Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(780)
Mataram.
Area makam di sisi utara bukit Jabalkat pepohonan rimbun dan angin yang semilir sejuk. Kicau burung bersahutan seakan menyambut para piyayi agung yang baru datang.
Panembahan Senopati beserta para pengiringnya dengan penuh hormat bersamadi di dalam cungkup makam. Tak ada yang berbincang, bahkan berbisik pun tidak, sungguh hening.
Ki Juru Kunci masih mengira bahwa mereka itu adalah bagian dari pasukan Pajang yang menyusul Kanjeng Sultan Hadiwijaya beserta para pengiringnya. Ki Juru Kunci masih heran, mengapa tadi tidak bisa dibuka oleh siapa pun sedangkan sekarang begitu mudah. “Ada apakah ini….?” Batin Ki Juru Kunci.
Ki Juru Kunci itu juga sudah mendengar bahwa pasukan Pajang gagal menyerbu Mataram. Bahkan seluruh prajurit Pajang telah meninggalkan Mataram. Termasuk Kanjeng Sultan Hadiwijaya beserta para pengiringnya tadi. Ada beberapa prajurit pengawal raja yang sempat bercerita. Namun tidak dikatakan bahwa pasukan Pajang kalah perang.
Setelah beberapa saat di dalam cungkup makam, mereka kemudian ke depan pintu gerbang. Di sana mereka lebih leluasa untuk berbincang. Ki Juru Kunci pun ada di antara mereka.
“Apakah Ki Juru Kunci telah mengetahui siapakah beliau itu…..?” Salah seorang pengiring Panembahan Senopati bertanya sambil menunjuk ke arah Panembahan Senopati.
“Apakah beliau salah satu senopati Pajang…..?” Ki Juru Kunci balik bertanya.
“Tentu bukan…..! Beliau adalah Kanjeng Panembahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama dari Mataram……!” Jawab prajurit pengiring Panembahan Senopati.
“Heee….., benarkah…..? Bagaimana mungkin bisa sampai di tempat ini….?” Ki Juru Kunci heran bagaimana mungkin Panembahan Senopati beserta pasukan pengiringnya sampai di tempat ini. Bahkan akan menyusul Kanjeng Sultan Hadiwijaya beserta para pengawalnya. Apakah nanti tidak akan terjadi pertempuran….? Sepertinya, jumlah prajurit pengawal Kanjeng Sultan Hadiwijaya dan prajurit pengiring Panembahan Senopati tidak terpaut banyak.
Ki Juru Kunci itu pun khawatir jika terjadi pertempuran.
“Sungkem bakti kami, Kanjeng Panembahan Senopati…..!” Berkata Ki Juru Kunci dengan sikap hormat setelah dekat dengan Panembahan Senopati.
“Jangan berlebihan Paman…..! Bersikaplah sewajarnya saja….!” Balas Panembahan Senopati.
“Kami tidak akan mengejar Kanjeng Sultan dan para pengawalnya. Kami hanya ingin mengetahui apakah di sekitar tempat ini berhimpun pasukan Pajang yang siap untuk menyerbu Mataram lagi…..!” Dalih Panembahan Senopati.
“Setahu kami tidak ada prajurit dari mana pun selain sepasukan prajurit yang bersama Kanjeng Sultan tadi…..!” Berkata Ki Juru Kunci.
“Oooh….., jika demikian, kami akan kembali ke Mataram. Semoga tempat ini selalu aman dan damai….!” Berkata Panembahan Senopati yang kemudian minta diri.
Panembahan Senopati beserta pasukan berkuda yang mengiringinya segera memacu kudanya untuk segera tiba di barak pasukan Mataram di Randu Gunting. Mereka belum tahu ada perkembangan apa setelah untuk beberapa saat mereka tinggalkan.
Dalam pada itu, perjalanan Kanjeng Sultan Hadiwijaya beserta pengiringnya terus melanjutkan perjalanan. Gajah walau tinggi besar, namun tidak bisa secepat kuda.
Tiga orang prajurit pengawal raja harus mendahului untuk mencari tempat beristirahat bagi mereka dan terutama untuk gajah dan kuda-kuda mereka. Mereka berusaha untuk bisa mendapatkan minum dan makan seperlunya. Minuman yang paling mudah adalah degan kelapa muda.
Di sepanjang jalan jalur selatan itu tidak ada warung yang cukup besar untuk melayani lebih dari limapuluh orang.
Kanjeng Sultan Hadiwijaya yang masih pucat itu tak ingin menginap di perjalanan. Mereka memang harus dia tiga kali beristirahat untuk memberi kesempatan gajah dan kuda-kuda mereka beristirahat untuk minum dan makan secukupnya. Mereka memilih di rumah seorang Bekel atau seorang Demang. ……………….
Bersambung……….
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.