Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Sengara.
Mereka tengok kiri tengok kanan untuk meyakinkan bahwa ia adalah yang terakhir muncul di permukaan.
“Aku menang…..!” teriak seorang anak yang merasa muncul paling akhir, karena setelah kemunculannya tidak ada anak yang muncul lagi. Mereka memang belum sempat memperhatikan apakah mereka sudah komplit atau belum.
Mereka semua terkejut ketika beberapa saat kemudian Jaka Sengsara baru muncul.
“Horeee……, Jaka yang terakhir…..! Jaka pemenangnya….!” teriak mereka.
Mereka pun kemudian bertepuk tangan riuh karena sudah tidak ada yang menyelam lagi.
“Tidak….! harus diulangi lagi….! Aku masih mampu lebih lama lagi…..!” teriak anak yang tadi sudah merasa menjadi pemenang. Anak yang termasuk lebih gede dari anak-anak lainnya.
“Itu tidak perlu, Jaka sudah jelas menjadi pemenangnya…..!” bela anak paling gede.
“Tidak..! Aku tantang Jaka menyelam lagi, atau adu bantingan….!” tantang anak yang merasa tidak kalah itu.
Pemancing tua itu membiarkan dahulu anak-anak itu menyelesaikan masalah mereka. Jika akan membahayakan anak-anak itu baru ia akan ikut campur.
“Kalau bantingan, aku lawamu, bukan Jaka yang jauh lebih muda dan lebih kecil dari kau….!” tantang balik anak paling gede itu.
Anak yang merasa tidak kalah itu terdiam, karena ia selalu kalah dengan anak paling gede itu jika bantingan. Bantingan adalah istilah anak-anak itu jika bergelut di tanah. Ada juga yang mengistilahkan mbek-mbek-an, jika sudah tidak berdaya akan berkata “mbeeek….” seperti suara kambing. Dan yang mengembik akan dinyatakan kalah.
“Ayo tanding menyelam lagi melawan aku, Jaka….! Jika aku kalah, kau aku gendong menyeberang sungai…..!” tantang anak yang merasa tidak kalah dan akan mampu mengalahkan Jaka Sengara. Ia sendiri sering gogoh ikan – menangkap dengan tangan sambil menyelam.
“Bagaimana, Jaka…..?” tanya anak paling gede itu.
Jaka Sengara hanya mengangguk kecil tanda menyetujui tantangan kawannya yang lebih gede itu.
“Baik…..! Simbah menjadi saksi…..!” kata anak paling gede itu sambil menoleh kepada pemancing.
Pemancing itu tersenyum dan hanya mengacungkan jempol – ibu jari tangan kanannya. Namun pemancing itu juga kagum kepada anak yang paling dewasa itu yang bisa mengatasi masalah mereka sendiri.
“Ayoo keduanya bersiap, kita menjadi saksi, tidak boleh ada yang curang. Kalau sudah kalah harus berani mengakui kekalahannya…..!” kata anak yang paling besar.
Jaka Sengara dan anak yang menantangnya itu pun bersiap. Jaka Sengara menarik nafas dalam-dalam dan kemudian melepaskannya pela-pelan, dua tiga kali ia ulangi sebelum lomba menyelam dimulai.
“Aku hitung tiga kali…..! satuu…., dua……, ti……ga…!” aba-aba anak yang paling besar.
Dengan menekan hidung dengan tangan kirinya, Jaka Sengara langsung menyelam. Demikian pula anak yang menantangnya itu.
Pemancing itu pun menyaksikan adu menyelam sambil tetap memancing. Tetapi seakan ia tidak memperhatikannya. Namun ia berharap bahwa Jaka Sengara akan mampu memenangkan perlombaan.
Mereka, anak-anak yang menyaksikan adu menyelam itu pun semua diam, menunggu detik-detik kemunculan salah seorang dari mereka. Mereka pun ikut menahan nafas, seakan dia sendiri yang menyelam.
Menurut pengalaman anak-anak itu, mereka berdua sudah termasuk lama belum muncul juga. Namun setiap orang memiliki keterbatasan menahan nafas.
Tetapi Jaka Sengara memiliki caranya sendiri dalam usaha bertahan di dalam air. Ia mengalihkan pikiran dengan menghitung dalam batin, mulai dari satu, dua dan seterusnya.
Tiba-tiba; “Uaaahc…..! Mana Jaka, mana Jaka…..!” anak yang menantang itu telah muncul di permukaan.
Tidak ada yang menjawab, namun yang ia cari belum tampak. Baru sesaat kemudian muncul Jaka Sengara.
“Uuuuch…..!” Jaka muncul sambil mengusap wajahnya yang kuyup oleh air.
Anak-anak pun kemudian bersorak dan bertepuk tangan.
“Jaka menang….., Jaka menang…..!” teriak anak-anak itu.
……………
Bersambung…………
Petuah Simbah: “Berilah kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.