hkTrah Prabu Brawijaya.
Seri 972
Mataram.
Baron Sekeber.
Baron Sekeber kemudian berenang ke tepian ke tempat kain diletakkan.
Genduk Suli masih ternganga menyaksikan pemandangan yang belum pernah ia saksikan. Bahkan terbayang pun tidak. Seseorang yang berkulit putih dan tinggi besar, berhidung mancung. Sebatas pusar ke atas di atas air tanpa sehelai kain pun. Sedangkan di bagian bawah berada di bawah air. Bulu dada yang lebat membuat Genduk Suli berdebar. Namun naluri Genduk Suli membuat ia berbalik tak mau melihat yang lebih dari itu. Bahkan Genduk Suli kemudian berbalik dan berjongkok sambil menutup wajahnya.
Kini Baron Sekeber telah berkain sarung dengan baju gandul warna hitam seperti yang banyak dipakai oleh penduduk setempat. Ia kemudian berjalan di depan Baron Sekeber untuk kembali ke rumah gubuknya. Tanpa berkata-kata, Genduk Suli berjalan sedikit cepat.
Mbok Iyem menyambut keduanya sambil menggerutu; “Mandi kok lama banget….!”
“Malah ciblon di kali Mbok. Sepertinya seneng banget mandi di kali….!” Genduk Suli yang menyahut. Sedangkan Baron Sekeber hanya tersenyum karena tidak tahu apa yang diperbincangkan oleh embok dan anaknya itu.
“Ini minum wedang jahe….! Tapi sudah adem…..!” Berkata Mbok Iyem walau Baron Sekeber tidak tahu artinya. Namun Baron Sekeber tahu bahwa ia ditawari untuk minum karena Mbok Iyem menunjuk mangkuk dari bambu yang berisi minuman.
Sejenak Baron Sekeber ragu karena wadah minumannya bukan gelas atau cangkir seperti di negaranya. Namun nalarnya mengatakan, jika hal itu biasa bagi warga setempat tentu tidak berbahaya bagi kesehatan pada umumnya.
Baron Sekeber kemudian menyerutup minuman yang masih sedikit hangat.
Sambil meng-kedip-kedipkan mata dan berdesis sepertinya menikmati serutupan minuman aneh baginya itu.
“Heeeem…..!” Baron Sekeber sambil mengacungkan jempolnya tanda untuk memuji minuman yang ia serutup. Dan kemudian dilanjutkan dengan serutupan berikutnya. Wedang jahe gula kelapa.
“Ini tela pohong-nya masih hangat….!” Berkata Mbok Iyem sambil menyodorkan cobek tanah liat berisi ketela pohong yang masih hangat. Baron Sekeber pun tahu maksudnya yang kemudian mengambil satu potong. Dengan gigitan kecil ia mencicipi ketela pohong itu. Perut yang memang lapar membuat ketela pohong yang hanya dibumbui garam itu terasa nikmat. Baron Sekeber kembali tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Mbok Iyem dan Genduk Suli tersenyum senang karena suguhannya dinikmati oleh tamu asingnya. Sedangkan Genduk Suli kemudian mengambilkan lagi wedang jahe gula Jawa yang masih hangat.
“Teng yuuu…..!” Berkata Baron Sekeber yang maksudnya berterima kasih.
“Aaah…..mbuuuh…..!” Sahut Genduk Suli sambil tersenyum. Mbok Iyem tersenyum dan Baron Sekeber pun tersenyum walau tidak tahu mengapa ia tersenyum.
Baron Sekeber senang karena merasa diterima di keluarga kecil itu. Wedang jahe dan beberapa potong ketela pohong membuat rasa kenyang Baron Sekeber. Kini ia telah kembali merasa segar. Namun demikian, rasa capai dan kantuk telah mendera sehingga ia menguap. Mbok Iyem tanggap dan tahu bahwa tamunya pasti lelah dan mengantuk.
“Silahkan tidur…..!” Berkata Mbok Iyem sambil tangannya ditelangkupkan di sisi kepala sambil dimiringkan. Dan kemudian menunjuk ke amben bambu satu-satunya.
Baron Sekeber pun tanggap maksud dari Mbok Iyem. Karena ia memang lelah dan mengantuk, maka ia segera rebah di amben dipan bambu. Dengan galar bambu dan tikar yang bersih terasa nyaman bagi Baron Sekeber. Ia segera tertidur dengan pulasnya.
Kedua wanita embok dan anaknya itu memandang senang.
Kampung tepi pantai itu ternyata memang penduduknya jarang-jarang. Di sekitar tempat tinggal Suli tidak terlihat rumah orang lain. Namun demikian memang ada beberapa rumah lain di kampung tepi pantai itu. Namun sampai siang itu belum ada orang lain yang tahu bahwa di rumah Mbok Iyem ada seorang lelaki asing yang tinggal di rumahnya.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.