Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#40

Bayaputih melihat Gendhuk Jinten berjalan menuju ke bawah pohon ketepeng yang rimbun. Dibawah pohon itu dibuat bangku dingklik yang bisa untuk beristirahat dengan berselonjor kaki. Bangku dingklik itu terlindung oleh pepohonan perdu. Jika ada yang beristirahat di tempat itu tak terlalu menarik perhatian. Namun dari tempat keberadaan Bayaputih bangku dingklik itu bisa terlihat walau tersamar oleh rimbunnya pepohonan perdu. Ia melihat Gendhuk Jinten mengibas-ibaskan rambutnya setelah mandi keramas.
Bayaputih secara samar melihat Gendhuk Jinten berselonjor di bangku dingklik tersebut. Punggung dan kepala Gendhuk Jinten bersandar di pohon ketepeng.
Beberapa saat Bayaputih masih menunggu di tempat yang terlindung. Bayaputih melihat Gendhuk Jinten menutup matanya dengan selendang. Mungkin saja sedikit silau karena sinar matahari kadang menerobos dari sela-sela dedaunan.

Sementara itu, Lasa masih berada di pekarangan yang banyak pohon buah-buahan yang sudah mulai berbuah. Jambu Dersana berbuah merah lebat. Siapapun boleh memetik dan memakan sepuasnya di tempat, namun tidak boleh dibawa pulang. Lasa sedang berbincang dengan beberapa pengunjung yang juga sedang memetik buah jambu Dersana tersebut. Namun sesungguhnya, Lasa sedang mengamati keadaan agar perkenalan gustinya tidak terganggu. Walau demikian, Lasa tahu bahwa gustinya yang menamakan dirinya Bayaputih itu tak ubahnya buaya darat yang gemar menerkam mangsa. Sesungguhnya ia khawatir juga jika Bayaputih itu akan menerkam Gendhuk Jinten dan kemudian diketahui oleh ayahnya, Ki Tanu. Ia tahu bahwa Bayaputih itu tak akan mampu menghadapi Ki Tanu jika harus berhadap-hadapan. Bahkan jika ia membantunya sekalipun.

Dalam pada itu, Ki Tanu telah sampai di pedukuhan Pereng bersama Ki Demang Pengging dan Ki Ulu-ulu beserta beberapa orang perangkat kademangan. Mereka diterima dengan senang oleh Ki Bekel Pereng beserta warga yang ingin maju dalam olah pertanian. Nama Ki Tanu telah kondang di seluruh kademangan Pengging. Mereka percaya bahwa Ki Tanu akan menularkan ilmu bertani, berternak maupun perikanan. Walaupun Ki Tanu adalah orang njeron beteng – di dalam lingkup keraton, namun Ki Tanu kaya akan pengalaman karena pengembaraannya di masa muda. Ki Tanu pun pandai berbicara sehingga menarik dalam penyampaian ilmunya. Begitu bergairahnya warga mengikuti penyuluhan yang disampaikan oleh Ki Tanu. Demikian pula Ki Tanu pun senang karena perhatian yang besar dan sungguh-sungguh dari warga kabekelan Pereng.
Ki Tanu sama sekali tak terpikirkan tentang Gendhuk Jinten yang ditinggalkannya di pondok. Selama ini Gendhuk Jinten memang sering ditinggal seorang diri dan tidak pernah ada permasalahan sama sekali.

Sementara itu, Bayaputih telah yakin bahwa Gendhuk Jinten telah tertidur di bawah pohon gayam yang rimbun dan anginnya semilir. Ia kemudian berjingkat mendekati keberadaan Gendhuk Jinten. Ia adalah seorang pangeran muda yang sering tidak mampu menahan gejolak hasrat kelelakiannya. Demikian pula saat itu, sejak ia menyaksikan Gendhuk Jinten mencuci pakaian dan sesekali jarit basah yang dikenakannya melorot, gejolak nafsu Bayaputih selalu memburu.
Dengan sangat berhati-hati, Bayaputih melangkah mendekati Gendhuk Jinten yang terlelap. Ia telah menyiapkan sapu tangan yang dibasahi wewangian yang membuat setiap orang yang menghirupnya akan lemas tak berdaya, bahkan bisa pingsan dibuatnya.
Kini Bayaputih telah berada disamping Gendhuk Jinten yang matanya ditutup selendang.
Dengan sigap Bayaputih membekap hidung Gendhuk Jinten. Gendhuk Jinten sempat sedikit meronta, tetapi tak sempat menjerit, dan kemudian ia lemas tak berdaya.
Bayaputih sejenak termangu, usahanya berhasil. Ia kemudian mendongak keluar, mengamati situasi, jangan-jangan ada orang yang memergoki. Atau justru Lasa tiba-tiba datang. Namun Bayaputih yakin bahwa tidak ada seorangpun yang tahu apa yang ia lakukan.
Selendang yang menutupi mata Gendhuk Jinten disingkapnya.
“Heeemm…..! sungguh sangat cantik gadis pegunungan ini…..!” batin Bayaputih sambil menelan ludah.
………..
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Jika hasrat tak terkendali, nalar tak lagi berfungsi.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *