Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1190
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Mataram berduka yang mendalam. Kabar mangkatnya Sinuhun Hanyakrawati telah dengan cepat terdengar sampai kotaraja.
Ki Mandaraka sangat prihatin akan peristiwa itu. Siapa pun tidak akan mengira akan terjadi musibah yang menimpa Sinuhun Hanyakrawati.
Ki Mandaraka yang telah sepuh itu segera menuju ke keraton. Ia bersama putranya, Tumenggung Mandurareja.
Di keraton telah berkumpul para sentana dan para nayaka praja. Hadir pula Tumenggung Singaranu yang dekat dengan Raden Mas Rangsang. Namun sayangnya, Raden Mas Rangsang sedang tidak berada di keraton saat sang ayah mendapat musibah. Raden Mas Rangsang sedang menuntut ilmu di suatu padepokan. Beruntungnya, Tumenggung Singaranu mengetahui tempat padepokan tempat Raden Mas Rangsang berguru. Ia segera mengutus tiga orang prajurit untuk mengabarkan musibah itu kepada Raden Mas Rangsang. Raden Mas Rangsang harus segera tiba di keraton. Yang gugur adalah ayahandanya. Di samping itu, Tumenggung Singaranu khawatir akan kelangsungan pemerintahan di Mataram. Bagi Tumenggung Singaranu, yang paling layak dan berhak mewarisi tahta keraton Mataram adalah Raden Mas Rangsang. Namun Tumenggung Singaranu telah mendengar bahwa ibunda dari Pangeran Martapura telah mendapat janji bahwa putranya yang berhak mewarisi tahta keraton Mataram. Dan putra itu adalah Pangeran Martapura yang nama kecilnya adalah Raden Mas Wuryah. Sedangkan Pangeran Martapura sendiri kurang sehat kejiwaannya. Oleh karena itu, Tumenggung Singaranu berharap, Raden Mas Rangsang segera tiba di keraton Mataram sebelum jasad Sinuhun Hanyakrawati dimakamkan.
Dalam pada itu, garwa selir – ibunda dari Pangeran Martapura telah mendengar pula khabar musibah yang menimpa Sinuhun Hanyakrawati. Bahkan sang istri selir itu kini telah menunggui jasad sang suami bersama para sentana yang lain. Ia memang bersedih karena mangkatnya sang suami – Sinuhun Hanyakrawati. Namun ia tak ingin kehilangan kesempatan. Ia telah mendapat janji dari Sinuhun Hanyakrawati bahwa putra mereka – putra Sinuhun Hanyakrawati dengan sang istri selir tersebut harus mewarisi tahta keraton Mataram. Tahta keraton Mataram tidak boleh kosong. Raden Mas Wuryah yang bergelar Pangeran Martapura putranya itu yang berhak. Ia menyadari kekurangan putranya, oleh karena itu ia yang akan mendampingi putranya dalam mengendalikan kekuasaan di Keraton Mataram. Ia pun yakin akan mampu melaksanakan sebagai ratu di keraton Mataram. Ia pernah mendengar kisah ratu yakni raja perempuan yang memimpin negeri besar – Majapahit. Ratu tersebut yakni Ratu Tribuana Tunggadewi dan juga Ratu Kencana Wungu yang disegani pula. “Aku pun akan mampu menjadi seorang ratu di Mataram ini.” Batin garwa selir tersebut. Ia yang akan mengendalikan putranya nanti setelah diwisuda menjadi raja Mataram.
Ia kemudian bergeser mendekati Ki Patih Mandaraka yang juga sedang berjaga di dekat jasad Sinuhun Hanyakrawati.
“Permisi Gusti Patih….!” Sapa Garwa Selir tersebut.
“Silahkan nini ratu….!” Jawab Ki Patih Mandaraka.
“Tahta keraton Mataram tidak boleh kosong terlalu lama, Gusti Patih…..!” Berkata Garwa Selir itu.
“Ya aku paham dan tahu apa yang kau maksud….!” Jawab Ki Patih Mandaraka yang telah sepuh namun masih berpikiran jernih.
“Waris tahta menjadi gak dari putraku Pangeran Martapura….!” Lanjut Garwa Selir tersebut.
“Yaa…. aku tahu itu. Besuk setelah pemakaman selesai, akan kita wujudkan janji dari Sinuhun Hanyakrawati kepadamu ketika itu….!” Jawab Ki Patih Mandaraka. Garwa Selir pun tersenyum. Apa yang ia angankan dan inginkan akan segera menjadi kenyataan. Ia pun lega karena Ki Patih Mandaraka telah menjanjikan akan mewujudkan wasiat dari Sinuhun Hanyakrawati. Tak ia sadari ia tersenyum sendiri walau dalam suasana suka.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.