Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(720)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Pekatik yang juga pelatih menunggang kuda itu heran kepada Raden Rangga. Bagaimana mungkin anak semuda itu yang baru sekali berlatih namun seperti sudah beberapa kali berlatih. Ia memacu, berbelok dan juga mengerem laju kuda begitu baik.
“Heeem….., anak itu memang berbeda dengan anak-anak yang lain. Ia memiliki kelebihan bahkan lebih dari orang yang telah dewasa sekalipun…..!” Batin pekatik.
Pekatik yang telah dipercaya melatih para pengawal Mataram itu cukup berpengalaman. Belum pernah ada seseorang pun yang berlatih selancar Raden Rangga tersebut, bahkan orang dewasa sekalipun. Hari itu memang sedang tidak ada latihan untuk para pengawal Mataram. Sehingga Raden Rangga leluasa berlatih.
Telah lebih lima putaran Raden Rangga mengelilingi padang rerumputan itu dengan lancar.
Pekatik yang seorang lagi juga heran kepada Raden Rangga yang sejak tadi ia lihat.
“Raden Rangga memang luar biasa…..!” Berkata pekatik itu kepada kawannya.
“Yaaa….., tadi meloncat ke atas punggung kuda pun dengan entengnya. Kita pun tak mampu melakukannya…..!” Sahut kawannya.
“Berhenti Raden…! Kudanya tentu telah lelah…..!” Teriak pekatik yang juga pelatih itu.
Raden Rangga tanggap, walau ia sedang senang-senangnya memacu kuda, namun ia tidak mungkin memaksakan diri. Ia kemudian mendekat ke kedua pekatik yang sedang berbincang itu.
Pekatik yang seorang kembali terkejut ketika menyaksikan sendiri Raden Rangga meloncat dari punggung kuda dengan ringannya.
“Heeem….., benar kata orang bahwa putra Kanjeng Panembahan itu memang banyak kelebihan…..!” Batin pekatik yang seorang.
Mereka pun terkagum-kagum pula kepada Kanjeng Panembahan Senopati yang dengan pintar mengendalikan kuda yang meloncati bambu-bambu penghalang tanpa satu pun yang jatuh tertendang kuda. Puluhan kali telah dilakukan oleh Panembahan Senopati dengan kudanya.
Raden Rangga pun terkagum-kagum pula menyaksikan sang ayah bermain kuda. “Suatu saat aku juga harus bisa seperti itu…..!” Batin Raden Rangga.
Mereka pun kemudian beristirahat sambil menikmati Ubi rebus dan degan kelapa muda.
Sementara itu, di Pajang, Kanjeng Sultan Hadiwijaya mulai gundah, kesabarannya mulai terusik. Sudah lebih dari satu tahun sejak janji Panembahan Senopati untuk menghadap ke Pajang. Namun sampai saat itu tidak menghadap juga. Dahulu, Kanjeng Sultan Hadiwijaya memang pernah mengirim utusan ke Mataram agar Panembahan Senopati menghadap ke Pajang. Dan saat itu disanggupi oleh Panembahan Senopati setahun lagi setelah Mataram tertata rapi. Namun sampai saat itu, Panembahan Senopati tetap belum menghadap ke Pajang.
Para senopati dan para nayaka praja keraton Pajang telah banyak yang membujuk Kanjeng Sultan Hadiwijaya untuk memaksa Panembahan Senopati menghadap ke Pajang. Bagaimana pun, walau telatah Mentaok itu telah diserahkan kepada Ki Pemanahan saat itu, namun tetap menjadi bagian dari negeri Pajang. Mataram bukan negeri yang sepenuhnya mandiri lepas dari Pajang.
“Mataram semestinya seperti Kadipaten Pati yang selalu setia terhadap Pajang. Kanjeng Adipati Pragola Pati selalu menghadap setiap ada pisowanan…..!” Berkata Ki Wilamarta dalam suatu kesempatan saat ada pisowanan.
Kanjeng Sultan Hadiwijaya tidak menjawab, namun membenarkan kata-kata Ki Wilamarta tersebut.
“Mataram telah membentuk pasukan seperti halnya sebuah kerajaan. Setiap hari berlatih di alun-alun…..!” Imbuh Senopati Telik Sandi.
“Sebanyak-banyaknya orang Mataram tidak akan melebihi sebuah kademangan. Bahkan tak akan lebih besar dari kademangan Sangkalputung sekalipun…..!” Sindir senopati yang lain.
“Menurut saya, Mataram sudah saatnya diperingatkan dengan keras. Bahkan kalau perlu diingatkan dengan pasukan segelar sepapan…..!” Berkata salah seorang senopati yang lain.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.