Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1244

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1244
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Sedangkan yang di ujung utara kini mendapat perlawanan gigih dari pasukan Mataram. Pasukan Mataram yang sebelumnya menarik diri ke arah utara, kini setelah mengetahui bahwa pasukan Mataram yang besar telah datang maka segera mengadakan perlawanan. Mereka yakin bahwa sebagian besar prajurit Surabaya akan menghadapi serbuan dari arah selatan, dari barat dan sebagian dari timur. Benar saja yang terjadi, pasukan Surabaya yang di ujung utara tidak mendapat bala bantuan dari para prajurit di belakangnya. Pasukan Surabaya yang sebelumnya mendesak pasukan Mataram, kini mereka yang berganti terdesak. Mereka kemudian menarik mundur. Pasukan Mataram yang terdiri dari para prajurit dari barak prajurit di Jatinom itu sangat berpengalaman dalam pertempuran yang sesungguhnya. Lagi pula mereka setiap harinya digembleng baik pertempuran darat maupun berkuda. Baik pasukan berkuda melawan pasukan berkuda atau pasukan berkuda melawan pasukan darat. Sebaliknya, pasukan Surabaya sepertinya tidak bersiap menghadapi pasukan berkuda. Mereka benar-benar kewalahan. Senopati muda yang bersenjatakan seutas sabuk kulit tidak mendapat perlawanan yang berarti dari setiap lawan yang menghadapinya. Dengan sabuk kulit itu ia mampu menangkis setiap serangan dari berbagai arah. Sebaliknya, setiap tangkisan terhadap senjata lawan, hampir dapat dipastikan senjata lawan akan terlepas.
Yang terjadi di sisi yang lain tak jauh berbeda. Pasukan Mataram yang datang jauh lebih besar dari pasukan yang sebelumnya menyerang dari arah utara. Pasukan yang sebelumnya telah memukul mundur pasukan Lamongan sampai di seberang sungai. Kini yang menjadi sasaran adalah pasukan Surabaya. Pasukan yang dipimpin oleh tiga orang senopati tangguh, yakni Pangeran Mangkubumi, Pangeran Juminah dan Senopati Jaka Umbaran. Mereka diperkuat oleh bregada prajurit yang tangguh dan sarat dengan pengalaman bertempur di medan peperangan yang sebenarnya. Mereka adalah bregada prajurit Gagak Ireng. Tak heran jika kemudian pasukan Surabaya kalang kabut. Mereka sama sekali tidak mengira akan mendapat serbuan pasukan berkuda yang dahsyat.
Adipati Jayenglengkara, Adipati Surabaya yang memimpin pasukannya tidak ingin tertangkap hidup-hidup oleh pasukan Mataram. Ia harus bisa menyelamatkan pasukannya dan ia sendiri. Ia memang merasa salah perhitungan. Semula ia berharap, pasukan Surabaya bisa bergabung dengan pasukan Lamongan menghadapi pasukan Mataram. Dan ia berharap pula pasukan dari Pasuruhan segera bergabung. Namun semuanya serba terlambat. Sedangkan pasukan dari Pasuruhan paling cepat baru besuk pagi bisa bergabung. Namun kini yang terjadi, pasukan Lamongan sudah dipukul mundur, sedangkan pasukan Surabaya mendapat tekanan yang berat dari segala arah. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan pasukan Surabaya adalah dengan menyusup di antara rawa-rawa di tepi sungai Brantas itu. Kuda-kuda dari pasukan Mataram tentu akan mengalami kesulitan jika masuk ke rawa-rawa. Kuda-kuda itu bisa terjebak di lumpur berair sehingga kuda-kuda tidak bisa bergerak.
Benar saja Adipati Jayenglengkara segera meneriakkan aba-aba yang segera dimengerti oleh para senopati dari Surabaya yang kemudian diteruskan kepada para prajurit. Aba-aba untuk mundur menyusup ke rawa-rawa. Para prajurit yang memang sedang mendapat tekanan yang berat itu segera tanggap. Mereka segera menyusup di antara semak-semak rawa yang berlumpur gembur. Senopati Jaka Umbaran segera menyadari bahwa akan sangat berbahaya bagi pasukan berkuda jika terjebak di dalam rawa. Maka segera diperintahkannya untuk menghentikan pengejaran. Lagi pula matahari telah jauh condong ke barat. Pasukan Surabaya tentu lebih menguasai medan di telatahnya sendiri.
Bersambung……..

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *