Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(894)
Mataram.
Tidak hanya di pasar Gede di kotaraja Mataram berita mangkatnya Sultan Benawa tersebar. Namun hampir di seluruh pasar di telatah Pajang maupun telatah Mataram. Bahkan kemudian menjalar ke pasar-pasar di kadipaten- kadipaten lain. Karena para adipati sahabat pun dikabari pula tentang mangkatnya Sultan Benawa tersebut.
Namun yang paling awal berangkat memang rombongan dari Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati sendiri. Namun rombongan dari Jatinom telah menunggu di Karangwuni. Rombongan dipimpin oleh senopati utama dari pasukan di Jatinom itu. Ia diiringi oleh beberapa senopati serta dia orang murid bercambuk. Dia orang bercambuk itu memang dipesankan oleh Panembahan Senopati untuk ikut serta bersama. Walau seandainya tidak dipesankan pun mereka juga akan ikut melayat. Keduanya memang telah akrab dengan Pangeran Benawa ketika belum menjadi seorang sultan. Pangeran Benawa sering singgah di Jatinom ketika itu. Hampir semua yang mendengar khabar mangkatnya Pangeran Benawa tidak percaya bahwa putra Sultan Hadiwijaya itu begitu cepat menghadap-Nya. Mereka juga tidak mendengar bahwa Sultan Benawa yang masih muda dan berilmu tinggi itu gerah. Namun Sang Penguasa Kehidupan telah menghendaki untuk menghadap-Nya, titah siapa pun tidak bisa menolaknya.
Tak lama mereka menunggu ketika kemudian terdengar derap beberapa kaki kuda. Mereka yakin bahwa yang datang adalah rombongan dari Mataram. Dan memang benar, yang datang adalah rombongan dari Mataram. Sejenak rombongan dari Mataram itu juga beristirahat di Karangwuni. Panembahan Senopati dan senopati utama dari pasukan di Jatinom itu sempat berbincang empat mata beberapa saat. Tampak senopati dari Jatinom itu sepertinya hanya mengangguk-anggukan kepala. Namun tidak ada yang tahu apa yang diperbincangkan.
Mereka kemudian berangkat bersama-sama ke Pajang ketika matahari baru muncul dari balik cakrawala.
Ketika matahari belum sepenggalah, rombongan cukup besar itu telah sampai di Pajang. Para kerabat di Pajang pun menyambut dengan haru rombongan dari Mataram dan dari Jatinom itu. Sang istri dari Sultan Benawa dan para putra yang belum menginjak dewasa itu telah akrab dengan Panembahan Senopati. Sang istri kembali menangis sesenggukan di hadapan sang kakak ipar.
Semakin siang yang datang melayat semakin banyak. Para kawula di dalam kotaraja Pajang pun berdatangan. Mereka tidak ingin melewatkan waktu untuk memberi penghormatan terakhir kepada raja adipati mereka yang mereka hormati. Mereka mengenal sang raja sebagai sosok yang rendah hati dan berbudi luhur. Hampir semuanya tidak mengira Sultan Benawa begitu cepat meninggalkan mereka untuk selamanya. Hampir semuanya pula diliputi kesedihan yang mendalam dan merasa kehilangan.
Bahkan para demang, para bekel dan para perangkatnya di sekitar Pajang telah berdatangan pula. Ketika hari semakin siang, para adipati sahabat pun telah berdatangan pula. Mereka juga diiringi oleh para petinggi kadipaten. Perasaan dan tanggapan mereka hampir sama. Mereka tidak menyangka bahwa Sultan Benawa begitu cepat dipanggil Sang Penguasa Kehidupan. Mereka juga belum mendengar sebab dan sakitnya Sultan Benawa sehingga tidak tertolong. Banyak dari mereka yang datang juga memberi hormat kepada Panembahan Senopati. Namun demikian tak sedikit yang tidak menemui. Walau demikian, kehadiran Panembahan Senopati menjadi perbincangan dari hampir semua mereka yang hadir melayat itu. Mereka banyak yang belum pernah melihat secara langsung sosok dari Panembahan Senopati itu. Mereka yang pernah melihatnya dengan bangga menunjukkan sosok sang penguasa Mataram tersebut.
“Beliau masih tampak tampan dan gagah….!” Berkata salah seorang dari mereka.
Mereka pun kemudian saling bercerita tentang Panembahan Senopati yang sebelumnya bernama Raden Mas Danang Sutawijaya itu bagai dongeng saja.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.