Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(767)
Mataram.
Beberapa saat kemudian, obor itu menyala kembali di tempat yang berbeda. Para prajurit dari pasukan Pajang tertegun ketika kemudi obor-obor itu berjalan seperti ular yang panjang.
“Itu pasti pasukan jin dari pegunungan Sewu…..!” Berkata seorang prajurit.
“Yaaa…., apa ada hubungannya dengan lampor…..?” Bertanya yang lain.
“Itu pasti…..!” Jawab kawannya seakan memang demikian.
Sedikit setelah lewat tengah malam.
Para prajurit Pajang kembali tertegun ketika mendengar suara gemerincing klinting kuda kereta. Sayup-sayup terdengar dari arah utara. Semakin lama semakin jelas terdengar. Namun kemudian semakin lama kembali semakin sayup-sayup. Bersamaan dengan itu, obor-obor di bukit candi Ijo juga semakin panjang. Seakan obor-obor itu melingkari bukit. Dan sesaat kemudian, obor-obor pun padam bersamaan dengan tidak terdengarnya suara klinting kuda kereta.
“Benar kataku…..! Obor-obor itu ada hubungannya dengan lampor…..!” Berkata prajurit itu.
Mereka kembali terkejut ketika melihat ke arah gunung Merapi. Bara api dari puncak gunung kembali meluncur. Kali ini lebih besar dan luncurannya lebih jauh dari sebelumnya. Mereka pun terkagum-kagum, namun tidak menyadari bahwa bara api juga berbahaya bagi mereka. Mereka menganggap terlalu jauh luncuran bara api itu untuk sampai ke tempat itu. Mereka justru bergembira menyaksikan gunung Merapi memuntahkan lahar. Bagi mereka itu adalah pengalaman yang tak akan mereka lupakan.
Sementara itu, di barak perkemahan pasukan Mataram seakan tidak ada pergerakan sama sekali. Kecuali di dapur umum kesibukan para juru masak untuk menyiapkan sarapan bagi seluruh pasukan Mataram. Mereka tahu bahwa sebelum dini hari mereka harus sudah sarapan. Mereka juga sudah mendengar bahwa pasukan Pajang akan menyerbu sebelum matahari semburat merah di ufuk timur.
Mereka yang berada di barak perkemahan di Randu Gunting itu tadi juga mendengar gemerincing klinting kuda kereta dua kali. Yang pertama sebelum tengah malam ke arah utara. Sedangkan yang kedua setelah tengah malam ke arah selatan. Mereka pun tahu apa artinya itu.
Sementara itu, Ki Singa dan Ki Sura Patil dan para pengikutnya dilanda ketegangan pula. Mereka juga mendengar suara lampor dua kali. Yang pertama ke arah utara dan kemudian yang kedua ke arah selatan. Mereka juga semakin tegang ketika menyaksikan gunung Merapi menumpahkan laharnya. Dari tempat mereka, lereng gunung Merapi itu terasa begitu dekat, dan seakan lahar itu meluncur ke arah mereka. Namun demikian, mereka masih menunggu aba-aba dari barak pasukan Mataram.
Beberapa saat kemudian terjadi kesibukan yang luar biasa di barak pasukan Pajang. Hampir seluruh prajurit telah bersiap untuk menyerbu barak pasukan Mataram. Mereka mengabaikan keadaan alam yang mereka saksikan. Pasukan sangat besar itu sebagian besar akan ikut menyerbu menyeberang kali Opak.
Para juru masak pun telah membagikan sarapan pagi dengan sega pondoh bungkus daun pisang dengan lauk tempe bacem.
Para prajurit pun menikmati sarapan pagi dengan riang gembira. Mereka sambil berbincang dan bercanda ria. Mereka tidak merasakan ketegangan layaknya prajurit yang akan maju ke medan laga.
Kemenangan pasukan Pajang tinggal menunggu waktu. Namun hampir semua yakin bahwa sebelum tengah hari pasukan Mataram telah bertekuk lutut. Atau justru lari kocar-kacir selain mereka yang terbunuh.
Namun demikian lain halnya dengan Kanjeng Sultan Hadiwijaya. Dia tampak muram dan bahkan terlihat pucat. Hanya orang dekat yang bisa melihat keadaan Kanjeng Sultan Hadiwijaya.
“Seluruh pasukan telah siap, Kanjeng Sultan…..!” Laporan Ki Wirskerti setelah menghadap Kanjeng Sultan.
“Laksanakan seperti yang direncanakan, Kakang…..!” Jawab Kanjeng Sultan pelan dan sedikit bergetar nada suaranya.
“Daulat Kanjeng Sultan…..!” Jawab Ki Wirakerti singkat.
Ki Wirakerti heran menghadapi sikap Kanjeng Sultan Hadiwijaya yang tidak biasa.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.
Jangan ditertawakan. Saya membaca no. 767 kok ikut tegang. Rasanya saya seperti berada di antara mereka. Bacaan yang indah. Terima kasih.