Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(400)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Ki Pemanahan mengangguk-angguk, ia pun tahu bahwa hutan itu banyak ditumbuhi pohon mentaok sehingga disebut Alas Mentaok.
Di tempat itu kedua orang yang telah setengah baya dan kaya akan pengalaman itu duduk sambil berbincang.
Dari bukit Patuk itu jauh di cakrawala barat terlihat dengan samar pegunungan Menoreh. Daerah pegunungan yang sudah ada pemerintahannya. Yang mereka dengar telatah itu dipimpin oleh Ki Gede Menoreh. Kedua orang berilmu tinggi itu memang belum pernah ke telatah Menoreh sisi selatan. Namun mereka pernah sampai di telatah Menoreh sisi utara melewati gunung Tidar kemudian sampai ke telatah Bagelen.
“Di lembah di depan pegunungan Menoreh itulah kali Progo sebagai batas telatah Alas Mentaok…..!” Gumam Ki Pemanahan yang selalu ingat ‘sabda raja’ tentang telatah Mentaok yang dihadiahkan kepadanya namun sampai saat ini belum diserahkan.
“Yaa…., garis batasnya sangat jelas….! Konon kali Progo ganas jika pada musim penghujan….!” Berkata Ki Ageng Giring.
“Kita akan melihat sampai di batas barat itu, sampai kali Progo…..!” Berkata Ki Pemanahan selanjutnya.
“Ndherek langkung……!” Sapa beberapa pejalan kaki yang melewati kedua orang itu yang sedang duduk berbincang tiba-tiba.
“Ooh nggih mangga……!” Balas Ki Ageng Giring.
Beberapa kali keduanya mendapat sapaan serupa. Jalan yang menurun itu memang tidak sepi. Mereka mungkin sekali akan ke pasar Piyungan di bawah lereng bukit itu, atau ke pasar Macanan yang sedikit lebih jauh ke arah utara. Atau bahkan akan ke pasar Prambanan yang lebih ramai. Namun bisa juga mereka akan mengunjungi sanak saudara entah ke mana. Ada yang dari atas menuju ke bawah dan sebaliknya dari bawah menuju ke atas. Ki Ageng Giring sendiri pernah beberapa kali melewati jalan itu.
Namun akhirnya mereka meninggalkan tempat itu menuju ke arah menurun. Mereka berjalan dengan tidak tergesa-gesa. Mereka memang tidak ada batasan waktu dalam pengembaraan kali ini.
Ketika melewati pasar Piyungan, mereka tidak berhenti karena sudah siang, pasar pasti sudah sepi. Mereka kemudian berbelok ke kiri ke arah Prambanan.
Matahari telah condong ke barat ketika sampai di pasar Macanan yang juga telah sepi. Mereka memerlukan mampir di sebuah warung di luar pasar.
“Itu warung mangut lele yang sering aku kunjungi….! Mantep juga bumbunya…..!” Berkata Ki Ageng Giring.
“Baiklah….., ayo kita mampir…..!” Sahut Ki Pemanahan.
Sore hari yang tanggung untuk makan siang atau makan malam sehingga warung itu sepi pengunjung. Namun tidak masalah bagi kedua orang itu.
“Nasi mangut lele dua Mbok…..! Teh panas juga dua…..!” Berkata Ki Ageng Giring yang pernah beberapa kali mampir di warung itu.
“Yaa Ki…..! Aki kok sudah lama tidak mampir ke warung kami….!” Berkata Mbok Bakul itu.
“Ya memang sudah lama tidak ke Prambanan Mbok….! Alat taniku masih komplit…..!” Jawab Ki Ageng Giring.
Mbok Bakul dengan cekatan melayani Ki Ageng Giring dan Ki Pemanahan.
Sambil makan Ki Ageng Giring bertanya sekenanya.
“Ada khabar apa selama ini Mbok….?”
“Biasa saja kok Ki….! Tidak ada kabar penting….! Hanya beberapa waktu yang lalu sempat menjadi perbincangan beberapa hari….!” Jawab Mbok Bakul.
“Lha ada cerita apa Mbok…..?” Ki Ageng Giring bertanya.
“Tetapi kejadiannya di pasar Prambanan dan di gunung Bangkel….!” Jawab Mbok Bakul.
“Kejadian apa Mbok….?” Bertanya Ki Ageng Giring yang memang telah akrab dengan Mbok Bakul itu.
“Itu lhoo…., yang katanya putra Kanjeng Sultan Pajang membuat pangeram-eram ……!” Jawab Mbok Bakul.
“Siapa Mbok…..?” Ki Pemanahan yang langsung menyahut karena nama putra Sultan Pajang disebut.
Putra Pajang yang dimaksud pastilah Raden Mas Danang Sutawijaya putra kandung Ki Pemanahan sendiri.
“Aki belum pernah mampir di warung ini ya…..?” Mbok Bakul ganti bertanya dan belum menjawab pertanyaan Ki Pemanahan.
…………
Bersambung………
(@SUN)
Matur nuwun mas wo salam Sehat selalu lanjut seri ke 401