Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(766)
Mataram.
Sedangkan mereka yang belum pernah mendengar kata-kata lampor tidak tahu maksud dari mereka yang berteriak lampor.
“Lampor itu apa…..?” Bertanya beberapa orang yang berasal jauh dari Mataram atau Pajang.
“Kalau nggak salah lampor itu kereta siluman tanpa kusir yang ditarik oleh enam ekor kuda putih. Yang aku dengar ceritanya datang dari laut kidul menuju gunung Merapi atau sebaliknya…..!” Jawab prajurit yang pernah mendengar cerita itu.
“Apa maksudnya…..?” Prajurit yang bertanya tetap belum mengerti.
“Aku juga tidak tahu…..!” Jawab prajurit tak ingin berpanjang-panjang.
Namun suara klinting itu sudah tidak terdengar lagi. Sepertinya dari arah selatan ke arah utara.
Mereka yang tadinya bermaksud untuk beristirahat, kini banyak yang keluar dari barak atau tenda. Tak disadari mereka melongok ke arah utara seperti arah perginya suara klinting kuda.
Mereka kembali ternganga dan takjub menyaksikan gunung Merapi meluncurkan bara api merah membara. Dari tempat itu sangat jelas terlihat. Namun mereka sama sekali tidak berpikir akan bahaya bara api yang dilontarkan oleh gunung Merapi tersebut. Walau luncuran bara api itu terlihat jelas, namun jaraknya cukup jauh. Mereka menyaksikan sebagai hiburan yang sangat mengagumkan.
Namun Kanjeng Sultan Hadiwijaya yang berilmu tinggi dan kaya akan wawasan itu dahinya berkerut.
“Heeem….., apa yang akan terjadi……?” Batin Kanjeng Sultan Hadiwijaya.
Namun demikian, Kanjeng Sultan Hadiwijaya tidak ingin membuat gelisah seluruh pasukan.
Kanjeng Sultan Hadiwijaya justru teringat sang paman, Ki Ageng Kebo Kanigara yang gugur di puncak Merapi dan tertutup abu ketika sedang bersamadi di puncak gunung itu. Dia yang waktu itu masih bernama Jaka Tingkir sempat mengunjungi puncak gunung Merapi untuk merawat jasad sang paman.
Suara klinting kuda kereta dan luncuran bara api dari puncak Merapi itu membuat Kanjeng Sultan Hadiwijaya gelisah seorang diri. Ia tampak berwajah muram. Bahkan ia kemudian masuk ke dalam pondok tak ingin melihat puncak gunung Merapi yang meninggalkan kenangan duka akan pamannya.
Suara klinting kuda kereta itu juga didengar oleh para prajurit Mataram yang berkemah. Namun mereka tidak terkejut karena telah diingatkan sebelumnya. Panembahan Senopati tersenyum mendengar suara klinting kuda kereta itu. Ia telah meyakini akan terjadi demikian.
Begitu juga Ki Singa Dangsa dan Ki Sura Patil dan para pengikutnya. Mereka juga sudah diberi tahu tentang kemungkinan akan mendengar suara klinting kuda kereta di tengah malam. Sepertinya laju kuda-kuda berklinting itu melaju mengikuti alur kali Opak. Sedangkan mereka berada di kali Bulus dan kali Wedi. Meskipun kali Bulus dan kali Wedi itu juga bermuara ke kali Opak. Dengan kejadian itu, mereka yakin bahwa rencana yang telah disusun oleh Ki Juru Martani dan Panembahan Senopati akan berlangsung seperti yang diperhitungkan. Mereka tinggal menunggu aba-aba dari bawah.
Sementara itu, Ki Ageng Giring telah bersiap memberi aba-aba kepada para pengikutnya di lereng gunung Ijo yang tidak jauh dari candi Ijo. Seperti yang dipesankan oleh Panembahan Senopati, nanti jika suara klinting kuda kereta telah menuju ke arah selatan, saat itu aba-aba akan disampaikan.
Benar, beberapa saat kemudian Ki Ageng Giring telah mendengar kembali suara klinting kuda kereta. Kali ini ke arah selatan.
Ki Ageng Giring segera meluncurkan panah api yang bisa dilihat dari bukit Ijo.
Saat itu, para prajurit pasukan Pajang hampir semuanya telah terbangun. Mereka kembali mendengar suara klinting kuda kereta yang oleh banyak orang dinamakan lampor.
Sekejap kemudian para prajurit di perkemahan di kali Wedi terkejut ketika melihat di lereng bukit sebelah selatan terlihat deretan obor yang memanjang.
“Heee….., apa itu…..?” Seru banyak prajurit di perkemahan pasukan Pajang.
Mereka kembali terkejut ketika obor-obor yang memanjang itu tiba-tiba padam hampir bersamaan.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.