Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging.
Sultan Trenggono diberi gelar oleh Sunan Gunungjati, salah seorang ulama yang dihormati dengan sebutan Sultan Ahmad Abul Arifin.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Sultan Trenggono adalah menjalin hubungan yang erat dengan kerajaan di bang kulon. Kerajaan-kerajaan itu antara lain; Sunda Kelapa, Cirebon dan Banten. Para ulama pun mengirim para pendakwah ke wilayah bang kulon tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, kepercayaan baru tersebut berkembang pesat di wilayah bang kulon.
Setelah keberhasilannya mempererat hubungan dengan negeri-negeri di wilayah bang kulon, Sultan Trenggono mempererat dan memperkuat pemerintahan di bang tengah bagian barat. Negeri-negeri tersebut antara lain Bagelen, Banyumas dan Pekalongan. Berkat peran para ulama, negeri-negeri tersebut terjalin hubungan yang erat dengan Kasultanan Demak Bintara. Demikian pula penyebaran kepercayaan baru berkembang dengan pesat.
Sultan Trenggono adalah seorang raja atau sultan yang bijak dan berwibawa sehingga banyak negeri atau kadipaten-kadipaten yang bersedia di bawah pemerintahannya tanpa harus dengan peperangan. Demikian pula kadipaten Jipang Panolan, Kudus, Lasem, Jepara dan juga Pajang telah bergabung dengan pemerintahan Demak Bintara.
Kini Sultan Trenggono telah dikaruniai patra putri yang gagah dan cantik, mereka adalah; Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat, Ratu Mas Cempaka dan Pangeran Timur.
Sunan Prawoto sering diajak oleh Sultan Trenggono untuk berkeliling ke negeri-negeri. Ia berharap Raden Prawoto kelak bisa menggantikannya sebagai Sultan di Demak Bintara ini.
Setelah bang kulon dan bang tengah telah bisa disatukan ke dalam pemerintahan Kasultanan Demak, maka Sultan Trenggono akan merambah ke wilayah bang wetan yang telah mulai kendor sejak gagalnya penyerbuan ke Semenanjung Malaka yang memakan banyak korban prajurit.
Kadipaten-kadipaten itu tak lagi mengirimkan upeti ke pemerintahan Demak Bintara. Oleh karena itu, Sultan Trenggono ingin mengembalikan kejayaan seperti pemerintahan sebelumnya, demikian juga upeti yang mesti diserahkan ke keraton Demak Bintara.
Sementara itu, Pengging yang sebelumnya adalah sebuah kademangan kecil, miskin dan gersang sehingga luput dari kewajiban upeti. Bahkan sampai kini ketika Pengging telah berkembang menjadi sebuah wilayah yang makmur, upeti itu masih terabaikan.
Dalam pada itu, para pendatang dari berbagai daerah telah datang ke telatah Pengging. Konon ada beberapa trah keraton Majapahit yang datang ke Pengging dan kemudian menetap di tempat itu. Mereka mendengar bahwa sesungguhnya Ki Ageng Pengging adalah trah Majapahit juga. Salah satu dari mereka adalah Dyah Hayu Retno Pambayun yang pernah terlunta sampai di Blambangan. Ia yang kemudian diperistri oleh Ki Ageng Pengging.
Dahulu, ibu dari Ki Ageng Pengging adalah Gendhuk Jinten yang telah memberikan nama ningrat kepada Jaka Sengara. Nama ningrat tersebut kini telah berani disematkan oleh Ki Ageng Pengging sebagai namanya yakni Ki Ageng Handayaningrat.
Dalam percepatan cerita, kini Ki Ageng Pengging alias Ki Ageng Handayaningrat telah berputra dua orang perjaka yang gagah dan tampan, mereka diberi nama Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara. (Dalam versi yang lain, ada anak ketiga dari putra Ki Ageng Pengging, yakni Kebo Amiluhur yang dikemudian hari bergelar Ki Ageng Butuh. Namun versi lain menyebutkan bahwa Kebo Amiluhur adalah saudara namun bukan sekandung)
Kedua putra Pengging itu, Kebo Kenanga dan Kebo Kanigara telah digembleng dalam olah kanuragan dan juga olah jayakasantikan.
Kebo Kenanga juga mendapat bimbingan kepercayaan baru, namun oleh ulama yang berbeda aliran dengan para ulama di Demak Bintara, dialah ulama Syeh Siti Jenar.
Sedangkan Kebo Kanigara tetap teguh dengan kepercayaan para leluhur Majapahit. Namun demikian, kedua orang bersaudara itu tetap hidup rukun.
…………
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Walaupun berbeda aliran kepercayaan, namun tetap hidup rukun.”
(@SUN)
**Kunjungi stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.