Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(191)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Dadung Awuk bergumam untuk dirinya sendiri; “Gila anak ini…..! Tangannya seperti linggis besi. Tetapi aku tak ingin ia tahu bahwa tanganku pun terasa nyeri…..!”
“Aku memang terkejut bahwa kau pun memiliki bekal, walau masih mentah. Ajianmu tak aku rasakan sama sekali…..!” Dadung Awuk mengejek Jaka Tingkir.
Mungkin benar yang dikatakan oleh Dadung Awuk, bahwa separuh dari ajian Tamengwaja itu tak berpengaruh bagi Dadung Awuk, karena ilmu kebal Dadung Awuk yang telah sempurna. Oleh karena itu, Jaka Tingkir ingin sedikit meningkatkan tataran ajiannya. Ia ingin benar-benar menghantamkan ajian Tamengwaja dalam tataran sedikit di atas separuh dari puncak ilmunya. Jaka Tingkir berharap Dadung Awuk akan terhuyung dan kemudian akan diringkus hingga tak berdaya.
Tiba-tiba Dadung Awuk kembali menyerang dengan gencar dari segala arah, baik pukulan dengan kedua tangannya maupun tendangan silih berganti. Jaka Tingkir masih berusaha untuk berkelit dengan ringannya. Tak sekalipun serbuan Dadung Awuk itu menemui sasaran. Meskipun seandainya mengenai sasaran, Jaka Tingkir telah melambari dengan ajian Tamengwaja. Jaka Tingkir tergelitik untuk mencoba menjajal ajian Tamengwaja untuk menahan gempuran Dadung Awuk. Jaka Tingkir sengaja menahan hantaman Dadung Awuk dengan dadanya.
“Tuaaang…..!” Hantaman Dadung Awuk tertahan ajian Tamengwaja di dada Jaka Tingkir.
Mereka yang menyaksikan terperangah. Mereka mengira Jaka Tingkir akan terkapar di tanah alun-alun pungkuran. Namun yang terjadi sebaliknya, Dadung Awuk-lah yang kembali meloncat mundur dengan menahan nyeri yang teramat sangat di kepalan tangannya. Kesempatan kali ini tidak disia-siakan oleh Jaka Tingkir. Permainan sudah terlalu lama untuk memberi pelajaran kepada Dadung Awuk. Sebuah hantaman dengan dilambari ajian Tamengwaja sedikit di atas separuh dari puncak ilmunya. Jaka Tingkir yakin bahwa Dadung Awuk akan tak berdaya dan kemudian akan diringkusnya.
“Duueeeszt…..!” Hantaman Jaka Tingkir tepat mendarat di ulu hati Dadung Awuk.
“Auuuhhcg……!” Dadung Awuk mengeluh tertahan. Ia langsung terjengkang dan kemudian terkapar terlentang di tanah alun-alun.
Sorak sorai meledak dengan gegap gempita. Orang-orang yang menyaksikan telah menahan beberapa lama untuk melihat Jaka Tingkir mengadakan serangan balasan. Kini yang mereka tunggu telah terjadi dengan telak.
Kawan-kawan Dadung Awuk yakin bahwa saudara seperguruannya itu akan segera meloncat bangun untuk membalas serangan yang lebih dahsyat.
Jaka Tingkir tak segera menubruk Dadung Awuk yang masih terlentang seperti rencana semula. Dibiarkannya Dadung Awuk agar bangkit dan kemudian akan dihajarnya kembali.
Senopati Brajamusti melihat sendiri, bagaimana Jaka Tingkir menghantam dengan telak Dadung Awuk tepat di ulu hatinya. Ulu hati adalah sasaran yang paling rawan untuk seorang manusia.
Namun untuk beberapa saat Dadung Awuk tetap terlentang dan tak segera bangun. Dalam keadaan seperti itu, Jaka Tingkir akan dengan mudah menelikung Dadung Awuk. Namun Jaka Tingkir masih tetap menunggu Dadung Awuk yang sepertinya tak sadarkan diri, pingsan.
Kawan-kawan Dadung Awuk segera mendekati saudara seperguruannya itu.
“Kakang Dadung……! Kang……, Kakang Dadung Awuk….., sadar Kang….., sadar. Bangun Kang….., bangun……!” Kata kawan Dadung Awuk sambil menggoncang-goncang tubuhnya.
Namun yang digoncang-goncang tetap diam tak bergerak.
Sudah tidak terdengar sorak sorai dan tepuk tangan lagi. Kini suasana justru hening, menunggu dan ingin tahu apa yang sesungguhnya telah terjadi.
Senopati Brajamusti kemudian mendekati Jaka Tingkir untuk memeriksa Dadung Awuk. Demikian pula para prajurit yang diperbantukan.
Senopati Brajamusti dan Jaka Tingkir segera berlutut di samping tubuh Dadung Awuk yang masih diam tak bergerak.
Jaka Tingkir cemas, karena Dadung Awuk terlihat pucat pasi dan tak bergerak sama sekali.
……………
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Orang sombong itu karena kosong. Orang yang congkak akhirnya tergeletak.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.