Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1078
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Salah seorang prajurit sandi dari Mataram yang ditempatkan di telatah Sunda Kelapa tertarik dengan kehadiran pasukan berkulit putih itu. Ia dengan sengaja ikut mengerjakan pembuatan barak pasukan yang memang memerlukan tenaga setempat. Walau itu bukan pekerjaannya dalam penyamaran. Ia berusaha berpenampilan sewajarnya sebagai warga setempat sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Ia memang sudah banyak mengenal warga setempat karena pekerjaannya jual beli wesi aji. Ia dengan senang hati ikut mengerjakan ruangan yang menurut rencana untuk menyimpan berbagai perbekalan. Sebagai seorang prajurit dan sebagai seorang penjual dan pembeli barang wesi aji, ia sangat tertarik dengan senjata ledak yang ditenteng oleh hampir semua orang bule tersebut. Senjata itulah yang ditakuti oleh setiap lawan. Konon senjata itu bisa menembus ilmu kenal seberapa pun tingginya ilmu seseorang. Pantaslah bahwa pasukan kulit putih itu sulit ditaklukkan oleh pasukan dari kerajaan-kerajaan di pulau ini.
“Kanjeng Panembahan Senopati harus tahu tentang hal ini. Setangguh apapun pasukan lawan jika berhadapan dengan pasukan yang bersenjata ledak tentu akan kesulitan….!” Batin prajurit sandi itu. Ia telah merencanakan sesuatu sehubungan dengan senjata ledak itu. Ia kemudian menghubungi sejawatnya untuk melancarkan rencananya.
Malam itu ia telah berembug dengan sejawatnya. Ia menyatakan bahwa ia telah menemukan peluang untuk mewujudkan niatnya.
“Usung semua wesi aji di rumahku. Pindahkan ke tempat yang aman. Pada saatnya rumahku pasti akan digeledah. Dan kita akan segera melarikan diri dengan berkuda ke Mataram…..!” Berkata prajurit sandi itu kepada temannya.
Malam itu mereka benar-benar memindahkan barang berharga, terutama wesi aji ke tempat yang aman. Dan dini hari nanti mereka akan bertindak. Dua ekor kuda telah disiapkan untuk melarikan diri, juga perbekalan yang diperlukan.
Ia telah mengetahui tempat penyimpanan senjata ledak untuk sementara sebelum barak prajurit semua siap ditempati. Ia telah mengamati dua tiga malam, terutama kelemahan penjagaan barang-barang milik pasukan itu. Mereka pasti tidak akan mengira bahwa apa yang akan ia rencanakan itu akan terjadi. Seandainya ia gagal dan diketahui, ia pasti akan bisa melarikan diri di malam yang gelap itu. Beruntung, malam menjelang dini hari itu hujan gerimis. Orang-orang bule itu pasti tidak mengira akan ada seseorang yang mengendap-endap memasuki barak yang belum sepenuhnya jadi itu. Mereka mengira bahwa barang-barang pasti aman karena warga setempat tak akan tahu kegunaannya. Namun yang mengendap-endap itu adalah seorang prajurit sandi yang terlatih dan memiliki bekal olah kanuragan.
Namun demikian, ia harus sangat berhati-hati. Beruntungnya hujan semakin deras. Ia kini telah berhasil masuk barak penyimpanan senjata ledak. Dengan hati-hati ia berhasil melolos dua barang senjata, demikian pula beberapa selongsong peluru. Dengan hati-hati pula ia merangkak keluar. Sungguh, alam seakan membantunya dengan hujan yang semakin deras. Ia segera menyusup di gelapnya malam tanpa peduli pakaiannya yang basah kuyup. Sungguh pekerjaan yang tanpa hambatan sama sekali. Ia segera menemui sejawatnya yang telah menunggu dengan dua ekor kuda.
“Ayo segera kita tinggalkan tempat ini…..!” Ajak prajurit sandi itu.
Mereka pun segera melajukan kudu-kudanya. Namun dengan tidak terlalu kencang agar tidak menarik perhatian. Mereka yakin, orang-orang bule itu belum menyadari bahwa dua barang senjata ledak telah ia bawa. Bahkan besuk pagi pun belum tentu serta merta diketahui.
Setelah keadaan dianggap aman, dua orang prajurit sandi itu membungkus senjata ledak itu dengan karung goni agar tidak mencurigakan. Dan kemudian disamarkan dengan bekal yang mereka bawa.
…………
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.