Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#862

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(862)
Mataram.

Senopati Retna Dumilah heran karena untuk beberapa saat Panembahan Senopati tidak segera bertekuk lutut bersimpuh di hadapannya. Jika orang lain yang menjadi sasarannya tentu sudah bersimpuh dihadapannya dan akan menuruti segala perintahnya. Ki Rungkut pun heran, karena ia ikut membantu Senopati Retna Dumilah mempertajam ilmunya dengan batinnya. Seharusnya Panembahan Senopati telah bertekuk lutut. Namun sampai saat itu, Panembahan Senopati tetap berdiri tegap beberapa langkah dari Senopati Retna Dumilah. Bahkan terlihat sorot mata Panembahan Senopati menatap tajam ke arah Senopati Retna Dumilah.
Guru orang bercambuk dari atas dahan pohon beringin melihat dan mengetahui bahwa senopati agung kedua kubu pasukan sedang beradu ilmu. Dari kejauhan belum begitu jelas siapa yang lebih unggul.

Sementara itu, riuhnya pertempuran di alun-alun itu semakin gaduh ketika murid orang bercambuk yang bertubuh tambun meledakkan cambuknya menggelegar memekakkan telinga. Tiga orang lawannya sangat kerepotan untuk sekedar mendekati murid orang bercambuk itu. Namun demikian, lecutan cambuk itu juga belum mengenai sasaran karena ketiga lawannya silih berganti menyerang dari arah yang berbeda. Baru sekali dua kali bisa merobek kain lawannya. Jika lawannya sedikit saja terlambat menghindar, tentu kulitnya telah mengelupas terkena ujung cambuk yang runcing.
Dalam pada itu, tak jauh dari pertempuran murid orang bercambuk yang bertubuh tambun bertempur. Saudara tua seperguruannya juga sedang bertempur melawan Ki Tumpak yang bersenjatakan sabuk kulit. Senjata lentur yang panjang. Namun di tangan Ki Tumpak, senjata lentur itu bisa menjadi senjata kakilu dan keras seperti pedang dan menohok seperti tombak. Murid orang bercambuk yang bertubuh langsing itu sedikit kerepotan karena hanya melawan dengan tangkai cambuk yang terbalik. Sabuk kulit itu lebih panjang dari tangkai tombak.
“Dengan tangkai cambukmu itu kau ingin merendahkan aku…..? Ledakan cambuk saudaramu itu menunjukkan bahwa ia belum matang ilmu cambuknya…..!” Berkata Ki Tumpak sambil memburu lawannya dengan sabetan sabuk.
Namun belum selesai Ki Tumpak melanjutkan kata-katanya, ia meloncat mundur karena kakinya tersambar ujung cambuk lawannya yang telah di urai. Cambuk yang tiba-tiba dilecutkan tanpa menimbulkan suara. Lecutan sendal pancing yang tak sempat dihindari oleh Ki Tumpak. Darah pun meleleh dari kaki Ki Tumpak walau ia telah membentengi diri dengan ilmu kebalnya. “Gila kau anak muda…..!” Umpat Ki Tumpak.
Namun Ki Tumpak masih sedikit beruntung karena kain tebalnya sedikit melindunginya sehingga ujung cambuk lawannya tidak menghujam di pahanya.
Ki Tumpak kembali bersiaga dengan meningkatkan ilmunya ke tingkat yang tertinggi. Ia yang merupakan guru dari Senopati Retna Dumilah tak ingin dipermalukan oleh lawan yang masih muda itu.
Sementara itu, pertempuran Ki Ageng Giring melawan Ki Naya seperti dua orang yang sedang bermain-main saja. Dua orang yang telah jauh lewat dari setengah baya itu bersenjata yang sama-sama aneh. Ki Naya bersenjatakan tongkat besi berkepala seperti tanduk rusa yang bercabang-cabang dan runcing. Jika lawannya bukan orang yang berilmu tinggi, tentu telah tertusuk oleh ujung tanduk rusa. Namun lawannya adalah Ki Ageng Giring saudara seperguruan dari Ki Pemanahan. Dengan senjata seadanya, yakni tongkat kayu yang dicabut dari pagar jalan. Namun tongkat kayu di tangan Ki Ageng Giring tak kalah berbahayanya dari pedang maupun tombak. Sampai sedemikian lama, senjata Ki Naya belum berhasil melukai lawannya. Bahkan Ki Naya merasakan, setiap kali senjatanya beradu, tangan Ki Naya bergetar. Sedangkan Ki Ageng Giring sendiri belum mengerahkan ilmunya ke puncak yang tertinggi. Karena Ki Ageng Giring tahu bahwa pasukan Mataram secara keseluruhan bisa mendesak mundur pasukan Madiun walau pelan.
…………..
Bersambung……….

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Sutanto Prabowo

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *