Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(324)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Sementara itu, sudah sepekan ini Sultan Harya Penangsang menjalani laku. Ia selalu menyesali tidak tanggapnya akan maksud dari Kanjeng Sunan Kudus. Jika saat itu ia tanggap, tentu Jaka Tingkir telah tewas oleh pusaka keris Kiai Setan Kober. Jaka Tingkir yang tidak menduga dan lengah pasti bisa menjadi sasaran empuk keris Kiai Setan Kober. Namun yang terjadi tidaklah demikian. Justru ia kini yang menanggung akibatnya. Ia telah kehilangan tenaga dan kekuatannya karena tak ia sadari telah duduk di kursi yang telah diberi mantram Tadah Kalacakra oleh Kanjeng Sunan Kudus. Dan atas petunjuk Kanjeng Sunan Kudus pula ia kini harus menjalani laku selama empat puluh hari untuk memulihkan kekuatannya. Makanan dan minuman sudah diatur oleh Kanjeng Sunan Kudus sendiri. Dan ia tidak boleh keluar dari sanggar olah kanuragan.
Namun yang paling ia sesali adalah tertundanya penyerbuan ke Pajang. Semestinya pada pekan-pekan ini pasukan gabungan Demak Jipang dengan beberapa kadipaten telah bersiaga untuk menyerbu Pajang. Pada saat ini, Pajang pasti belum siap untuk menghimpun pasukan yang besar dan kuat. Saat yang tepat untuk menggilas Pajang yang masih kecil itu.
Namun demikian ia harus patuh kepada nasehat Kanjeng Sunan Kudus jika ingin cepat pulih tenaga dan kekuatannya. Dengan demikian pula ia tertunda untuk menuntaskan ilmunya.
Dalam pada itu, setelah lebih dari sepekan kepulangan Sultan Hadiwijaya, Ki Juru Martani dan Ki Pemanahan di Pajang, beberapa bregada prajurit telah berdatangan di Pajang. Bahkan pasukan dari Banyumas, dari Bagelen dan dari Tidar telah datang pula. Ada pula pasukan dari Bukit Menoreh yang bergabung dengan pasukan Tidar. Pasukan yang ditempatkan di Jatinom sebagian besar juga ditarik ke Pajang untuk memperkuat pasukan. Demikian juga pasukan penjaga kademangan Sangkalputung sebagian telah dikirim ke Pajang. Dari perbukitan Sewu juga ada bregada pasukan pengawal kemenangan Karangnongko. Ki Pemanahan memang pernah ke perbukitan Sewu itu karena saudara seperguruannya Ki Ageng Giring bertempat tinggal di perbukitan itu. Walau pasukan pengawal kademangan itu tidak banyak, namun tetap menambah kekuatan pasukan Pajang secara keseluruhan. Alam perbukitan yang keras membuat pasukan kecil itu menjadi pasukan yang tangguh.
Ki Penjawi bersama Mas Manca dan Mas Wila yang bertanggung jawab atas pasukan prajurit yang berdatangan itu.
Pasukan yang berdatangan itu ditempatkan di barak-barak prajurit yang dibuat untuk sementara. Setiap pagi mereka mengadakan latihan gelar perang untuk menjalin kerjasama antar pasukan yang berdatangan dari berbagai wilayah.
Ki Pemanahan-lah yang menguasai berbagai gelar perang.
Setiap pagi selalu berbeda gelar perang yang diperagakan bersama.
Pada kesempatan lain, mereka berlatih perang-perangan namun tidak dengan senjata yang sesungguhnya. Mereka memakai bambu atau kayu sebagai pengganti pedang atau tombak.
Bahkan mereka juga berlatih bersama dengan senjata lontar seperti tombak, lembing, panah, bahkan bandil pelontar batu pun mereka persiapkan.
Yang utama bagi mereka adalah menjalin kerjasama para prajurit yang berasal dari berbagai wilayah itu.
Hari itu pasukan besar dari Demak Bintara telah tiba. Pasukan itu gabungan dari pasukan Keling, pasukan Jepara, pasukan Demak Bintara dan Demak Prawata serta pasukan dari Bandar Semarang.
Pasukan besar yang datang itu membuat besar hati para prajurit yang telah terlebih dahulu tiba.
Sedangkan Raden Sutawijaya Mas Ngabehi Loring Pasar semakin giat menggebleng diri. Ia berlatih seorang diri di alun-alun pengkeran yang sudah terbiasa untuk berlatih. Ia terus mematangkan berlatih dengan senjata lontar seperti lembing dan tombak. Kini sasaran yang cukup jauh pun ia bidik dengan lontaran tombak. Dan selama ini tidak pernah meleset bidikan Raden Mas Danang Sutawijaya ke arah sasaran orang-orangan.
…………..
Bersambung………..
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.