Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#103

gendhuk jinten

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)

Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Sengara.

Ki Demang tidak perlu berpikir panjang langsung dijawabnya.
“Perlu…..! jagongan itu harus…..! Nanti kita undang para pelantun macapat yang fasih dan juga para pendongeng yang menarik…..!”
“Tetapi tidak ada gonggong, gaple dan ceki…..!” timpal Ki Jagabaya.
“Ooh tidak….., tidak…..!” tegas Ki Demang.

Sementara itu, Ki Tanu tiba-tiba geragapan teringat putrinya yang di pondok kademangan Pengging.
“Heeemmm….., apakah Jinten sudah melahirkan…? Menurut perhitunganku hari-hari ini sudah tiba saatnya….! Semoga cucuku lahir selamat dan suatu saat aku berkesempatan mengunjunginya…..!” batin Ki Tanu.
Ki Tanu tak ingin larut dalam lamunan, ia kemudian melesat lari ke tepi pantai. Ia memilih tempat yang tidak pernah dikunjungi oleh seseorang. Ia kemudian berlarian di pasir basah yang gembur. Ki Tanu mencoba mengungkit kembali ilmu yang telah lama tidak ia gunakan. Mula-mula ia berlari seperti orang kebanyakan, namun semakin lama semakin cepat dan semakin cepat. Bahkan lama kelamaan Ki Tanu seperti terbang di atas pasir. Ki Tanu kemudian memberi selingan dengan meloncat tinggi dan kemudian berputar di udara beberapa kali. Ki Tanu pun menapak di pasir dengan kaki kokoh tegak berdiri.
Ki Tanu kemudian duduk bersila dengan badan tegap, telapak tangan ditelangkupkan di depan dadanya. Beberapa saat sepertinya Ki Tanu diam mematung. Namun sesaat kemudian dari tangan Ki Tanu mengepul asap tipis. Dan sesaat kemudian Ki Tanu melontarkan gumpalan asap ke arah seonggok batang pohon kering di tepian pantai itu. Yang terjadi kemudian, batang pohon kering itu terbakar.
Ki Tanu kemudian tegak berdiri dan bergumam kepada dirinya sendiri.
“Heeemm….., masih bisa aku ungkit kembali walau harus memusatkan nalar budi……!”
Sejenak Ki Tanu termangu di tepian pantai itu. Ia memandang lepas ke lautan luas yang seperti tak bertepi. Ki Tanu tidak tahu apakah di seberang lautan itu ada kehidupan manusia. Namun pandangan mata Ki Tanu kemudian beralih ke tepian pantai. Ia melihat dua ekor udang sebesar gagang arit. Kemudian ia dekati udang itu dan akan ditangkapnya. Dua ekor udang itu bisa untuk lauk dua hari. Namun Ki Tanu mengurungkan niatnya ketika dilihatnya udang itu menggendong ribuan telur. Jika ia nekat menangkap kedua ekor udang itu, artinya ia ikut memusnahkan ribuan benih udang. Ki Tanu kemudian memandang dua ekor udang itu dengan takjubnya.
Namun kemudian Ki Tanu terkejut ketika melihat seekor belut laut yang sepertinya mengincar udang tersebut. Ia tak rela jika udang itu dimangsa oleh belut itu.
Ki Tanu kemudian mengambil ranting kayu yang sedikit runcing yang ada di dekatnya. Ranting itu bagi Ki Tanu bagai sebatang tombak yang kemudian ia lontarkan.
“Jleeep…..!”
Ranting kayu menancap di tubuh belut.
Belut pun tertangkap dan Ki Tanu merasa telah menyelamatkan ribuan calon udang. Ia telah mendapat ganti seekor belut yang lebih besar dari dua ekor udang.
Ki Tanu kemudian sejenak merenung, bahwa benda apapun bisa sebagai senjata. Ranting kayu itu bisa sebagai tombak, batu maupun pasir bisa pula sebagai senjata. Bahkan kemudian Ki Tanu berpikir bahwa ranting bambu yang lentur pun bisa sebagai senjata seperti halnya cemeti.
Namun akhirnya Ki Tanu telah melangkah kembali ke goa tempat ia tinggal. Ia tenteng belut itu bisa untuk lauk tiga hari.
Dalam perjalanan, Ki Tanu berpapasan dengan seorang petani yang kemudian menyapanya.
“Wuooo Ki Tanu mendapatkan belut besar sekali……!” sapa petani itu.
“Yaa Kang…..! Kakang dari mana….?” Ki Tanu balik bertanya.
“Ini mecari enthung daun tetapi tidak musimnya sehingga hanya mendapatkan sedikit, tidak cukup untuk lauk seluruh keluarga…..!” kata petani itu.
Ki Tanu tahu, enthung daun adalah kepompong ulat yang biasa dicari warga setempat untuk lauk makan.
“Ooo….., kalau demikian, bawalah belut ini, pasti akan cukup untuk keluargamu…..!” kata Ki Tanu tidak berbasa-basi. Dan kemudian diserahkannya belut itu.
“Ooh tidak Ki Tanu…..! Itu milik Ki Tanu……!” petani itu mencoba menolaknya.
“Yaa ini milikku yang aku serahkan kepadamu yang lebih membutuhkan…..!” kata Ki Tanu.
……………..
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Bantuan kecil akan sangat berguna bagi mereka yang sedang membutuhkan.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *