Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#16

Secepat kilat Ki Tanu melesat ke tempat suara orang berteriak digigit ular dan kemudian bergeremangnya orang-orang tadi. Salah seorang kemudian menyalakan obor buah jarak.
“Apa yang terjadi, Kisanak…..?” sapa Ki Tanu.
“Ooh Ki Tanu…..! Ada kawan kami yang digigit ular…..!” kata salah seorang diantara mereka.
“Oooh….! Silahkan terlentang dan jangan bergerak….!” pinta Ki Tanu kepada orang yang digigit ular.
Mereka belum tahu maksud Ki Tanu, namun mereka menurut juga.
Kemudian Ki Tanu melepas cincin dengan batu akik kusam yang melingkar di jarinya. Cincin batu akik yang sama sekali tidak indah.
“Di manakah yang digigit…..?” tanya Ki Tanu.
“Itu di atas jempol kaki kirinya…..!” kata salah seorang dari mereka.
Sejenak kemudian, Ki Tanu menempelkan cincin batu akik kusam itu di luka gigitan ular tersebut. Eloknya, batu akik itu bisa menempel erat di luka gigitan ular tersebut tanpa dipegang.
Mereka yang menyaksikan berharap-harap cemas, semoga kawannya terbebas dari racun ular.
Beberapa saat mereka dilanda ketegangan antara ragu dan berharap, jika Ki Tanu gagal menangkal racun bisa ular tersebut, kawannya akan tewas. Namun jika berhasil mereka pasti akan kagum kepada Ki Tanu yang memiliki batu akik penangkal racun bisa ular tersebut.
Namun mereka semakin berharap ketika melihat kawannya yang digigit ular tersebut sudah tidak terlihat menahan sakit lagi. Tak terdengar lagi erang kesakitan.
Beberapa saat kemudian, mereka tertegun, di remang cahaya obor, mereka melihat cincin batu akik tersebut jatuh dengan sendirinya.
Ki Tanu kemudian mencoba untuk menempelkan lagi di luka gigitan ular itu, namun batu akik tersebut jatuh lagi.
“Sudah bersih…..! Sudah bersih dari racun bisa ular…..!” kata Ki Tanu.
Tiba-tiba ada yang memulai bertepuk tangan, dan kemudian disambut kawannya yang lain bertepuk tangan pula. Mereka bergembira, karena kawannya yang di ujung celaka telah bebas dari racun bisa ular.
“Terimakasih Ki……! Terimakasih…..!” kata orang yang digigit ular itu yang tubuhnya sudah tidak demam lagi. Hanya sedikit perih di luka bekas gigitan ular itu, namun pasti akan segera sembuh.
“Marilah singgah di bawah gubug kami…..!” ajak Ki Tanu.
“Bagaimana mungkin sudah ada gubug…..?” tanya salah seorang dari mereka heran.
“Tentu gubug kecil dan sederhana, yang hanya sekedar bisa untuk berbaring putriku…..!” kata Ki Tanu.
“Kami tadi diutus oleh Ki Jagabaya yang ingin meyakinkan keselamatan Ki Tanu, dan ada tempat untuk berteduh jika hujan tiba…..!” kata salah seorang dari mereka.
“Terimakasih, Ki Demang dan para perangkat serta warga kademangan Pengging ini sungguh sangat baik me menerima kedatangan kami….!” kata Ki Tanu.
“Kita hidup sudah seharusnya saling tolong menolong…..!” kata salah seorang peronda itu.

Ketika mereka sampai di bawah gubug, mereka heran, karena telah berdiri gubug yang ditopang oleh empat batang pohon yang hampir membentuk segi empat itu. Gubug yang cukup besar, sedangkan di bawahnya telah bersih dari rumput dan pohon perdu liar. Bagaimana mungkin hal itu dibuat oleh Ki Tanu yang hanya dengan putrinya yang belum dewasa. Sewajarnya gubug itu dibuat oleh tiga atau empat orang.
Sementara itu, Gendhuk Jinten masih terjaga. Ia menjadi tenang ketika mendengar tepuk tangan beberapa saat yang lalu. Yang terjadi pasti tidak berbahaya untuk ayahnya dan dirinya. Ia kemudian duduk di balai-balai gubug yang bertengger di empat batang pohon itu. Ia pun mendengarkan perbincangan mereka yang berada di bawahnya.
“Ki Ulu-ulu telah merencanakan untuk mengirim empat atau lima orang setiap hari untuk membantu Ki Tanu gotong royong babat rumput dan gerumbul liar itu, Ki Tanu…..!” kata salah seorang peronda.
“Ooh…..! sedemikian baik Ki Demang serta para perangkat dan warga kademangan ini…..!” kata Ki Tanu mengulangi kata-kata yang pernah diucapkannya.
“Kami tidak berkeberatan, justru kami merasa senang bisa membantu saudara kami yang membutuhkan….!” kata salah seorang peronda yang datang ke gubug itu.
“Kebetulan saya mendapat giliran besuk pagi…..!” kata salah seorang dari mereka.
…………
Bersambung……..

Petuah Simbah: “Marilah kita hidupkan kembali semangat gotong royong, budaya warisan leluhur.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *