Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1079
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Kedua orang prajurit sandi itupun kemudian melanjutkan perjalanan. Kuda dipacu dengan kecepatan sedang agar tidak menarik perhatian mereka yang berpapasan. Bagi prajurit sandi, dengan bisa membawa senjata ledak itu merupakan hal yang penting bagi Mataram. Mataram harus memperhitungkan jika harus berhadapan dengan pasukan bersenjata senjata ledak tersebut. Yang sempat mereka dengar, senjata itu disebut bedil dengan peluru yang bisa meluncur secepat kilat, lebih cepat dari anak panah. Siapa pun orangnya akan sulit menghindar jika menjadi sasaran dari peluru itu. Namun demikian, mungkin ada juga orang yang mampu menahan terjangan peluru jika ilmu kebalnya telah tuntas. Namun itu tentu teramat jarang. Para prajurit itu juga belum tahu bagaimana cara penggunaan senjata bedil itu. Kemungkinan sekali tidak sulit. Tetapi mereka ingin menyerahkan senjata itu apa adanya kepada Kanjeng Panembahan Senopati. Ia tak ingin mencobanya.
Sementara itu, Kanjeng Panembahan Senopati telah ditemani oleh prajurit sandi sejak penyeberangan laut di telatah Blambangan. Sesungguhnya ia bisa saja minta tolong Prabu Siung Laut yang merupakan besan. Hubungan Mataram dan Blambangan pun baik saat itu. Namun jika ia menghubungi Prabu Siung Laut, tentu pergerakannya menjadi tidak akan leluasa.
Tanpa kesulitan Kanjeng Panembahan Senopati dan prajurit sandi itu masuk Pulau Bali. Mereka kemudian diantarkan ke rumah prajurit sandi pula yang berada di pulau itu. Prajurit sandi itu menyamar sebagai penjual batu akik sehingga lebih leluasa pergi ke berbagai tempat, terutama pasar-pasar yang berada di Pulau itu.
Kanjeng Panembahan Senopati diterima dengan senang oleh prajurit sandi. Namun Kanjeng Panembahan Senopati berpesan agar bersikap sewajarnya sebagai kawula biasa agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Panembahan Senopati kagum dengan pemukiman- pemukiman yang ia saksikan. Terlihat rumah-rumah warga lebih tertata, demikian juga sentuhan keindahan bangunan begitu terasa. Ia kemudian teringat Baron Sekeber sang juru taman yang mumpuni dalam tata taman, tata ruang dan tata bangunan. Mungkin sekali kotaraja Mataram pun bisa ditata seperti di pulau Bali ini. Bisa saja dengan corak yang berbeda.
Kanjeng Panembahan Senopati memang belum ingin menentukan langkah. Ia baru ingin mengetahui lebih jauh tentang pulau itu. Yang baik-baik tentu bisa ditiru di Mataram. Dan tentu saja Kanjeng Panembahan Senopati ingin mengetahui tentang penguasa pulau itu. Dalam perbincangannya, prajurit sandi yang telah lama berada di pulau itu mengatakan bahwa di pulau itu terdapat beberapa penguasa. Namun mereka tidak saling bermusuhan, sebaliknya saling dukung, terutama tentang keamanan dan kedaulatan masing-masing penguasa.
“Itulah sebabnya, mengapa Prabu Siung Laut tak pernah mengusik tanah pulau ini…..!” Berkata prajurit itu kepada Kanjeng Panembahan Senopati.
“Dan jika ingin menyerbu pulau ini tentu dengan kekuatan yang sangat besar, karena harus menyeberangi lautan….!” Berkata Kanjeng Panembahan Senopati.
“Benar Kanjeng…..!” Jawab prajurit itu singkat.
“Besuk ajak aku berkeliling pulau ini sambil menjajakan akik….!” Berkata Kanjeng Panembahan Senopati.
“Baik Kanjeng….! Kita bisa bertiga. Adi Ketut bisa menjadi dolop – seakan pembeli yang tidak kita kenal, padahal kawan….!” Berkata prajurit itu sambil tersenyum lebar. Kanjeng Panembahan Senopati pun tersenyum pula.
“Cedik juga kalian….!” Berkata Kanjeng Panembahan Senopati.
Mereka pun tertawa bareng.
Sementara itu, penjual angkringan di pojok alun-alun Mangir telah didekati Mbok Emban kepercayaan Nyi Ageng Mangir Wanabaya. Ia menanyakan apakah sudah ada khabar untuk Nyi Ageng Mangir Wanabaya.
“Belum Mhok….! Perkiraanku dua atau tiga pekan lagi. Namun jika sebelum itu aku sudah mendapat khabar tentu akan aku khabarkan lewat kamu Mbok…..!” Berkata prajurit penjual angkringan itu.
…………
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

