Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(888)
Mataram.
Begitu cepatnya pergerakan kedua petarung itu, sehingga mereka yang menyaksikan seperti hanya melihat dua bayangan yang berloncatan bagai terbang. Senopati Darudeksa yang telah lebih separuh baya itu sungguh telah matang ilmu meringankan tubuhnya. Ia berloncatan dengan ringannya. Namun lawannya yang masih muda itu pun tak kalah gesitnya. Ia mampu mengimbangi setiap gerakan dari Senopati Darudeksa. Sehingga senopati Darudeksa pun belum berhasil mendaratkan serangannya. Serangan yang telah dilambari dengan ilmunya baik kecepatan maupun kekuatannya. Namun lawannya bagai burung srikatan yang selalu mampu berkelit dari sergapan burung elang.
Dalam sebuah kesempatan, senopati Darudeksa berhasil menghantam lengan lawannya. Namun senopati Darudeksa terkejut lengan lawannya itu bagai barang besi yang keras.
Jika dalam kesempatan latih tanding dengan para senopati pilihan dari Pati, dengan separuh kekuatan seperti yang ia lancarkan saat itu ia pasti sudah tumbang. Namun orang muda yang menjadi lawannya itu masih berdiri tegak. Bahkan ia mampu melancarkan serangan balasan. Senopati Darudeksa meloncat mundur, karena hantaman lawannya mampu menembus ilmu kebalnya.
“Gila anak muda ini…..!” Batin senopati Darudeksa.
Namun senopati Darudeksa memang belum sampai ke puncak ilmunya. Kali ini ia tak ingin dipermalukan oleh lawannya yang masih jauh lebih muda dan bukan seorang prajurit, apalagi seorang senopati.
Jika ia telah sampai ke puncak ilmunya, maka setiap sentuhan akan terasa panas menyengat bagi lawannya. Dan jika itu terjadi, maka lawannya akan terpelanting seperti orang terkejut karena tersengat.
Mereka yang menyaksikan, terutama para prajurit dan senopati Pati heran. Mengapa senopati Darudeksa yang mereka ketahui berilmu sangat tinggi itu belum mampu merobohkan lawannya. Terutama yang paling heran adalah para senopati yang pernah menjadi lawan latih tandingannya. Ketika senopati Darudeksa belum sampai ke tataran ilmu yang mereka saksikan itu, mereka tentu sudah terkapar walau tidak sampai tewas. Tetapi mengapa anak muda yang menjadi lawannya itu masih berdiri tegak ketika menerima hantaman. Bahkan lawannya itu mampu melakukan serangan balik yang membuat senopati Darudeksa meloncat mundur.
Dalam pada itu, Adipati Pragola heran, mengapa masih juga belum terdengar sorak sorai dari pasukan Pati. Bahkan seluruh pasukan dari kedua kubu sepertinya diam terpaku menyaksikan pertarungan. Menurut Adipati Pragola, seharusnya senopati Darudeksa telah mampu melumpuhkan lawannya. Tetapi mengapa belum terjadi. Sampai itu belum ada prajurit Pati yang memberikan laporan lagi kepada Adipati Pragola di baris belakang.
Sementara itu, para prajurit Mataram dan pasukan dari barak di Jatinom maupun para senopati-nya bangga, karena yang mewakili mereka mampu mengimbangi senopati andalan dari Pati. Senopati dari barak pasukan di Jatinom dilanda ketegangan, karena yang bertarung adalah adik kandungnya. Seakan ia mengorbankan adiknya itu untuk mewakili seluruh pasukan.
Selagi mereka dilanda ketegangan, tiba-tiba terdengar sorak sorai dari para prajurit dari pasukan Mataram. Mereka semua menyaksikan senopati Kalingga terkapar di tanah setelah pedangnya terlepas dan kemudian mendapat serangan cambuk secara beruntun dari lawannya yang bertubuh tambun. Salah satu serangan cambuk yang berujung besi baja runcing itu menusuk lambungnya.
Ketika murid orang bercambuk itu akan melanjutkan serangannya kepada lawannya yang telah tak berdaya, terdengar ia ditegur.
“Cukup Adi…..! Jangan serang lawan yang sudah tidak berdaya…..!” Tegur kakak seperguruannya yang sedang bertempur melawan senopati Darudeksa.
Murid orang bercambuk yang bertubuh tambun itupun mengurungkan niatnya untuk menyerang senopati Kalingga yang telah tak berdaya.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.