Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1069
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Tidak terpikirkan sama sekali oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya bahwa mertuanya adalah Kanjeng Panembahan Senopati sang penguasa Mataram. Ia benar-benar percaya bahwa Ni Madusari berasal dari dusun Gendingan tak jauh dari Candi Kalasan, sama seperti rombongan teledek tersebut. Gusti Putri Pembayun maupun rombongan teledek masih rapat menyimpan rahasia itu.
Ketika Ki Sandinama dan kawan-kawan-nya minta pamit, Ki Sandi Sasmita sempat berbisik bahwa penjual angkringan di pojok kidul kulon adalah prajurit sandi Mataram. Ia tidak sendiri. Jika Gusti Putri Pembayun memerlukan bantuan bisa menghubunginya.
“Baik Paman…..!” Berkata Gusti Putri Pembayun.
Namun rombongan Ki Sandinama benar-benar meninggalkan kedaton Mangir. Mereka ingin segera sampai di Mataram. Perjalanan singkat sebagai pengamen mbarang teledek sungguh sangat mengesan bagi mereka. Mereka tidak mengira sama sekali akan terjadi seperti yang telah terjadi. Harapan mereka wibawa Mataram harus tetap ditegakkan. Tanah Perdikan Mangir harus menjadi bagian dari Mataram. Mereka percaya bahwa Ki Patih Mandaraka pasti akan menemukan caranya.
Sementara itu, kekuasaan Mataram semakin luas. Untuk beberapa waktu tidak ada pertentangan, dengan kadipaten-kadipaten, apalagi pemberontakan, baik dari bang kulon, bang tengah maupun bang wetan. Hampir semuanya mengakui kuasa Mataram. Para adipati setiap lapan – tiga puluh lima hari selalu menghadiri pasewakan agung di Mataram. Mereka datang tentu dengan membawa upeti bagi keraton Mataram. Mereka tidak berkeberatan karena jika di kadipaten mereka terjadi pergolakan, pasukan Mataram tidak akan tinggal diam. Dalam pada itu, pasukan Mataram memang semakin tangguh terutama pasukan berkuda. Pasukan berkuda yang jumlahnya besar akan siap dikirim ke mana pun. Kadipaten-kadipaten di bang wetan yang selama ini sering terjadi pergolakan, kini telah reda. Itu tak lepas dari peran Adipati Blambangan, Prabu Siung Laut yang telah berbesan dengan Kanjeng Panembahan Senopati. Sejak pernikahan Putri Sedah Merah dengan Raden Mas Jolang beberapa waktu yang lalu. Para Adipati di bang wetan tentu sungkan dengan Prabu Siung Laut yang mereka ketahui berilmu tinggi. Dan pasukan Blambangan pun dikenal tangguh. Mereka tak ingin berselisih dengan Kadipaten Blambangan.
Sementara itu, perjalanan rombongan Ki Sandinama dari Mangir kembali ke Mataram lancar tanpa halangan. Jarak yang tidak jauh itu ditempuh dalam satu hari saja. Sebelum petang mereka telah sampai di kepatihan. Mereka memang ingin menghadap Ki Patih Mandaraka terlebih dahulu sebelum menghadap Kanjeng Panembahan Senopati.
Mereka diterima dengan ramah oleh Ki Patih Mandaraka. Ki Patih Mandaraka sedikit banyak telah tahu apa yang terjadi di Mangir. Kemarin dua orang prajurit sandi telah melaporkan dengan rinci.
“Wayangnya gayeng – ramai dan meriah Ki…..?” Bertanya Ki Patih Mandaraka.
“Tinggal mengulang yang pernah kami pentaskan di Pandan Simping Ki Patih….!” Berkata Ki Sandinama.
“Dari sore sampai bubar, penonton tidak berkurang, bahkan semakin berjubel….!” Timpal Ki Suradipa.
“Bahkan Ki Ageng Mangir Wanabaya juga ngebyar – menonton sampai pagi, bahkan sampai bubar. Beliau terlihat bergembira…..!” Imbuh Ki Jaya Supanta penabuh gong yang bisa melihat ke sebalik kelir.
“Syukurlah jika demikian…..!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
“Kami mengaku dari Gendingan, Kalasan Ki Patih. Saya memang mempunyai saudara di Gendingan….!” Sahut Nyi Adisara.
“He he he….. Aku juga tahu bahwa di Gendingan ada seperangkat gamelan di rumah Ki Bekel…..! Aku pernah berkunjung ke rumah Ki Bekel Gendingan….!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
Mereka, rombongan yang dipimpin oleh Ki Sandinama itu berbincang akrab dengan Ki Patih Mandaraka. Ki Patih Mandaraka memang ramah kepada siapapun. Mereka saling sahut dan tambah menambahi cerita sambil menikmati minuman dan nyamikan yang disajikan.
…………
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.