Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(661)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Hampir semua orang tidak berani keluar rumah karena mendengar suara gemerincing yang mereka yakini suara lampor. Malam menjadi sangat sepi sunyi. Dalam keadaan seperti itu memungkinkan Panembahan Senopati untuk mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar bisa berlari cepat dan tidak diketahui oleh orang lain. Ia pun segera berlari kencang menuju ke Mataram.
Ketika ayam jago telah berkokok untuk ke-tiga kalinya, Panembahan Senopati telah sampai di Mataram. Yang mengetahui kepulangan Panembahan Senopati di pagi buta itu justru heran. Biasanya lebih dari sehari semalam Panembahan Senopati meninggalkan Mataram jika pergi ke laut selatan. Namun kini belum semalam telah tiba kembali di Mataram. Namun demikian tidak ada yang menanyakannya.
Panembahan Senopati sempat ber-bersih diri ketika kemudian masuk ke bilik sang istri yang masih tidur.
“Oooh……, Panembahan membuat aku terkejut…..! Demikian cepat Panembahan kembali…..?” Sapa sang istri setelah terbangun.
“Yaaa….. Diajeng….., sisa malam ini aku ingin menemani istriku yang cantik jelita ini…..!” Rayu Panembahan Senopati.
“Bukankah Panembahan sudah bertemu dengan bidadari yang cantik jelita dari laut Kidul…..? Istri Panembahan ini tahu diri kok….!” Berkata sang istri.
“Lupakan itu semua Diajeng…..! Kita habiskan sisa malam ini bersama…..!” Berkata Panembahan Senopati yang kemudian membimbing sang istri menuju ke peraduan.
Tak diceritakan apa yang terjadi dengan dua insan suami istri itu di bilik peraduan.
Sementara itu, sebelum matahari semburat merah, di kali Opak telah terdengar kembali suara gemerincing dari arah Merapi.
Kereta kencana yang ditarik oleh enam ekor kuda putih dengan penumpang seorang wanita cantik jelita meluncur dengan cepat. Namun demikian, kereta itu sempat berhenti sejenak di dusun Wiyara tempat Panembahan Senopati semalam turun. Wanita cantik jelita itu seakan tertegun memandang ke arah Mataram. Namun hanya sesaat kereta itu berhenti dan kemudian meneruskan perjalanan. Pantang baginya jika matahari telah bersinar namun masih di daratan.
“Kaaang……, lampor-nya berhenti lagi. Jangan-jangan warga kita ada yang hilang lagi…..!” Berkata seorang ibu yang tinggal tak jauh dari kali Opak.
“Semoga tidak terjadi…..! Seperti Rebon yang sampai saat ini tidak kembali…..!” Berkata sang suami.
“Sebaiknya tidak perlu ke kali Opak di malam hari…..!” Berkata sang istri.
“Aku juga tidak pernah ke kali di malam hari…..!” Berkata sang suami.
“Anak-anak kita diberitahu agar tidak terjadi sesuatu…..!” Lanjut sang istri.
“Anak-anak kadang justru ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi….!” Sahut sang suami.
“Tetapi jangan terjadi pada anak kita….!” Jawab sang istri yang khawatir terhadap anak-anaknya.
Perbincangan seperti itu lumrah bagi mereka yang telah mendengar cerita tentang lampor.
Pagi-pagi sekali pasar Prambanan telah ramai. Pasar yang dekat sekali dengan kali Opak itu telah riuh memperbincangkan gemerincing suara lampor tadi malam.
“Pas tengah malam, suara lampor itu menuju ke arah puncak Merapi. Tetapi sebelum dini hari telah kembali ke arah laut Kidul…..!” Cerita Mbok Bakul merasa mendengar suara gemerincing.
“Semoga tidak disusul banjir kali Opak…..!” Sahut Mbok Bakul lainnya.
“Semoga pula tidak disusul hujan abu atau bahkan lindu gede…..!” Sahut yang lain.
“Yaa….., dahulu ketika banjir kali Opak juga didahului oleh suara lampor beberapa hari sebelumnya…..!” Berkata yang lain.
“Kita juga tidak tahu, itu ada hubungannya atau tidak…..!” Timpal yang lain.
“Kalau aku yakin, itu pasti ada hubungannya….!” Berkata yang lain seakan memang demikian.
Hampir seisi pasar bergeremang memperbincangkan suara lampor tadi malam. Tentu saja cerita yang lebih banyak dibesar-besarkan dan sedikit dikurangi sesuai selera yang bercerita.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Kunjungi pula situs saya di Youtube. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook.