Bayaputih sedikit paham dengan yang diceritakan oleh Lasa itu. Bahwa perjalanan ke Prambanan bukanlah perjalanan yang ringan, namun penuh tantangan. Perjalanan yang penuh tantangan itu yang justru menarik bagi Bayaputih.
“Ayolah kita lanjutkan perjalanan…..!” ajak Bayaputih.
Mereka berdua pun kemudian menyusuri jalan menurun ke arah selatan. Perjalanan yang tidak dibatasi oleh waktu. Baginda Raja Demak pun memberi keleluasaan kepada putranya yang dibawa dari tanah seberang itu untuk berpetualang mencari pengalaman di telatah Jawa. Karena hal itu akan sangat bermanfaat sebagai bekal kehidupannya nanti. Namun demikian telah dipesannya pula agar berhati-hati dalam berpetualang, karena halangan bisa datang kapan saja.
Sementara itu, Ki Tanu telah tiba di pondoknya. Gendhuk Jinten telah mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya. Walau ia sedikit terlambat karena pulang dari sungai sudah terlalu siang. Namun demikian, ia bisa menyelesaikan pekerjaan sebelum Ki Tanu tiba. Ki Tanu pun tiba di pondok seperti biasa, tidak merasa ada perubahan apapun yang terjadi pada putrinya, Gendhuk Jinten. Segala sesuatu telah disiapkan oleh Gendhuk Jinten. Bahkan kemudian Ki Tanu banyak bercerita tentang penyuluhan yang dilakukan di kabekelan Pereng. Gendhuk Jinten bangga terhadap ayahnya yang bisa diterima oleh warga kademangan Pereng. Pondok yang ditempatinya pun tetap ramai dikunjungi oleh warga, baik yang ingin minta tolong kesembuhan, atau sekedar melihat-lihat pekarangan yang telah menjadi kebun buah. Tak sedikit pula warga yang datang untuk minta bimbingan kepada Ki Tanu tentang berbagai hal. Bahkan Ki Demang yang sudah semakin sepuh itu pun sering berkunjung ke pondok untuk saling bertukar pikiran dengan Ki Tanu.
Dalam pada itu, perjalanan Bayaputih dan Lasa telah sampai di kademangan Sangkalputung. Kademangan yang telah maju pula seperti halnya kademangan Pengging. Tanah di telatah kademangan Sangkalputung pun tak kalah subur dengan kademangan Pengging. Tanah yang datar dan luas berada di arah kidul wetan dari gunung Merapi yang terlihat menjulang tinggi. Sedangkan Pengging berada tepat di sisi timur dari gunung yang selalu mengepulkan asap dan melelehkan lahar panas itu. Dari tempat itu, gunung Merapi pun terlihat indah namun garang karena lelehan lahar terlihat jelas. Konon sering terjadi hujan abu di telatah itu.
Mungkin sekali abu gunung itulah yang membuat subur tanah ini.
“Heeemmm…..! tanah Jawa ini sungguh tanah yang subur, semua ijo royo-royo tanpa harus ditanam……!” kata Bayaputih.
“Benar pangeran, apapun yang ditanam di bumi ini bisa tumbuh dengan subur. Hanya di pegunungan di arah selatan itu yang berbatu-batu, pegunungan batu kapur yang membentang luas sampai di laut selatan……!” kata Lasa.
“Itu justru menambah kekayaan alam di bumi ini…..!” sahut Bayaputih.
“Apakah kau pernah berpetualang sampai di pegunungan kapur itu, Lasa…..?” tanya Bayaputih.
“Belum pangeran, namun salah satu teman seperguruan kami berasal dari telatah itu. Dialah yang banyak bercerita tentang telatah pegunungan kapur yang disebut pegunungan Sewu itu….! Dan jika akan ke pegunungan kapur itu masih harus melewati rawa-rawa yang sangat luas, rawa Jombor…..!” imbuh Lasa.
“Yang saya dengar, di telatah itu juga sudah ada kademangan yang maju, seperti Sambipitu, Ponjong, Tritis, Karangnangka dan sebagainya…..!” lanjut Lasa.
“Aku belum tertarik untuk berpetualang sampai ke telatah itu….! Candi-candi yang kau ceritakan itu yang menarik untuk aku kunjungi…..! Ayo kita lanjutkan perjalanan….!” kata Bayaputih.
“Kita akan menyeberang hutan, alas Benda dan kemudian alas Gondang. Apakah kita akan bareng rombongan dengan pengawalan atau berangkat terpisah saja…..?” tanya Lasa.
“Aku ingin tahu, jika pergi berombongan itu seperti apa. Kita ikut rombongan saja…..!” kata Bayaputih yang ingin menambah pengalan itu.
“Nanti kaulah yang harus menjawab segala pertanyaan dari pengawal atau siapa saja tentang kita. Namun jangan kau katakan tentang jati diri kita yang sebenarnya…..!” kata Bayaputih.
………..
Bersambung………
Petuah Simbah: “Berpetualang akan menambah wawasan dan pengetahuan.”
(@SUN)