Trah Prabu Brawijaya.
Seri 977
Mataram.
Baron Sekeber.
Genduk Suli kemudian ber-bilas – dengan gayung menyiram-kan air belik ke tubuhnya yang masih berkain basah.
Belik yang terlindung jika di lihat dari samping dan belakang pohon. Tetapi bisa terlihat dari tengah sungai. Genduk Suli merasa aman ketika harus berganti baju basah dengan baju keringnya di tempat itu seperti biasanya. Bahkan dengan tubuhnya yang separuh terbuka. Toh tidak ada yang melihatnya. Namun yang tidak ia sadari. Baron Sekeber berada begitu dekat dengannya. Ia telah menyelam dari seberang ke tempat Genduk Suli berada. Ia sebelumnya belum tahu bahwa di tempat itu ada tempat untuk mandi dengan gayung batok kelapa. Ia tadi sempat beberapa saat memperhatikan Genduk Suli mandi dan berganti kain, walau membelakanginya. Ia bisa leluasa melihat tanpa diketahui oleh Genduk Suli yang tidak mengira sama sekali itu. Sedangkan Baron Sekeber sebagai seorang lelaki muda dadanya berdegup kencang. Beberapa saat Baron Sekeber berendam sebatas leher. Ia akan segera menyelam jika dilihatnya Genduk Suli akan menoleh ke belakang. Benar saja, setelah Genduk Suli selesai berbenah, ia mengedarkan pandangan ke arah sungai. Ia yakin bahwa Baron Sekeber masih berada di seberang sungai. Karena ia tidak mendengar Baron Sekeber bermain air atau berenang. Namun memang Baron Sekeber telah kembali menyelam dan menuju tepi sungai di seberang. Genduk Suli tersenyum ketika dilihatnya Baron Sekeber muncul di permukaan air sebatas dada sambil melambaikan tangan di tapi sungai di seberang. Di pagi yang telah mulai terang itu ia bisa melihat Baron Sekeber dengan jelas.
“Heiii……, ayo pulang…..!” Teriak Genduk Suli sambil tangannya diacungkan ke arah belakang. “Ayo pulang…..!” Teriak Genduk Suli dengan mengulangi gerakannya.
“Oke….., oke…..!” Teriak Baron Sekeber yang paham maksud dari Genduk Suli.
Ia pun segera berenang menuju tepi di dekat ia meletakkan kain sarung dan baju hitamnya.
Yang menjadi gelisah adalah Mbok Iyem yang terlalu lama menunggu kepulangan tamu asingnya dan putrinya, Genduk Suli. Matahari telah naik sejengkal, namun keduanya belum pulang. Ia pun segera bergegas menuju sungai. Ia khawatir terjadi apa-apa terhadap keduanya.
“Uoooch….., kalian kemana saja…..?” Tegur Mbok Iyem ketika kemudian berpapasan dengan keduanya di jalan setapak.
“Kami berbincang di tepian Mbok….!” Sahut Genduk Suli dengan tersipu.
“Oooh….., ya sudah…..! Itu wedangnya dan ketela pendemnya sudah dingin….!” Berkata Mbok Iyem yang meneruskan langkahnya ke sungai.
Genduk Suli dan Baron Sekeber melanjutkan perjalanan pulang ke rumah gubuknya.
Genduk Suli merasa aneh ketika Baron Sekeber menggandeng tangannya. Ia belum pernah digandeng seperti itu oleh seorang lelaki. Bahkan ia juga belum pernah melihat seorang lelaki dan perempuan bergandengan tangan seperti itu di kampung tepi pantai itu. Namun Genduk Suli tidak berusaha untuk melepaskannya, karena ada perasaan aneh yang menjalar dari tangannya itu. Bahkan perasaan Genduk Suli sebagai seorang gadis pantai yang lugu itu merinding ketika lelaki kekar di sampingnya itu merangkul pundaknya. Sebuah getaran perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan. Namun demikian, Genduk Suli tidak berusaha untuk melepaskannya. Ia pun belum pernah melihat seorang pria dan wanita berangkulan seperti itu di kampung tepi pantai itu. Bahkan tak ia sadari nafasnya mendera tak beraturan. Akan tetapi, Baron Sekeber sebagai seorang lelaki yang telah lewat dewasa dan telah berkeluarga di negerinya mengetahui apa yang terjadi dengan wanita muda yang ia rangkul itu. Bahkan ia kemudian semakin erat merangkul Genduk Suli.
“Sudah……! Itu diminum dulu wedangnya…..!” Berkata Genduk Suli dengan suara sedikit tergetar oleh perasaan anehnya sambil menunjuk bumbung bambu kecil tempat minuman.
Baron Sekeber yang paham maksudnya itu tersenyum dan kemudian meraih bumbung kecil yang masih hangat itu.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.