Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#12

Gendhuk Jinten yang cerdas itu segera menempatkan diri untuk berlindung dengan menempel pohon besar itu. Sedangkan Ki Tanu membelakangi Gendhuk Jinten agar jangan sampai tertangkap dan dijadikan sandera. Gendhuk Jinten pun segera meraih sabit yang dibeli di Pasar Kliwon tadi, sabit untuk melindungi diri.
Namun empat orang yang kalah judi itu justru tertawa melihat Ki Tanu memegang joran pacul dan gadis cilik itu memegang sabit.
“Sudahlah…..! Jangan banyak tingkah…..! Jika kau serahkan uangmu dan bungkusan itu, kalian akan selamat….! Namun kalau kau melawan, aku akan tega membunuhmu….!” ancam salah seorang dari para penjudi itu.
“Heeemmm….. gara-gara kalah judi sampai tega akan membunuh orang. Aku tak akan tunduk kepada perampok….!” kata Ki Tanu.
“Benggol…..! Kau tangkap gadis kecil namun manis itu…..! Nanti akan aku bawa pulang…..!” kata salah seorang yang paling berpengaruh.
Namun semua orang terkejut, Ki Tanu amat tersinggung dengan ancaman orang itu terhadap putrinya. Tiba-tiba joran pacul itu melayang cepat dan menghantam pergelangan tangan yang memegang pisau belati orang yang mengancam putrinya. Pisau belati pun terlempar jauh, sedangkan orang itu menjerit kesakitan, pergelangan tangannya terasa patah. Namun Ki Tanu tak ingin berlama-lama di tepi jalan itu. Jika sampai ada yang menyaksikan, akan menghambat perjalanan dan rencananya. Dengan gerakan yang sangat cepat, joran pacul itu menyambar pisau-pisau belati di tangan para penjudi yang sedang terpana itu. Para penjudi itu sama sekali tidak menyangka mendapat serangan yang sedemikian cepat. Mereka bernasib hampir sama dengan korban yang pertama. Pisau belati terlepas semua dan tangan mereka seraya patah, atau bahkan patah yang sesungguhnya.
Orang yang dipanggil Benggol bernasib lebih sial. Ketika ia berusaha menubruk Gendhuk Jinten, sabit di tangan gadis itu menggores kaki Benggol. Benggol pun menjeri-jerit kesakitan, terlebih ketika Ki Tanu juga memukul tangan Benggol yang memegang pisau belati. Mereka berempat kemudian meloncat mundur, menjauh dari Ki Tanu. Ki Tanu masih mengayun-ayunkan joran paculnya, jika masih ada yang melawan, joran itu akan benar-benar menghantam kepalanya. Namun keempat orang itu sungguh jeri, mereka segera berlarian untuk menyelamatkan diri. Sedang Benggol berlari dengan terpincang-pincang karena kakinya juga terluka.
Bagi Ki Tanu, keempat orang itu bukanlah lawan yang sepadan. Mereka hampir tidak memiliki dasar olah kanuragan sama sekali. Mereka hanya bermodalkan nekat karena kehabisan uang. Hukuman bagi mereka sudah cukup, dan mereka pasti tak akan berani mengulangi perbuatan seperti itu lagi.
Dan seandainya Ki Tanu berhadapan dengan perampok yang memiliki bekal olah kanuragan pun, ia tak akan takut.

Ki Tanu tidak mengejar mereka, dibiarkannya mereka melarikan diri. Pergelangan tangan mereka bisa jadi patah, atau paling tidak retak. Mereka tak akan mampu lagi berkelahi, bahkan untuk berjudi pun tak akan mampu dalam beberapa pekan.
Empat bilah pisau belati yang tergeletak di tanah diambilnya agar tidak menimbulkan pertanyaan orang yang menemukannya. Dan juga jangan sampai digunakan orang untuk tindak kejahatan.
Beruntung tidak ada orang yang menyaksikan perkelahian yang sangat singkat itu. Namun sesaat kemudian ada beberapa orang yang lewat. Tetapi mereka tidak berprasangka apapun kepada bapak-anak yang sedang beristirahat di bawah pohon itu. Ada sedikit ceceran darah yang segera ditutup debu oleh Ki Tanu. Ki Tanu tak menghiraukan orang-orang yang lewat itu. Demikian juga mereka yang lewat terus berlalu.

Setelah keadaan aman dan putrinya telah tenang, Ki Tanu mengajak untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan mereka yang sudah tidak jauh lagi. Perjalanan ke arah utara yang jalannya sedikit menanjak.
Ki Tanu memang pernah mengembara ke wilayah itu. Bahkan ia dan kawan-kawannya pernah singgah beberapa pekan di kademangan itu, Kademangan Pengging. Mereka telah akrab dengan Ki Demang Pengging saat itu, namun ketika itu, Ki Demang telah sepuh. Ki Tanu berharap bisa bertemu dengan Ki Demang yang telah ia kenal itu.
……….
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Kalah berjudi membutakan nurani.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *