Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#15

gendhuk jinten

Ki Tanu kemudian memanjat pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi namun buahnya lebat. Ia kemudian memetik beberapa butir kelapa muda. Dan kemudian memangkas beberapa pelepah daun.
Ki Tanu ingin membuat ketepe dari pelepah daun kelapa itu. Ketepe yang bisa sebagai atap, sebagai dinding maupun sebagai alas tidur.
“Jinten bisa membantu, ayah….!” kata Gendhuk Jinten ketika ayahnya sudah mulai menganyam daun kelapa itu.
“Baik….! Mari aku ajari….!” kata ayahnya.
Gendhuk Jinten yang terampil itu segera bisa menganyam pelepah daun kelapa itu menjadi ketepe.
Ki Tanu kemudian menebang beberapa pohon bambu yang tumbuh liar di tepi sungai itu.
Ki Tanu adalah seorang yang berilmu tinggi, dan kini ilmunya tidak untuk berperang, namun untuk kerja. Tidak mengalami kesulitan apapun ketika ia menebang pohon bambu, bahkan juga pohon kayu untuk membuat gubug. Sedangkan ranting atau carang bambu dibuat untuk tali temali. Empat batang bambu diseret dengan ringannya ke tempat calon membuat gubug. Demikian pula batang pohon kayu yang jika diangkat oleh orang kebanyakan bisa lima atau enam orang, namun oleh Ki Tanu hanya diangkat seorang diri.
Dengan cepat pula, Ki Tanu memotong-motong batang bambu maupun batang kayu.
Semua dikerjakan dengan cepat dan terukur. Menjelang petang, gubug sederhana yang bertengger di atas tanah, yang disangga oleh empat batang pohon telah bisa ditempati. Sebuah tangga bambu pun telah terpasang untuk naik maupun turun. Ketepe yang dibuat oleh Gendhuk Jinten juga sudah dipasang. Sebagian ketepe itu untuk atap, sebagian lagi untuk dinding dan sebagian lagi untuk alas tidur.
“Tidur di gubug malah senang, ayah…! bisa menyatu dengan alam…!” celetuk Gendhuk Jinten.
Ki Tanu tersenyum, walaupun hatinya sedih pula karena putrinya yang belum dewasa itu sudah harus hidup prihatin. Anak yang semestinya sedang menikmati masa keanakannya di lingkup keraton, kini harus hidup terlunta di tengah gerumbul liar. Namun beruntungnya, anak ini bisa menerima didikan orang tuanya untuk tidak manja sebagai seorang cucu Baginda Raja. Dan di tempat pawiyatan juga diajarkan unggah-ungguh dan budi pekerti serta belajar hidup mandiri. Seseorang jangan sampai menjadi beban orang lain. Demikian yang pernah disampaikan oleh guru dalam pawiyatan. Bahkan sang guru pernah berkata; jika tidak bisa membantu, jangan mengganggu. Kata-kata sang guru yang diajarkan kepada Gendhuk Jinten selalu diingatnya.
“Mandilah di kali itu, biar kau bisa beristirahat dengan nyaman…..!” pinta Ki Tanu.
“Baik ayah…..!” sahut putrinya.

Setelah makan malam dengan bekal yang dibawakan oleh Nyi Demang, Gendhuk Jinten kemudian beristirahat. Ia tampak tersenyum dalam tidurnya. Ki Tanu terharu menyaksikan putrinya. Jika tidak ada geger di Majapahit, malam seperti ini putrinya biasanya sedang belajar macapat, kidung yang disukainya. Namun kini ia harus tidur di gubug yang sangat sederhana di negeri orang.
Ki Tanu kemudian memilih beristirahat di dahan pohon yang bercabang dekat dengan gubug sederhana itu. Ia berjaga agar putrinya aman tanpa gangguan.

Petang hari itu Ki Demang menunggu kembalinya Ki Tanu dan putrinya. Ia yakin bahwa Ki Tanu belum akan mampu membuat tempat yang telah siap untuk ditempati. Jika hujan datang, mereka berdua pasti belum ada tempat untuk berteduh.
Namun petang telah berlalu dan malam telah menjelang, Ki Tanu dan putrinya belum kembali.
“Ki Jagabaya…..! Utuslah para peronda untuk menengok Ki Tanu dan putrinya…..! Jangan-jangan ada sesuatu yang tidak diinginkan…..!” pinta Ki Demang.
“Baikkanlah Ki Demang…..!” kata Jagabaya.
Bulan belum purnama penuh, namun terang bulan cukup untuk menerangi malam yang berawan tipis itu.

Ketika Ki Tanu sedang tidur-tidur ayam, ia terkejut ketika mendengar jerit seseorang.
“Aduuuh….! Aku digigit ular…..!” teriak seseorang.
Ki Tanu pun kemudian mendengar bergeremangnya beberapa orang tak jauh dari tempat ia beristirahat.
“Ada apa, ayah…..?” tanya putrinya yang terjaga karenanya.
“Sepertinya ada beberapa orang yang datang. Aku mendengar teriakan orang digigit ular. Kau tetap di sini, aku akan datang kepada mereka…..!” kata Ki Tanu.
………….
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Jika tidak bisa membantu, jangan mengganggu.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *