Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1030
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Mereka para pria bergantian memikul gamelan dan gendang untuk mengiringi tarian teledek nantinya. Mereka memang tidak mencari uang dari mbarang teledek tersebut. Namun melaksanakan perintah Kanjeng Panembahan Senopati untuk mewujudkan gelar perang Rantai Emas. Mereka, seluruh rombongan itu telah paham arti dari gelar perang rantai emas tersebut. Yakni, rantai dimaknai sebagai penjerat sedangkan emas adalah sesuatu yang sangat berharga. Yaitu ingin menjerat musuh namun dengan umpan yang sangat berharga. Mereka dalam rombongan itu sesungguhnya terdiri dari orang-orang, bahkan prajurit yang berilmu tinggi, termasuk Nyi Adisara sebagai seorang prajurit wanita. Mereka memang tidak terlihat membawa senjata apapun. Namun pikulan yang terbuat dari bambu lentur itu bisa menjadi senjata. Bahkan pemukul gamelan pun bisa menjadi senjata bila diperlukan. Demikian pula bilah-bilah gamelan pun bisa menjadi senjata pula. Bahkan selendang dari Nyi Adisara pun bisa menjadi senjata. Mereka memang harus melindungi keselamatan Gusti Putri Pembayun – putri dari Kanjeng Panembahan Senopati sendiri.
Akhirnya menjelang siang, mereka telah sampai di sendang Kasihan. Ki Sandi Sasmita memang sudah sering mandi di sendang itu. Ada dua tempat yang bisa untuk mandi. Yang satu berupa belik di bawah pohon yang rimbun dan terlindung. Di tempat ini diperuntukkan bagi para wanita. Sedangkan yang satu berupa pancuran di lereng bukit yang diperuntukkan bagi pria. Bahkan jika bisa berenang, sedangnya sendiri bisa untuk mandi sambil berenang. Kebetulan di hari menjelang siang itu tidak terlihat warga yang pergi ke sendang. Mungkin saja mereka sedang ke kadang atau ke pasar.
Setelah selesai mandi, mereka berdandan layaknya mbarang teledek yang sesungguhnya. Gusti Putri Pembayun berdandan sederhana, namun menampakkan kecantikan alaminya, sungguh cantik mempesona. Demikian pula Nyi Adisara walau telah jauh lebih berumur dari pada Gusti Putri Pembayun, namun kecantikannya masih tampak dan tangan dan kakinya terlihat kencang karena ia adalah seorang prajurit wanita.
Di bagian atas dari sendang itu ada pelataran yang cukup luas yang berumput hijau.
Mereka telah selesai berdandan dan kemudian naik ke pelataran yang cukup luas itu.
Warga sekitar sendang terkejut karena mendengar alunan gending yang jarang sekali mereka dengar. Apalagi arah alunan gending itu sepertinya dari arah sendang Kasihan.
Mereka pun kemudian berbondong-bondong ke arah sendang Kasihan. Mereka ingin tahu ada apa gerangan.
Benar saja, di pelataran di sebelah atas dari sendang Kasihan tengah berlangsung tarian oleh dua orang penari. Alunan gamelan dan gendang pun menghentak-hentak, seakan memang memanggil para penonton.
Yang terjadi memang demikian, para penonton dari sekitar sendang berdatangan dari segala arah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, para penonton telah berdatangan. Bahkan alunan gamelan dan gendang itu bisa terdengar sampai jarak yang cukup jauh.
Mereka yang telah datang terpukau oleh penampilan dua orang penari. Penari yang lebih muda gemulai lemah lembut. Sedangkan yang seorang lagi tegas dengan gerakan lincah dan mantap.
Mereka terlebih para pria terpesona dengan kecantikan sang penari yang lebih muda. Mereka belum pernah melihat seorang wanita yang secantik itu. Penari dengan perawakan sedang dengan kulit haluskuning langsat. Mata kocak blalak-blalak namun jernih. Hidung mbangir namun tidak menonjol. Bibir tipis namun selalu tersungging senyum. Gunung kembar tidak terlalu menonjol namun membuat jakun setiap lelaki naik turun. Jari-jarinya lentik dengan tangan seperti gandewa panah yang direntangkan. Bahkan sepasang tumitnya putih halus bagai telur ayam.
Mereka yang datang semakin siang semakin banyak, tua muda, lelaki perempuan.
………..
Bersambung………
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.