia seakan bisa melihat seluruh wilayah Mataram dari ujung ke ujung. Di ujung barat terlihat samar-samar Pegunungan Menoreh. Di ujung utara terlihat Gunung Merapi yang menjulang tinggi dan di belakangnya ada Merbabu. Guguran pijar api meleleh merah dari pucuk gunung Merapi terlihat jelas dari tempat itu. Awan putih membentuk ekor yang panjang dari puncak Merapi mengikuti arah angin. Sayangnya candi Prambanan tidak terlihat dari tempat itu karena terhalang oleh bukit Gunung Baka.
“Aaah….., sudah lama aku tidak ke bukit Gunung Baka. Candi besar di atas bukit. Sayang sekali candi Baka yang sangat megah itu runtuh. Jika masih utuh tentu tak kalah megah dengan Candi Prambanan…..!” Batin Panembahan Senopati.
Lamunan Panembahan Senopati buyar ketika melihat Raden Rangga berlari dengan membawa seekor anak monyet.
“Heee….., aku menangkap anak monyet…..!” Teriak Raden Rangga.
“Kasihan anak monyet itu, sebaiknya kau lepaskan. Induknya pasti mencari….!” Pinta Panembahan Senopati.
“Tetapi aku suka…..!” Dalih Raden Rangga.
“Tetapi kau pasti tidak bisa menyusui anak monyet itu, anak monyet itu masih memerlukan induknya. Kau suka, tetapi anak monyet itu bisa mati…..!” Lanjut Panembahan.
Sepertinya Raden Rangga bisa memahami kata-kata dari Panembahan Senopati.
“Oooh kasihan, baiklah aku kembalikan ke tempat semula…..!” Berkata Raden Rangga.
Raden Rangga meloncat dengan ringan kembali ke lereng tempat anak monyet ia tangkap.
Panembahan Senopati heran dengan langkah anak yang masih menjelang remaja itu. Langkahnya ringan seperti seorang dewasa yang telah berilmu meringankan tubuh. Bahkan ketika mendaki lereng pun begitu ringannya. Panembahan Senopati bertambah terkejut ketika menyaksikan Raden Rangga meloncat dari tebing itu dengan enteng pula. Panembahan Senopati tentu bisa melakukan seperti itu, tetapi ia memerlukan berguru dan berlatih beberapa waktu. “Tetapi anak itu….?” Batin Panembahan Senopati.
Namun hanya dibatin oleh Panembahan Senopati.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.