Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(864)
Mataram.
Mendengar kata-kata Ki Tanggon, murid orang bercambuk yang tambun itu langsung menyerang dengan garangnya. Cambuknya kembali meledak beruntun memekakkan telinga. Ki Tanggon yang tangguh itu kembali berusaha menggaet cambuk lawannya.
Sementara itu, Ki Tumpak yang bertempur dengan murid orang bercambuk yang langsing mengalami kerepotan. Bagaimana pun, cambuk di tangan lawannya lebih panjang dari sabuk kulit di tangannya. Walau ia telah menyalurkan ilmunya lewat sabuk itu, namun lawannya pun berilmu tinggi pula. Apalagi luka di pahanya cukup mengganggu. Lecutan cambuk yang tidak bersuara itu justru lebih berbahaya dari pada ledakan cambuk yang menggelagar tak jauh dari tempat mereka bertempur. Benar saja, sesaat kemudian terdengar keluhan tertahan. Sabuk kulit di tangan Ki Tumpak terlepas, tangan kanannya terlilit cambuk lawan. Dan kemudian ia terhempas ke depan karena tarikan yang sangat kuat dari lawannya yang masih muda itu. Tangannya pun bagai remuk tulangnya dan tak mungkin lagi mengadakan perlawanan. Ia hanya terduduk menahan sakit.
Tetapi orang bercambuk itu terkejut ketika adik seperguruannya cambuknya terlepas karena belitan canggah lawan. Dan ternyata kekuatan Ki Tanggon mampu melepaskan cambuk di tangan lawannya yang tambun. Tanpa berpikir panjang, murid orang bercambuk yang bertubuh langsing itu meloncat dengan cepat dan melecutkan cambuknya dari arah samping Ki Tanggon. Ki Tanggon yang sama sekali tidak mengira akan mendapat serangan dari samping tak sempat mengelak. Lengannya pun terkena lecutan cambuk yang tanpa ledakan. Akibatnya, tangannya bagai lumpuh dan canggah yang membelit cambuk pun terlepas.
“Auuuch……! Licik kau anak muda…..!” Umpat Ki Tanggon.
“Di sini adalah perang brubuh bukan perang tanding….! Siapa yang terlena akan menanggung akibatnya…..!” Jawab murid orang bercambuk yang bertubuh langsing.
Ki Tanggon hanya bisa mengerang kesakitan. Walau sebelumnya ia telah mengerahkan ilmu kebalnya pula, namun tertembus juga. Pastilah lawan yang menyerangnya itu berilmu lebih tinggi dari ia sendiri.
“Mundurlah…..! Saudaramu juga sudah terluka seperti kau…..!” Berkata murid orang bercambuk itu yang tak mungkin untuk menyerang orang yang sudah tak berdaya.
Sementara itu, Guru orang bercambuk tak sempat memperhatikan akhir dari pertempuran kedua muridnya. Ia sendiri sedang mencegah Ki Rungkut yang mencoba menyerang dengan membantu Senopati Retna Dumilah yang sedang mengerahkan ilmunya untuk melawan Panembahan Senopati.
“Marilah yang tua bermain-main dengan yang tua…..! Jangan diganggu permainan anak muda…..!” Berkata Guru orang bercambuk.
“Oooh….., kaulah orang bercambuk yang kondang itu…..?” Berkata Ki Rungkut yang pernah mengenalnya dahulu ketika berkelana. Dan kemudian ia menghubungkan suara ledakan cambuk yang menggelagar. Ia pikir, gurunya pasti berada di sekitar pertempuran itu. Dan ternyata dugaannya benar.
“Hanya karena senjataku yang tidak biasa itu sehingga orang mudah mengenalku…..!” Jawab Guru orang bercambuk itu merendah.
Dua orang yang telah berusia lanjut itu segera terlibat perkelahian tanpa senjata.
Namun belum juga kedua orang itu berkeringat, mereka terkejut ketika menyaksikan Senopati Retna Dumilah sempoyongan hampir jatuh terjerembab ke tanah. Namun seketika itu juga, Panembahan Senopati berhasil menahan tubuh yang lunglai itu dalam pelukannya.
Ternyata perang batin antara Senopati Retna Dumilah melawan Panembahan Senopati sangat menguras tenaga senopati wanita yang cantik jelita itu. Sebelumnya ia masih mampu bertahan ketika masih mendapat dukungan dari sang guru yakni Ki Rungkut. Namun ketika Ki Rungkut telah mendapat lawan, Senopati Retna Dumilah tak mampu bertahan.
“Oooh Panembahan……!” Hanya itu yang terucap dari mulut Senopati Retna Dumilah dalam pelukan Panembahan Senopati.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.