Pitutur Jawi: Basa Basuki

Basa: bahasa.
Basuki: selamat.

Basa basuki, kosa kata leluhur yang sudah jarang kita dengar kembali dalam tutur masyarakat Jawa. ( Maaf, sama sekali tidak menyangkut nama seseorang dengan nama Basuki, ini semata-mata ‘nguri-uri basa jawi’ )
Gabungan kata ‘basa basuki’ terdapat dalam Serat Wulangreh karya Paku Buana IV dalam tembang Pangkur.

Basa basuki maknanya adalah; ucapan atau ujaran kata-kata yang menyejukkan, terasa damai, memberi penghiburan, adem-ayem, menenteramkan, enak didengar, menyenangkan, memberi pengharapan bagi yang putus asa, mendamaikan perselisihan, meredakan ketegangan, meluluhkan kemarahan, memberi solusi bagi yang mengalami kebuntuan pikir. Juga ucapan yang mempunyai makna doa seperti; selamat jalan, selamat panjang umur, semoga bahagia, dirgahayu, hati-hati di jalan, doaku menyertaimu dan sebagainya.

Basa basuki, biasanya dimiliki oleh seorang resi, pendeta, ajar, orang yang dituakan atau seorang guru padepokan yang bijaksana dalam kisah-kisah legenda. Namun kita pun wajib berusaha melaksanakan dalam tata pergaulan masyarakat. Sesungguhnya semua orang bisa dan memang seharusnya melakukannya. Bertutur kata yang ‘basa basuki.’

Kebalikan dari kata ‘basa basuki’ yaitu; ujaran kebencian, umpatan, sumpah serapah, misuh-misuh, kemarahan, provokasi, fitnah, kata-kata tak pantas, gosip, intimidasi, penghasutan, pembohongan, kata-kata kasar, pornografi, ngompori – membesar-besarkan masalah, adu domba, kabar hoax dan sebagainya.

Peradaban Jawa semestinya menjadikan ‘basa basuki’ menjadi budaya tutur masyarakatnya, tata krama dan sopan santun menjadi ‘roh’ pergaulan.
Peradaban Jawa, semestinya jauh dari ujaran kebencian, sumpah serapah, berbicara kasar dan sebagainya seperti tertulis di atas.

Gambar hanya ilustrasi

Seorang penceramah yang tutur katanya adem-ayem menyejukkan justru tidak menjadi idola, kata mereka membosankan. Namun penceramah yang berbicara kasar dan menyebar kebencian justru dielu-elukan. Nara sumber yang provokatif justru mendapat panggung. Itulah ironi kenyataan.

“Simbah nate ngendika; padha-padha anggone ngobahke uwang, kena apa mocap kang ora prayoga? luwih becik kandha nganggo basa kang basuki amrih kepenak dirasakke ati.”

Terimakasih – maturnuwun.
(@SUN-aryo)

Sutanto Prabowo

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *