Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(505)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya segera memacu kudanya tidak terlalu kencang.
Dengan berkuda, lama tempuh dari Papringan ke Berja tidaklah terlalu lama.
Sampai di Karangwaru, Raden Mas Danang Sutawijaya sempat berhenti beberapa saat. Ia melihat, jalan ke arah Tempel dan kemudian ke Gunung Tidar sudah lebih ke lebar dari pada yang ke arah barat.
“Semestinya, jalan ke arah kali Progo ini juga diperlebar……!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Ketika Raden Mas Danang Sutawijaya sedikit melanjutkan perjalanan, ia baru menyadari kalau jalan yang melintasi sebuah sungai itu cukup curam. Bagaimana-kah nanti, apakah gerobak sapi bisa menarik beban batu bata dan genteng? Dan bagaimana-kah gerobak itu menahan laju turun yang cukup curam pula. Raden Mas Danang Sutawijaya tergelitik untuk mengetahui-nya. Namun ia yakin bahwa para ‘bajingan’ – para pengendali gerobak itu sudah tahu caranya.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian melanjutkan laju kudanya dengan kecepatan sedang.
Namun Raden Mas Danang Sutawijaya tertegun, ia mendengar derap kaki kuda dari arah berlawanan. Sepertinya lebih dari dua ekor kuda.
“Dari mana dan mau ke manakah mereka…..?” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya tergelitik jiwa petualangannya. Ia tidak ingin menghindar, namun justru ingin mengetahuinya. Terlebih jalan ini adalah termasuk telatah Mataram.
Tak begitu begitu lama telah tampak tiga orang penunggang kuda yang sepertinya bukan orang kebanyakan.
Raden Mas Danang Sutawijaya tidak terlalu meminggirkan kudanya. Ia sengaja di jalur sedikit ke tengah namun dengan sikap sopan. Bahkan ketika hampir berpapasan, Raden Mas Danang Sutawijaya membungkuk hormat dan kemudian meloncat turun.
Tiga orang yang berpapasan itu pun kemudian juga meloncat turun. Ia melihat orang muda itu tidak tampak menunjukkan permusuhan, bahkan sikap hormat. Lagi pula mereka bertiga dan semuanya bersenjata pedang. Mereka tidak khawatir karena ia hanya seorang diri dan sepertinya tidak bersenjata. Namun mereka juga tertegun, karena kuda yang ditunggangi adalah kuda teji yang bagus, jauh lebih bagus dengan yang mereka tunggangi.
Mereka menduga bahwa orang muda itu tentu juga bukan orang kebanyakan.
“Selamat pagi paman sekalian. Apakah saya boleh bertanya…..?” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya dengan sopan.
Karena sikap sopan dari Raden Mas Danang Sutawijaya itu, mereka justru tak ingin menutupi siapakah mereka. Dan juga terbersit untuk mengetahui siapakah orang muda ini.
“Tentu kami tidak berkeberatan, Kisanak……!” Jawab salah seorang dari mereka.
Mereka pun kemudian berbincang. Dan kemudian diketahui bahwa mereka bertiga berasal dari telatah Menoreh. Mereka adalah utusan Ki Gede Menoreh yang akan menghadap ke Pajang. Dengan melewati jalan ini jarak tempuh ke Pajang menjadi lebih pendek, tidak harus melewati Tidar.
“Dan siapakah Kisanak ini…..?” Bertanya salah seorang dari mereka.
Raden Mas Danang Sutawijaya tidak ingin menutupi jati dirinya. Mataram harus segera dikenal oleh siapapun. Bahkan jika ia terpaksa harus berselisih dengan tiga orang itu.
“Maaf Paman, saya adalah Danang Sutawijaya….!” Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
Tiga orang itu tidak asing dengan nama itu. Namun Raden Mas Danang Sutawijaya telah kondang di kalangan para petinggi kadipaten manapun dan juga oleh para prajurit. Siapakah yang tidak mendengar nama Danang Sutawijaya yang telah menewaskan Sultan Jipang, Harya Penangsang?
“Oooh Raden…..! Hormat kami bertiga…..!” Berkata salah seorang dari mereka.
“Oooh….., tidak perlu memberi hormat seperti ini, Paman…..!” Sekarang ini Danang adalah putra Ki Ageng Mataram yang sedang babat Alas Mentaok…..!” Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Namun bagaimana pun, Raden adalah putra Kanjeng Sultan Hadiwijaya pula…..!” Jawab salah satu dari tiga orang itu.
…………..
Bersambung………….
(@SUN-aryo).
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.