Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(857)
Mataram.
Senopati barak prajurit Jatinom adalah seorang senopati yang berilmu tinggi pula. Ia mewarisi ilmu ayahnya yang telah tiada. Ia yang sebagai seorang senopati sari sebuah pasukan yang kuat dan tangguh harus lebih tinggi ilmunya dari para senopati dan prajurit yang lain sehingga kewibawaannya terjaga.
Senopati yang bersenjatakan pedang seperti pedang kebanyakan namun dari besi baja pilihan. Ia telah tuntas dengan ilmu pedangnya.
Dalam gebrakan pertama ia telah merobohkan dua orang prajurit yang tidak menyadari bahwa ia berhadapan dengan seorang senopati.
Kini ia dikeroyok oleh empat orang prajurit lawan. Ia kini sibuk menangkis serangan dari empat penjuru. Walau ia tidak merasa tertekan, tetapi salah seorang prajurit bawahannya segera menawarkan diri.
“Saya telah kehilangan lawan, sang senopati. Biarlah saya boleh bergabung…..!” Tawaran dari prajurit yang juga salah satu senopati bawahannya.
“Ayooo…., dalam pertempuran seperti ini tidak ada gengsi……!” Jawab senopati itu.
Keseimbangan segera berubah. Sesaat kemudian terdengar keluhan tertahan. Seorang prajurit Madiun meloncat mundur karena lengannya tersayat pedang lawan. Dengan darah bercucuran ia mundur dari pertempuran. Kawan-kawannya tak sempat menolong karena mereka juga terikat dengan lawan masing-masing. Naas bagi tiga orang prajurit yang lain yang ditinggalkan oleh orang yang lengannya berdarah itu. Satu persatu mereka tumbang oleh sabetan pedang dua orang lawannya yang berilmu tinggi. Pasukan Madiun di sayap itu segera terdesak mundur.
Namun pasukan Pati yang dipimpin oleh Adipati Pragola Pati yang berada di samping pasukan Jatinom masih tertahan. Jumlah prajurit dari Pati memang jauh lebih dari prajurit lawan. Sedangkan Kanjeng Adipati Pragola Pati sudah terikat perkelahian yang sengit melawan Ki Badra – salah seorang kawan seperguruan dari Adipati Rangga Jumena.
Beberapa prajurit Madiun dari kesatuan itu segera membantu pasukan di sampingnya yang terdesak. Dengan demikian pertempuran kembali berimbang.
Yang tak kalah serunya adalah pertempuran yang terjadi di sayap kanan paling luar dari prajurit yang pasukan Mataram.
Senopati Mataram yang sebelumnya kewalahan dikeroyok oleh dua orang senopati dari Madiun kini bernapas lapang karena lurah prajurit bawahannya telah bergabung.
“Saya telah kehilangan lawan, sang senopati…..!” Berkata lurah prajurit yang segera bergabung dengan sang senopati. Ia kemudian menyerang salah satu lawan dari senopatinya. Perkelahian keduanya berlangsung sengit. Namun senopati dari Madiun terlihat sedikit lebih unggul dari lurah prajurit Mataram. Namun Senopati Mataram yang telah berkurang lawannya itu segera melibas lawannya. Sesaat kemudian terdengar keluhan tertahan. “Auuuh…..!” Senopati Madiun pun terkapar bersimbah darah dan tak segera bisa bangkit berdiri. Kawan sepasukannya pun tak sempat menolong karena mereka juga kerepotan menahan serbuan lawan.
Pertempuran di sayap itu kembali berimbang karena jumlah prajurit Madiun memang lebih banyak.
Namun yang membedakan adalah adanya seorang yang telah lebih separuh baya yang bersenjatakan tongkat kayu yang ia cabut dari pagar. Tetapi setiap ayunan dari tongkat sederhana itu mampu memukul lengan lawan sehingga pedangnya terlepas. Lengannya tidak berdarah namun serasa patah. Ia pun mundur dengan menahan sakit yang amat sangat. Kejadian serupa terulang dan terulang. Orang separuh baya yang tak lain adalah Ki Ageng Giring itu mengurangi jumlah lawan satu persatu namun tanpa membunuhnya.
Lambat namun pasti pasukan Mataram di sayap itu mendesak lawannya.
Namun seorang yang telah lebih dari separuh baya dari pasukan Madiun di sayap kiri itu segera menghampiri Ki Ageng Giring yang seusia.
“Kalau tidak salah, andika adalah Ki Giring dari pegunungan kapur…..!” Sapa orang itu yang tak lain adalah Ki Naya saudara seperguruan dari Kanjeng Adipati Rangga Jumena selain Ki Badra.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.