Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(394)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Lamunan Ki Pemanahan mengembara ke telatah Mentaok. Mumpung sudah sampai di pegunungan Sewu, terbersit keinginan untuk mengunjungi telatah Mentaok. Ia ingin mengetahui batas kulon dari hutan belantara itu. Yang ia ketahui, batas wetan adalah kali Opak, batas selatan adalah laut kidul, batas utara adalah gunung Merapi dan batas barat adalah kali Progo.
Ia mendengar sudah ada jalan setapak atau lebih lebar lagi yang menembus hutan itu dari Prambanan sampai kali Progo.
“Adi…..!” Sapa Ki Ageng Giring yang membuyarkan lamunan Ki Pemanahan.
” Ya……. Kakang…..!” Sahut Ki Pemanahan singkat.
“Aku percaya bahwa wecan dari Kanjeng Sunan Kalijaga itu akan menjadi kenyataan….!” Berkata Ki Ageng Giring datar.
“Harapanku juga demikian, Kakang….!” Sahut Ki Pemanahan.
“Jika itu terjadi, maka anak turun Adi yang akan menjadi penguasa tanah Jawa ini…..! Meskipun demikian, sesungguhnya akulah yang menjadi perantara wecan itu. Aku yang mendengar, aku yang menanam cikal kelapa itu, aku yang merawat pohon itu, dan bahkan buah kelapa yang hanya sebutir itu. Bahkan aku pula yang memetik dan memaras degan itu. Namun Adi yang beruntung meminum sampai tuntas…..!” Berkata Ki Ageng Giring.
“Maafkan aku, Kakang….! Itu semua terjadi begitu saja. Mungkin inilah yang disebut ndilalah kersaning Allah……!” Berkata Ki Pemanahan mencoba beralasan.
” Itulah, maka aku tidak marah, karena aku sumarah kersaning Allah……!” Berkata Ki Ageng Giring.
“Aku sendiri juga heran, mengapa semua itu mesti terjadi. Apakah ini yang juga dinamakan pepesten – jalan kehidupan yang harus kita jalani, Kakang…..?” Ki Pemanahan balik bertanya.
Namun Ki Ageng Giring belum sempat menjawab ketika tampak Nyi Ageng Giring pulang dari ladang dengan menggendong untingan kacang gleyor – kacang panjang.
“Panen kacang, Mbakyu…..?” Sapa Ki Pemanahan setelah Nyi Ageng Giring lebih dekat.
“Ooh Adi Pemanahan….! Sudah lama-kah, Adi…..?” Berkata Nyi Ageng Giring.
Mereka kemudian saling berkabar keselamatan seperti adat istiadat yang berlaku. Namun Nyi Ageng Giring kemudian ke dapur untuk meletakkan kacang panjang dan berbersih diri.
Nyi Ageng Giring pun melihat bahwa tadi belum ada suguhan apapun di tempat Ki Pemanahan dan Ki Ageng Giring berbincang. Oleh karena ia perlu mempersiapkan.
Ki Ageng Giring dan Ki Pemanahan kembali melanjutkan perbincangan yang tadi teralihkan.
“Semua lelakon di dunia ini, kita bagai wayang, tentu Sang Dalang Agung yang melakonkan……!” Berkata Ki Ageng Giring.
Kemudian Ki Ageng Giring melanjutkan; “Namun demikian, manusia bukan titah mati tanpa budi dan hati. Semua harus diudi – diupayakan dengan daya upaya…..!”
“Benar Kakang…..! Kita tidak boleh hanya ongkang-ongkang dan semuanya akan datang dengan sendirinya…..!” Berkata Ki Pemanahan.
“Itulah Adi…..! Aku juga tidak akan diam dan ongkang-ongkang. Aku ingin membantu segala upaya agar semua itu terwujud sesuai wecan Kanjeng Sunan…..!” Lanjut Ki Ageng Giring.
“Yang aku harapkan juga demikian, Kakang…..! Kita saling membantu…..!” Jawab Ki Pemanahan.
“Dengan demikian, kami – maksudku anak turunku bisa ikut ngepek kamukten – ikut merasakan mukti bersama anak turun Adi Pemanahan…!” Lanjut Ki Ageng Giring.
“Ooh tentu demikian, Kakang….! Anak turun kita akan selalu seiring sejalan nantinya….!” Jawab Ki Pemanahan.
Ki Ageng Giring berdiam beberapa saat. Ia ingin mengajukan permintaan kepada saudara seperguruannya itu.
Kemudian katanya; “Adi…..! Aku mohon agar anak turunku juga mendapat kesempatan untuk menjadi penguasa di telatah ini pada saat keturunan turun kedua….!”
Ki Pemanahan tidak menjawab, karena yang dimaksud turun kedua adalah cucu mereka. Sedangkan turun pertama adalah anak-anak mereka.
Ki Ageng Giring tanggap bahwa Ki Pemanahan yang diam itu artinya belum bisa menerima.
…………
Bersambung………
(@SUN)