Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1246
Mataram
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Dari pengalaman pertempuran selama ini, kesiapsiagaan ikut menentukan akhir dari sebuah peperangan. Salah satunya adalah serbuan dengan cara dadakan. Pasukan berkuda yang telah terlatih dan berpengalaman bisa dengan cepat digerakkan. Dengan cekatan tiga pasukan berkuda dari Mataram telah bersiaga. Pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, pasukan yang dipimpin oleh senopati muda dari barak prajurit di Jatinom dan pasukan besar yang dipimpin sendiri oleh Senopati Jaka Umbaran segera bersiap menyebu pasukan Pasuruhan. Mereka adalah para prajurit pilihan, termasuk para prajurit dari kadipaten-kadipaten yang sebelumnya sedang digembleng di padang rumput di Lipura.
Sedangkan pasukan yang dipimpin oleh senopati Pangeran Juminah tetap tinggal di tepi barat kali Brantas. Mereka tetap mengawasi pasukan Surabaya yang berada di seberang sungai. Walau pasukan Mataram di tepi sungai itu menjadi jauh berkurang, namun mereka tetap bersiaga agar pasukan lawan tidak menyeberangi sungai.
Di tengah malam yang dingin itu, pasukan berkuda dari Mataram telah bergerak untuk menyerbu pasukan Pasuruhan di Porong. Para prajurit sandi yang menguasai medan perjalanan berada di ujung pasukan. Mereka mengetahui betul jalan mana yang harus ditempuh.
Bulan separuh bulatan menggantung di angkasa. Terang bulan yang temaram itu membantu perjalanan pasukan berkuda Mataram. Namun demikian kuda-kuda itu tidak bisa dipaksa dengan penuh kecepatan.
Dalam pada itu, Adipati Jayenglengkara, adipati Surabaya telah menerima laporan dari prajurit sandinya. Bahwa sebagian besar prajurit Mataram di seberang sungai telah meningggalkan tepian menuju ke arah selatan. Namun mereka belum mengetahui akan menuju ke mana pasukan yang besar itu. Mereka justru menduga bahwa pasukan Mataram itu akan menyerbu pasukan Surabaya dari arah selatan dengan menyeberangi jembatan yang berada jauh di arah selatan.
Adipati Jayenglengkara segera menyiapkan pasukannya untuk menghadapi serbuan dari arah selatan. Namun demikian, ia juga meminta untuk mengawasi pasukan di seberang sungai. Jangan sampai pasukan itu sempat menyeberangi jembatan. Jembatan yang tidak terlalu lebar itu memudahkan untuk diawasi. Pasukan dari arah manapun akan kesulitan untuk menyeberangkan seluruh pasukan. Mereka pasti akan dihadang anak panah atau lembing sebelum sampai di tepian.
Dalam pada itu, Senopati Pangeran Juminah telah menerima laporan, bahwa sepasukan prajurit telah berderap menuju ke tepian sungai Brantas tempat mereka berkemah. Pangeran Juminah bergembira karena yang datang adalah pasukan tambahan dari Mataram. Mereka dipimpin oleh Senopati Jayaingprang. Pasukan segar namun berpengalaman. Pangeran Juminah kemudian menyarankan agar pasukan itu dibagi dua, yang sebagian tetap memperkuat pasukan di tepi sungai itu. Sedangkan yang sebagian diminta untuk menyusul pasukan yang telah pergi ke arah selatan. Mereka diminta untuk memperkuat pasukan. Karena kekuatan pasukan lawan, yakni pasukan Pasuruhan belum bisa diketahui. Dengan bertambahnya kekuatan tentu akan memperkuat pasukan yang telah berangkat itu.
Senopati Jayaingprang tak ingin terlambat, ia segera memacu kuda-nya bersama pasukannya. Mereka juga disertakan dua orang prajurit yang telah menguasai medan perjalanan untuk segera sampai di Porong.
Dalam pada itu, Adipati Pasuruhan yang memimpin sendiri pasukannya tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Mereka ingin segera bergabung dengan pasukan Surabaya untuk menghadapi Mataram. Mereka pun berharap segera bisa bergabung dengan pasukan Lamongan dan pasukan Tuban. Jika mereka telah bergabung, pasukan Mataram tak akan mampu menandingi. Bahkan akan dipukul mundur.
Namun mereka belum menerima laporan keadaan pasukan Surabaya saat itu.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

