Trah Prabu Brawijaya.
Seri 981
Mataram.
Baron Sekeber.
Anak kembar dari Genduk Suli dan Baron Sekeber itu pun menarik perhatian para prajurit itu. Anak-anak kecil yang terlihat kencang dan kuat. Kulitnya yang putih bersih dan matanya yang kebiruan serta rambutnya yang pirang sungguh berbeda dengan anak-anak di telatah Pati.
“Halo Pakde…., halo Pakde…., halo Pakde….!” Kedua anak kecil itulah yang menyapa kepada para prajurit dengan caranya dengan tidak merasa takut. Ia memang terbiasa menyapa orang-orang tua dengan cara itu.
Para prajurit pun menyambut sapaan anak-anak itu dengan tersenyum. Bahkan anak-anak itu kemudian berlarian untuk melihat kuda-kuda yang tertambat di pekarangan rumah. Mereka memang pernah melihat kuda ketika diajak ke pasar, kuda penarik andong. Namun kuda-kuda itu kini ditambatkan di samping rumahnya.
Dalam pada itu, setelah Baron Sekeber dan Genduk Suli berkabar keselamatan kepada para prajurit selaras dengan adat istiadat setempat, para prajurit menyampaikan maksudnya. Dijelaskan bahwa seharusnya setiap orang asing yang datang di wilayah Pati, harus memberi laporan kepada Kanjeng Adipati Pati di keraton Pati. Baron Sekeber yang sesungguhnya adalah seorang bangsawan dari negeri Spanyol memahami perintah dari Kanjeng Adipati tersebut. Memang seharusnya demikian. Baron Sekeber tidak menolak perintah dari Kanjeng Adipati Pati tersebut. Ia kemudian berbincang dengan sang istri, Genduk Suli. Keduanya kemudian sanggup untuk menghadap Kanjeng Adipati besuk pagi. Genduk Suli akan mendampingi Baron Sekeber pergi ke keraton. Karena Baron Sekeber belum fasih benar berbahasa setempat dan juga tentang adat istiadat. Genduk Suli ingin mendampingi agar tidak terjadi salah paham.
Selagi mereka berbincang, Mbok Suli menyuguhkan minuman dan ketela godok yang sempat dimasaknya.
“Silahkan diminum dan dinikmati suguhan seadanya ini, gusti…..!” Berkata Mbok Iyem.
“He he he sempat masak juga, Mbok…..?” Seloroh salah seorang prajurit. “Terimakasih Mbok….!” Lanjutnya.
“Lhaaah….., minuman masih panas banget. Kami mesti harus berlama-lama di sini….!” Lanjut prajurit itu.
Sambil menunggu minuman dingin, mereka sempat berbincang tentang berbagai hal. Bahkan Baron Sekeber dengan bahasanya yang belum lancar benar sempat bercerita tentang perahunya yang dihantam badai. Dan juga kisah-kisah selanjutnya. Ia juga sempat menyinggung negerinya yang ditempuh berhari-hati di tengah lautan. Negeri yang amat jauh dari pulau Jawa ini. Mereka bersama para pengiringnya semula ingin mencari rempah yang telah mereka dengar banyak terdapat di pulau ini. Namun nasib berkata lain. Ia yang kemudian terdampar di dusun Kliripan ini.
Sambil berbincang, akhirnya minuman wedang jahe habis juga. Ketela pendem pun telah dinikmati pula. Para prajurit itu kemudian benar-benar minta diri.
Mereka percaya bahwa Baron Sekeber dan Genduk Suli besuk akan pergi menghadap Kanjeng Adipati Pragola di Pati.
Sepeninggal para prajurit, Baron Sekeber dan Genduk Suli serta Mbok Iyem kemudian berembug rencana keberangkatan ke keraton Pati. Bagaimana berangkatnya. Jika berjalan kaki tentu sampai sore baru sampai. Bagaimana juga dengan anak kembar mereka, Danurwenda dan Sirwenda yang masih terlalu kecil untuk ditinggal.
“Danur dan Wenda harus aku ajak…..!” Berkata Genduk Suli yang tidak tega jika meninggalkan anak kembarnya di rumah. Mbok Iyem pasti kerepotan untuk momong cucunya yang tidak mau diam itu. Dan jika sudah bermain di sungai, mereka akan sulit untuk diajak pulang.
“Kita harus menyewa andong…..!” Berkata Baron Sekeber.
Di pagi buta itu, sebuah andong yang ditarik seekor kuda telah meninggalkan dusun Kliripan. Andong yang biasanya menunggu penumpang di pojok pasar. Kuda berderap tidak begitu kencang. Tentu berat bagi kuda itu untuk menarik beban lima orang.
Danurwenda dan Sirwenda senang sekali naik andong yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
…………..
Bersambung……….
**Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.