Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
448
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Gerbang pertapaan itu selalu terbuka, tak pernah ditutup, apalagi dikunci. Ki Suteja segera menghampiri tamu yang baru datang.
“Marilah Raden….., silahkan masuk. Kiai Tunggulwulung tengah menunggu Raden…..!” Sambut Ki Suteja menyebut raden sekedar kehormatan kepada tamu, bukan karena sudah tahu siapa tamunya itu.
“Terimakasih Paman…., bagaimana mungkin Kiai Tunggulwulung menunggu kehadiran-ku…..?” Bertanya Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Sudah beberapa pekan ini Kiai selalu berjemur, katanya sambil menunggu tamu yang barangkali tamu yang selalu diharapkan kedatangannya. Dan aku sendiri juga berharap demikian….!” Berkata Ki Suteja.
“Baiklah Paman…., semoga kehadiran-ku tidak mengganggu ketenangan pertapaan yang damai ini….!” Jawab Ki Suteja.
Kiai Tunggulwulung yang semula duduk di bangku karena tubuhnya yang renta, tiba-tiba bangkit berdiri dan berjalan tertatih untuk menyambut tamu yang datang. Firasatnya mengatakan bahwa orang muda yang datang itulah yang ia tunggu selama ini. Ia teringat kepada Ki Pemanahan yang pernah mengatakan bahwa suatu saat yang hadir belum tentu dirinya, tetapi seorang anak muda. Kiai Tunggulwulung berharap anak muda inilah yang dimaksud oleh Ki Pemanahan saat itu.
“Marilah Raden…..!” Sapaan Kiai Tunggulwulung singkat.
“Ooh Kiai….! Jangan paksakan untuk berjalan….!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya sambil menangkap tangan Kiai Tunggulwulung yang sempoyongan.
Kiai Tunggulwulung kemudian dipapah oleh Ki Suteja masuk ke pendapa.
“Silahkan jika ingin ke pakiwan dahulu, Raden…..!” Berkata Ki Suteja seperti adat kebiasaan orang yang datang dari jauh pasti memerlukan ke kamar kecil dan perlu ber-bersih diri.
“Terimakasih Paman….!” Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
Beberapa saat kemudian, Raden Mas Danang Sutawijaya telah diterima di pendapa.
Raden Mas Danang Sutawijaya yang kemudian menghaturkan bakti kepada Kiai Tunggulwulung. Serta menyampaikan salam dari sang ayah, Ki Pemanahan.
“Ooh…., jadi Raden adalah putra dari Ki Pemanahan….?” Bertanya Kiai Tunggulwulung dengan wajah berseri.
“Benar Ki…..! Bapa Pemanahan sedang menghadap Kanjeng Sunan Mrapen di Giri….!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Ooo….! Raden-lah yang aku tunggu selama ini….! Maaf, siapakah nama Raden…..?” Bertanya Kiai Tunggulwulung.
“Danang, Bapa….., Danang Sutawijaya…..!’ Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
” Oooh….., jika demikian Raden tak perlu mengatakan keperluan Raden ke tempat ini….! Aku sudah tanggap…..!” Berkata Kiai Tunggulwulung.
“Demikian-kah Kiai…..?!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
Ketika sedang mereka berbincang, seorang inang menyajikan minuman kepada Raden Mas Danang Sutawijaya dan juga untuk Kiai Tunggulwulung dan Ki Suteja.
“Silahkan Raden, sekedar untuk pelepas dahaga…..!” Berkata Ki Suteja.
Setelah beberapa saat mereka berbincang, Kiai Tunggulwulung minta kepada Ki Suteja.
“Teja….! Antarkan aku dan tamu kita ke sanggar……!”
“Baiklah Kiai….! Marilah Raden….!” Ajak Ki Suteja sambil memapah tubuh renta Kiai Tunggulwulung.
Mereka segera sampai di sanggar yang tidak jauh dari pendapa itu.
“Marilah kita masuk….!” Pinta Kiai Tunggulwulung.
Mereka pun kemudian masuk. Raden Mas Danang Sutawijaya belum mengerti apa maksud dari Kiai Tunggulwulung mengajak-nya ke sanggar itu.
Mereka kemudian duduk di bangku di dalam sanggar itu.
“Aku ingin bercerita panjang, agar perjalanan kami dari jauh, dari keraton Majapahit ke tempat ini ada yang mengingatnya…..!” Berkata Kiai Tunggulwulung.
“Pasti kisah yang menarik, Kiai….!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
Kiai Tunggulwulung dengan terbata namun bergairah, menceritakan kisahnya sejak adanya penyerbuan pasukan Demak ke keraton Majapahit.
………….
Bersambung………..