Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
435
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Sementara itu, Raden Mas Danang Sutawijaya telah tiga malam sampai di tepi pantai laut Selatan. Selama itu ia tekun bertapa brata di sebuah batu datar sebagai tempat bersila. Malam hari itu Reden Mas Danang Sutawijaya yang sedang khusuk bersamadi tubuhnya serasa melayang yang tak kuasa ia cegah. Dengan mata tertutup, ia mengikuti saja kemana tubuh ini ia akan mendarat. Namun demikian, Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian tidak sadarkan diri dan tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya dan di mana ia berada.
Namun di keesokan harinya, Raden Mas Danang Sutawijaya telah kembali di tempat semula. Sebelum Raden Mas Danang Sutawijaya benar-benar sadar, ia seperti mendengar suara seorang wanita; “Babat Alas Mentaok tidaklah mudah, jika suatu saat mendapatkan halangan yang tak kasat mata, datanglah ke tempat ini, akan aku bantu, Raden…..!”
Namun ketika Raden Mas Danang Sutawijaya membuka mata saat kesadarannya belum sepenuhnya pulih, ia tak melihat siapa-siapa. Namun terasa angin laut lebih kencang dari biasanya. Demikian pula deru ombak laut terasa lebih kencang. Yang mengherankan, Raden Mas Danang Sutawijaya mencium aroma wangi semerbak.
Ketika matahari telah muncul di ufuk timur, suasana pantai kembali seperti semula. Aroma wangi pun sudah tak ia rasakan.
Hari itu Raden Mas Danang Sutawijaya masih ingin di tepi pantai. Ia ingin tahu apakah yang ia rasakan malam tadi ia rasakan pula malam nanti.
Sementara itu, di kali Kuning sedang diperkuat dan diperlebar jembatan kayu. Rombongan dari Manahan, Sela, Pengging dan dibantu warga Taji dan Karanglo, mereka menjadi semakin banyak.
Beberapa orang yang lain memperlebar jalan yang menuju ke arah hutan Tambakbaya. Kayu-kayu besar di pinggir jalan ditebangnya, pohon-pohon perdu di babatnya, tanah di kiri kanan diratakannya.
Untuk keperluan makan dan minum telah disiapkan oleh para wanita yang dibantu oleh warga Karanglo.
Banyaknya orang yang terlibat, membuat pekerjaan menjadi cepat.
Dalam tiga hari jembatan kali Kuning telah selesai diperlebar. Demikian pula perlebaran jalan telah sampai di dusun Kalongan. Di sebelah barat dusun Kalongan terdapat sungai kecil. Ada jembatan kecil yang melintang di atas kali itu. Jembatan kecil itu juga perlu diperlebar.
Dalam pada itu, Ki Pemanahan dan Ki Demang Karanglo yang memimpin babat hutan itu terkejut akan datangnya beberapa orang laki-laki dewasa. Namun Ki Pemanahan segera tersenyum lebar setelah mengetahui yang datang adalah Ki Ageng Giring beserta beberapa orang. Mereka adalah orang-orang dari telatah Sada yang bersedia membantu babat hutan Alas Mentaok.
“Terimakasih Kakang….., bala bantuan dari Sada tentu sangat berarti bagi kami…..!” Berkata Ki Pemanahan kepada Ki Ageng Giring.
“Mereka dengan suka rela ingin ikut mewujudkan Alas Mentaok menjadi sebuah permukiman yang pantas…..!” Berkata Ki Ageng Giring.
“Dari pegunungan Sewu bisa ikut bersama kami untuk membangun sebuah negeri……!” Berkata Ki Pemanahan.
Ki Pemanahan dan Ki Ageng Giring tidak hanya sebagai orang yang hanya menonton dan mengawasi. Mereka juga ikut bekerja seperti orang-orang yang lain. Bahkan, mereka berdua yang berilmu tinggi itu menggunakan ilmunya untuk dipergunakan membabat hutan. Mereka yang menyaksikan heran karena dengan kapak biasa keduanya dengan mudah merobohkan pohon-pohon besar. Jika orang kebanyakan bisa memerlukan lima enam orang, tetapi Ki Pemanahan atau pun Ki Ageng Giring hanya seorang diri.
Mereka kagum akan kesaktian kedua orang itu. Dengan demikian juga menambah semangat mereka untuk meneruskan babat alas itu.
Orang-orang yang bersama mereka pun bukanlah semuanya orang kebanyakan, tetapi tidak sedikit yang memiliki bekal ilmu olahkanuragan. Kini ilmu itu bukan untuk berperang melawan musuh, tetapi untuk melawan lebatnya hutan.
…………….
Bersambung……..
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.