Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#13

cerbung gendhuk jinten

Sementara itu, pemerintahan di Demak Bintara berlangsung lancar. Tidak ada gejolak yang berarti, karena hampir semua ulama mendukung pemerintahan baru itu. Sedangkan Baginda Raja Majapahit sepertinya pasrah, tidak mengadakan perlawanan sama sekali. Bahkan keberadaan Baginda Raja juga tidak ada yang tahu. Dengan demikian, tidak ada tokoh Majapahit yang bisa memimpin perlawanan.
Beberapa kadipaten juga telah menyatakan setia kepada negeri Demak Bintara. Dari arah timur ada kadipaten Jipang Panolan, kadipaten Jepara, kadipaten Kudus, kadipaten Lasem, kadipaten Juwana. Di arah selatan ada kadipaten Grobogan, kadipaten Pegunungan Sewu, kadipaten Begelan, kadipaten Kedu. Di arah barat ada kadipaten Kendal, kadipaten Banyumas, kadipaten Tegal, kadipaten Pekalongan. Negeri Demak Bintara menjadi negeri baru yang kuat.
Para ulama selalu mengatakan bahwa wahyu keraton Majapahit telah oncat dan kini telah berada di keraton Demak Bintara. Dengan demikian, para Bupati semakin mantap untuk setia kepada kekuasaan Demak Bintara.

Sore hari itu, Ki Tanu dan Gendhuk Jinten telah sampai di kademangan Pengging. Ia pun segera menghadap Ki Demang untuk bisa bermalam di banjar kademangan. Ia tahu bahwa Ki Demang adalah seorang yang baik dan selalu menerima dengan ramah setiap orang yang bermalam di banjar kademangan. Bahkan, ia masih ingat ketika Ki Demang meminta agar ia dan kawan-kawannya saat itu bersedia bertempat tinggal di wilayah kademangan Pengging. Tanah kademangan masih cukup luas untuk ditinggali. Dan saat itu Ki Demang Pengging berharap agar kademangan ini cepat menjadi reja – banyak penduduknya, sehingga menjadi kademangan yang ramai.
Jika nantinya ia menyebutkan nama Den Teja, Ki Demang pasti ingat, karena saat itu mereka sudah akrab. Namun saat itu, ia belum menjadi menantu Baginda Raja. Ia bersama kawan-kawannya saat itu adalah saudara-saudara seperguruan yang sedang melaksanakan tapa ngrame – bertapa dalam keramaian, membantu siapapun yang membutuhkan. Dan kesempatan itu paling banyak dilakukan di kademangan ini.
Ki Tanu tak ingin Ki Demang tahu bahwa ia adalah menantu raja saat ini. Dan Gendhuk Jinten anaknya ini adalah seorang cucu Baginda Raja. Ia hanya akan mengaku bahwa ia termasuk kawula biasa di wilayah njeron beteng yang termasuk berhak menyandang sebutan Den sehingga ia dikenal dengan sebutan Den Teja.

Benar dugaan dari Ki Tanu, Ki Demang yang sudah sepuh itu masih ingat dengan nama Den Teja. Ketika Ki Tanu dan Gendhuk Jinten telah menghadap Ki Demang.
“Tetapi jangan panggil namaku Den Teja, cukup dengan sebutan Ki Tanu, Ki Demang….!” kata Ki Tanu setelah saling berkabar keselamatan dan memperkenalkan diri.
“Baiklah Deen…. eeh Ki Tanu….! saya paham…..!” kata Ki Demang yang bijak.
“Siapakah nama cucuku yang manis ini…..?” tanya Ki Demang Pengging.
“Dalem…. eeh saya Jinten, Eyang Demang…..!” kata Gendhuk Jinten.
Ki Demang tersenyum, kemudian katanya; “Jangan panggil Eyang Demang, tetapi Mbah Demang….!” Walaupun Ki Demang tahu bahwa nama itu pasti bukan nama yang sebenarnya.

Perbincangan mereka pun semakin akrab, dan Ki Tanu mengatakan bahwa keadaan di keraton Majapahit tidak menentu. Dalam keadaan seperti itu, mereka tidak tahu lagi siapa kawan dan siapa lawan. Oleh karena itu, ia dan putrinya memilih meninggalkan keraton. Ia katakan dengan jujur bahwa ia kehilangan lacak tentang keberadaan istrinya, ibu dari Gendhuk Jinten itu. Namun tidak dikatakan bahwa istrinya adalah seorang putri raja. Istrinya hanyalah seorang abdi dalem di keraton saja. Ki Tanu kemudian mengutarakan keinginannya untuk benar-benar ingin menetap di kademangan ini.
“He he he…..! Apakah Ki Tanu bisa bertani…..?” tanya Ki Demang sambil berseloroh.
“Akan kami coba, Ki Demang…..!” kata Ki Tanu.
“Dengan senang hati kami terima, tanah di tepi kali itu masih cukup luas untuk digarap….! Sekarang beristirahatlah….! Besuk aku tunjukkan tempatnya…..!” kata Ki Demang Pengging.

Ki Tanu senang, karena semua seperti yang direncanakan dan diharapkan. Ia dan putrinya diterima dengan ramah dan akrab oleh Ki Demang. Bahkan telah diperbolehkan untuk menetap di kademangan ini dan diberi lahan.
……….
Bersambung……..

Petuah Simbah: “Sudah menjadi budaya para leluhur yang selalu ramah terhadap para tamu yang berkunjung.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *