Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(911)
Mataram.
Adipati Gagak Baning pun menyadari bahwa pasukan Mataram itu telah menempuh perjalanan panjang. Mereka perlu beristirahat, dan besuk pagi bisa leluasa untuk berbincang sambil sarapan pagi. Maka mereka segera dipersilahkan untuk beristirahat di bangsal-bangsal yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan Kanjeng Panembahan Senopati telah disediakan bangsal tersendiri, bahkan sebuah Ndalem yang cukup besar dan megah yang terletak di loring pasar – sebelah utara pasar Gede. Tempat tinggalnya sejak masih bernama Danang Surawijaya sehingga ia juga disebut Hangabehi Loring Pasar.
Tempat tinggal yang penuh kenangan bagi Panembahan Senopati.
Sementara itu para senopati Pajang yang sejak semula ikut menemani Kanjeng Adipati Gagak Baning menerima tamu-tamunya masih berbincang di emper pendapa keraton.
Mereka saling berbincang tentang lawatan pasukan Gagak Ireng yang dipimpin oleh Kanjeng Panembahan Senopati sendiri ke Pasuruan. Mereka masing-masing baru serba sedikit mendengar cerita-cerita dari para prajurit Gagak Ireng sebelum beristirahat. Masing-masing senopati mendapat cerita dari orang yang berbeda. Walau yang diceritakan sumbernya sama, namun yang diceritakan dan yang menerima cerita bisa berbeda-beda. Dengan demikian cerita mereka menjadi seru karena mereka saling sahut-menyahut seakan mereka masing-masing lebih tahu dari yang lain. Mereka banyak yang kagum akan kesaktian Ki Rangga Keniten yang kebal terhadap segala macam senjata tajam. Namun mereka tentu lebih kagum kepada raja mereka – Panembahan Senopati yang mampu melumpuhkan Ki Rangga Keniten. Namun yang paling membuat mereka bergidik bulu roma-nya adalah kematian dari Ki Rangga Keniten. Tewas setelah mulutnya dituang timah panas. Dengan demikian, cerita mereka seakan tidak ada habisnya. Saling menambahkan sehingga sering menjadi serba berkelebihan.
Dalam pada itu, Adipati Gagak Baning yang di dampingi oleh dua orang murid bercambuk telah meninggalkan tempat pertemuan. Namun demikian, dua orang senopati sebelumnya selalu mengawasi dua orang murid orang bercambuk itu. Mereka berdua adalah terhitung sebagai adik seperguruan dari Raden Benawa saat itu. Karena Raden Benawa pernah berguru kepada guru mereka sebelumnya. Walau guru dari Raden Benawa saat itu tidak hanya seorang guru, tetapi banyak guru. Dua orang itu telah diangkat menjadi seorang senopati pula karena memang berilmu tinggi pula. Namun mereka belum pernah berkesempatan untuk unjuk kesaktian dalam kesempatan apapun. Dengan demikian, tidak ada senopati lainnya yang mengetahui bahwa mereka adalah dua orang yang berilmu tinggi.
Mereka berdua tidak yakin bahwa dua orang pengawal Kanjeng Adipati Gagak Baning tersebut sungguh berilmu tinggi. Mereka memang belum pernah sempat bertemu. Meskipun mereka pernah mendengar perguruan orang bercambuk.
“Kedua orang itu pasti penjilat, nempel Kanjeng Adipati Gagak Baning terus. Sehingga ia dipercaya sebagai pengawal pribadinya…..!” Berkata salah seorang dari adik seperguruan Pangeran Benawa saat itu. Ia adalah Birawa.
“Bagaimana jika suatu saat Kanjeng Adipati Gagak Baning mendapat ancaman. Bisa jadi Kanjeng Adipati Gagak Baning yang melindungi mereka, bukan sebaliknya…..!” Tukas kawannya tersenyum sinis. Dia adalah Jenawi yang lebih muda dari Birawa.
“Bagaimana kakang, jika dua anak penjilat itu kita beri pelajaran menjadi seorang yang berilmu tinggi yang sesungguhnya…..?” Lanjut Jenawi.
“Heee…..! Bagus juga usulmu……! Nanti kita bicarakan dengan kawan-kawan senopati. Siapa tahu akan menjadi tontonan yang menarik…..!” Jawab Birawa yang lebih tua.
“Sekarang saja, mumpung mereka masih berkumpul di emper keraton…..!” Ajak Jenawi dengan bersemangat.
Karena mereka berdua akan sangat yakin dengan mudah menundukkan dua orang pengawal Kanjeng Adipati Gagak Baning tersebut.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.