Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(868)
Mataram.
Senopati Retna Dumilah yang sebelumnya dengan pongah ingin menundukkan Panembahan Senopati dengan mantram pengasihannya, kini yang terjadi justru sebaliknya. Ia yang benar-benar bertekuk lutut kepada Panembahan Senopati. Bukan hanya ilmunya yang tidak bisa mengungguli ilmu Panembahan Senopati, namun hatinya sendiri yang luluh terpikat kepada penguasa Mataram itu. Lebih dari itu, ia merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam dekapan Panembahan Senopati di punggung kuda itu ada rasa yang tidak ia mengerti. Seakan tangan Panembahan Senopati tak ingin lepas dari tubuh Senopati Retna Dumilah. Sepertinya Panembahan Senopati menyadari hal itu. Ia selalu bergantian tangan kiri dan kanan untuk mengendalikan kuda sedang yang lain memegangi tubuh Senopati Retna Dumilah.
“Apakah Diajeng Retna Dumilah sudah merasa bugar…..?” Bertanya Panembahan Senopati dalam suatu kesempatan.
“Ilmu Panembahan sungguh luar biasa sehingga membuat tubuh ini tidak segera pulih…..!” Jawab Senopati Retna Dumilah yang memang belum bugar sepenuhnya.
“Nanti jika sampai di tempat peristirahatan akan aku urut urat nadinya biar cepat pulih…..!” Tawaran dari Panembahan Senopati.
“Tentu aku malu Panembahan…..!” Berkata Senopati Retna Dumilah tersipu.
“Malu itu kalau ada yang melihat…..!” Dalih Panembahan Senopati sambil tersenyum.
“Aaah….., Panembahan nakal…..!” Jawab Senopati Retna Dumilah sambil mencubit lengan Panembahan Senopati.
“Jangan Diajeng….., jangan hanya sekali mencubitnya…..!” Canda Panembahan Senopati.
“Hiiiiiih…….!” Senopati Retna Dumilah geram sambil mencubit paha Panembahan Senopati dengan cukup kuat.
Namun yang dicubit justru tertawa gembira.
“Aaaaaah……! Kangmas Panembahan benar-benar nakal……!” Seru Senopati Retna Dumilah namun sambil tersenyum.
Kedua orang pria wanita itu sungguh menikmati perjalanan di punggung kuda.
Para prajurit maupun para senopati sengaja mengambil jarak dari langkah kuda yang ditunggangi oleh Panembahan Senopati dan Senopati Retna Dumilah. Meskipun mereka yang melihatnya tersenyum-senyum pula.
“Sayangnya kita tidak diperbolehkan membawa jarahan perang. Jika boleh aku ingin memboyong gadis Madiun…!” Seloroh salah seorang senopati.
“Heee…., bukankah kau belum lama menikah…..?! Berkata teman sejawatnya.
” He he he he….., justru karena itu…..! Istriku baru mbobot delapan bulan jeee…..!” Seloroh Senopati itu.
“Huuuuh…..! Dasar buaya darat…..!” Sahut kawannya yang lain.
Mereka pun tertawa karena tahu bahwa mereka memang sedang bercanda.
Sementara itu, di Madiun Adipati Rangga Jumena harus bisa menerima kenyataan. Sebelumnya ia memang kurang suka kepada Panembahan Senopati dan keberadaan Mataram. Terlebih setelah Sultan Benawa di Pajang menyatakan bahwa Pajang sebagai bagian dari Mataram. Ia tak ingin dan tak rela jika Madiun harus menjadi bagian dari Mataram. Namun dalam kenyataannya, Pasukan Madiun memang tidak mampu menahan serbuan dari pasukan Mataram. Lebih dari itu, kini putrinya yang diharapkan akan melanjutkan kekuasaan di Madiun namun justru telah diboyong ke Mataram. Dan yang ia dengar, putrinya itu akan dijadikan salah satu istri Panembahan Senopati. Dan jika telah terjadi demikian, Panembahan Senopati akan menjadi menantunya. Dan jika putrinya mendapatkan kebahagiaan dan kekayaan di Mataram, tentu ia akan ikut senang pula.
Adipati Rangga Jumena masih bisa bersyukur karena tidak terjadi penjarahan di keraton Madiun. Karena lumrah terjadi jika sebuah negeri kalah dalam pertempuran, maka keraton yang kalah itu akan dijarah segala isinya. Tak jarang yang menjadi jarahan adalah para wanita cantik. Bahkan tak jarang pula yang dijarah adalah para wanita bersuami yang masih terlihat cantik jelita.
Namun hal itu tidak terjadi di keraton Madiun dan seisi kotaraja.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.