Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(623)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Sementara mereka berbincang di dapur dan menyiapkan minuman, beberapa kawannya telah datang.
Irama kentongan yang mereka dengar telah mereka mengerti maksudnya. Sedangkan mereka yang bukan bagian dari keluarga perguruan Kaliangkrik tidak tahu maksudnya. Sedangkan mereka yang kebetulan tahu pun tidak datang karena bukan undangan bagi mereka.
Raden Mas Danang Sutawijaya sungguh tertarik dengan cara itu. Jika diterapkan di Mataram bisa saja diantaranya dengan bende atau terompet di samping dengan kentongan. Untuk keperluan tertentu dengan alat tertentu dan dengan irama tertentu pula. Bahkan gejok lesung pun bisa dimanfaatkan pula. Bahkan pula irama-irama sandi bisa digunakan untuk tugas sandi pula yang hanya diketahui oleh kalangan tertentu pula. Dari pengalaman yang sesaat dan sederhana itu memunculkan banyak gagasan bagi Raden Mas Danang Sutawijaya terutama untuk kepentingan Mataram yang sedang berkembang.
Ketika mereka sudah berkumpul, orang tertua yang datang bersama Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mulai bercerita.
Ia mulai bercerita sejak kejadian di kali Praga. Ia tidak menutupi kejadian itu, bahkan ketika akan mencuri kuda milik orang muda itu. Diceritakan pula bagaimana mereka bertiga dengan mudah ditaklukkan oleh orang muda itu seorang diri.
Ketika mampir di tepi kali Krasak pun diceritakan. Bagaimana mereka mendapat cerita bahwa orang muda yang bersamanya itu telah melumpuhkan gerombolan perampok dari lereng gunung merapi.
Mereka yang mendengarkan cerita kawannya itu sangat tertarik. Namun belum dikatakan siapa sebenarnya orang muda yang tampan dan gagah itu.
Kemudian orang tertua yang bercerita itu melanjutkan ceritanya.
Diceritakan bagaimana mereka mampir di kademangan Mungkid. Ki Demang Mungkin dan Ki Jagabaya yang kemudian bersedia menyertai untuk pergi ke Bukit Tidak.
“Apakah tidak berbahaya Kang…..?” Sela salah seorang dari mereka. Ia tahu betapa ganasnya orang-orang Bukit Tidar. Terlebih di sana ada Ki dan Nyi Singa Dangsa.
“Tentu sangat berbahaya, tetapi buktinya kami tetap selamat sampai kembali ke tempat ini…..!” Jawab orang yang sedang bercerita itu.
Mereka semakin penasaran dengan cerita yang mereka dengar.
Orang itu pun kemudian melanjutkan ceritanya.
Ketika keluar ke halaman, ternyata halaman telah dikepung oleh penghuni Bukit Tidar yang ratusan jumlahnya.
“Ki Singa Dangsa memang sulit untuk diajak berembug, namun ternyata Nyi Singa Dangsa lebih sulit lagi…..!” Lanjut yang sedang bercerita.
Diceritakan bagaimana Nyi Singa Dangsa yang garang itu menantang orang muda itu.
“Kuku-kuku baja yang runcing dan beracun telah terpasang di pergelangan kedua tangannya. Jika kita tergores sedikit saja tentu akan tewas…..!” Berkata orang itu.
Diceritakan bagaimana terjadinya perkelahian antara orang muda itu melawan Nyi Singa Dangsa yang ganas. Orang muda itu tanpa senjata, namun bisa namun dengan mudah melumpuhkan Nyi Singa Dangsa.
“Sepertinya retak tulang kakinya…..!” Lanjut orang yang bercerita itu.
“Bagaimana dengan Ki Singa Dangsa, Kang…..?” Bertanya salah seorang dari mereka.
“Tentu saja ia sangat marah…..!” Jawab orang itu.
Diceritakan bagaimana kemudian terjadi perang tanding antara orang muda itu melawan Ki Singa Dangsa yang berilmu tinggi. Namun dengan mudah Ki Singa Dangsa bisa ditundukkan pula.
Mereka yang mendengarkan cerita itu menjadi semakin kagum kepada tamunya yang masih muda itu. Namun belum dikatakan siapakah mereka.
“Tiba-tiba datang dan meloncat ke tengah arena…..! Seseorang yang bersenjatakan pedang rangkap. Kalian pasti sudah tahu kira-kira siapa dia….!” Pancing yang sedang bercerita.
“Heee……, apakah dia itu Ki Sura Patil…..?” Tebak salah seorang dari mereka.
“Benar…..! Dia Sura Patil yang tak kalah sombongnya. Ia tidak tahu dengan siapa ia berhadapan……!” Lanjut orang itu.
……………..
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook.