Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(571)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Pemandangan yang menakjubkan, sang bagaskara pelang-pelan tenggelam di balik lautan yang tak bertepi. Namun sinarnya masih memancar indah ke segala penjuru mata angin. Raden Mas Danang Sutawijaya baru menyadari betapa agung dan indahnya jagat raya ini. Arak-arakan awan menambah indahnya langit di atas lautan kidul itu.
Burung-burung camar berterbangan kembali ke sarang, demikian pula burung-burung sriti berterbangan tak beraturan namun indah dilihat. Bintik- bintik kecil terlihat berterbangan pula burung-burung di atas tebing. Mungkin sekali burung-burung itu adalah burung walet yang hampir sama dengan burung sriti. Jauh di atas daratan, Raden Mas Danang Sutawijaya melihat arak-arakan burung kuntul yang membentuk segitiga raksasa yang indah dilihat.
“Sungguh mengagumkan alam semesta ini…..!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Semburat jingga masih tampak di ufuk barat membuat garis-garis lurus di antara gumpalan awan. Namun cahaya jingga itu semakin lama semakin redup, semakin redup. Yang kemudian tampak adalah berkelipnya lintang panjer sore. Lintang panjer sore seakan memanggil ribuan bintang untuk menampakkan diri. Benar, sesaat kemudian bintang gemintang bertabur di angkasa. Raden Mas Danang Sutawijaya merenungkan alam semesta ini, sampai sejauh manakah letak bintang-bintang di angkasa raya itu. Raden Mas Danang Sutawijaya sedikit menoleh ke arah selatan. Lintang gubuk penceng telah tampak sebagai penanda arah selatan. Dari arah sanalah nanti di tengah malam akan terdengar deru ombak besar yang menyapu pantai. Jika seperti sebelumnya, kejadian itu masih beberapa saat lagi, biasanya terjadi pada saat tengah malam.
Raden Mas Danang Sutawijaya masih duduk termenung di atas batu karang yang telah diratakan permukaannya itu sehingga nyaman untuk duduk bersila. Tempat yang nyaman untuk mengagumi alam semesta. Lebih dari itu untuk mengagumi Sang Pencipta. Ketika Raden Mas Danang Sutawijaya menengok ke arah daratan, tampak kalong dan kelelawar berterbangan menghiasi langit malam. Di malam hari pun jagat raya ini dihiasi oleh kehidupan binatang malam. Katak dan kodok pun bernyanyi bersahut-sahutan dengan irama yang merdu didengar.
“Kuung….. koong….. kheek….., kuung…. koong….. kheek…..!” Sambung menyambung seakan ada yang memberi aba-aba.
Jengkerik dan belalang pun tak mau kalah menyambut datangnya malam. Mereka seakan juga membentuk irama sendiri yang tak kalah merdunya. Semak belukar sarang mereka seakan menjadi hidup dengan berbagai irama derik. Sesekali ditimpali suara burung hantu di pepohonan tepi pantai.
“Ghuuweeeg…… ghuuweeeg…… ghuuweeeg……!” Suara khas burung hantu sehingga burung itu juga sering disebut manuk guweg.
Raden Mas Danang Sutawijaya sungguh menikmati suara alam di malam hari itu.
Gemericiknya ombak laut menambah indahnya suasana malam itu. Angin malam yang berhembus kencang tak berpengaruh bagi Raden Mas Danang Sutawijaya yang perkasa itu. Namun kadang Raden Mas Danang Sutawijaya berdiri dan mengedarkan pandangan ke segala penjuru cakrawala.
“Heeem……, betapa kecilnya seorang anak manusia dibanding alam semesta ini…..! Tak ada tempat bagi seorang pun yang berani menyombongkan diri di hadapan Sang Pencipta……!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Tengah malam masih beberapa saat lagi. Ia kemudian meloncat dengan ringannya ke pasir pantai. Bahkan ia kemudian berjalan menuju ke gumuk-gumuk pasir yang terbentuk indah pula.
“Heeem….., angin pun mampu membentuk gumuk-gumuk pasir yang luas dan cukup tinggi…..!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Gumuk-gumuk pasir yang tanpa tetumbuhan itu membuat pemandangan yang menakjubkan pula.
Namun Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian berjalan kembali menuju ke arah batu karang yang semula.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)