Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#17

Ki Tanu terharu mendengar rencana warga yang besuk mau gotong royong. Sesuatu yang sama sekali tak diduga.
Para peronda tak berlama-lama berada di bawah gubug yang telah dibuat oleh Ki Tanu. Mereka menyadari bahwa Ki Tanu juga memerlukan beristirahat setelah seharian bekerja keras.
“Sebaiknya Ki Tanu beristirahat, kami masih akan nganglang meronda di kademangan ini…..!” kata salah seorang dari para peronda itu.
“Terimakasih sekali atas perhatian dari warga kademangan yang sangat besar kepada saya dan putriku sebagai pendatang baru…..!” kata Ki Tanu.
“Biarlah besuk ditemani dalam babat gerumbul dan bersih-bersih lingkungan…..!” imbuh salah seorang dari mereka.
“Bagaimana Kang, apakah kakimu sudah tidak sakit lagi…..?” tanya rekannya kepada orang yang digigit ular.
“Sama sekali sudah tidak sakit. Akik Ki Tanu sungguh sangat ampuh…..! Padahal yang aku rasakan tadi, racunnya sangat kuat….! Sepertinya ula weling yang menggigit aku…..! Terimakasih lagi saya ucapkan, Ki Tanu…..!” kata orang yang tadi digigit ular.
“Kamilah yang menyebabkan Kisanak digigit ular. Seandainya kami tidak di sini, tentu Kisanak sekalian tidak datang ke tempat ini…..! Kamilah yang mohon maaf…..!” kata Ki Tanu.
“Sudah, sudah…..! semua diambil hikmahnya saja…..!” kata salah seorang yang paling tua diantara mereka.

Gendhuk Jinten tidak menampakkan diri ketika para peronda berbincang dengan ayahnya di bawahnya. Namun ia terjaga, sehingga mendengar yang mereka perbincangkan. Sampai kemudian mereka meninggalkan tempat itu.
“Benar ada yang digigit ular, ayah….?” tanya Gendhuk Jinten setelah ayahnya naik ke gubug.
“Benar…..! namun sudah sembuh, berkat cincin batu akik yang aku pakai ini…..!” kata ayahnya.
“Wuooo….! sungguh elok, batu akik itu….!” seru Gendhuk Jinten.
“Ini pemberian bapa guru di Pacet, beliau sudah wafat….!” kata Ki Tanu kepada putrinya.
“Benarkah besuk akan ada yang membantu kita, seperti yang aku dengar, ayah…..?” tanya Gendhuk Jinten.
“Begitulah yang mereka katakan, aku percaya bahwa besuk akan ada beberapa warga yang akan membantu kita…..!” kata Ki Tanu.
“Orang-orangnya baik dan ramah, ayah. Jinten senang…..!” kata Gendhuk Jinten.
“Ya benar…..! Kita tidak salah pilih untuk tinggal di kademangan Pengging ini…..!” kata Ki Tanu.
“Sekarang tidurlah, malam telah larut. Besuk kita akan bekerja keras lagi…..!” pinta Ki Tanu.

Sementara itu, para peronda dalam perjalanan kembali ke kademangan masih saja memperbincangkan Ki Tanu. Mereka kagum kepada Ki Tanu yang memiliki batu akik yang ampuh menangkal racun. Mereka pun kagum, karena telah berdiri gubug yang telah layak untuk di tinggali. Mereka bisa membayangkan bahwa untuk membuat gubug seperti itu semestinya dikerjakan oleh empat atau lima orang baru selesai dalam satu hari. Namun gubug itu hanya dikerjakan oleh Ki Tanu dan putrinya yang belum dewasa.
“Aku besuk jadi pingin ikut gotong royong, walau belum giliranku….!” seloroh salah seorang dari mereka.
Ketika warga yang tidak ikut meronda mendengar cerita kawan-kawannya itu, mereka menjadi penasaran. Mereka pun ingin membuktikan cerita itu.
“Aku juga akan ikut sambatan besuk, kebetulan garapan sawahku sudah rampung…..!” celetuk orang yang tidak ikut meronda.
Sambatan adalah sebutan yang biasa digunakan di kampung untuk kata lain dari gotong royong. Sambatan adalah kerja bareng, membantu sesama warga tanpa upah sama sekali. Gotong royong memiliki makna yang lebih luas, tidak melulu membantu warga, namun juga untuk kepentingan bersama.

Sementara itu, orang yang digigit ular telah pulang sampai di rumahnya. Ia buru-buru membangunkan istrinya.
“Nyi….! bangun Nyi….! ternyata Ki Tanu itu orang sakti, lho Nyi….!” kata orang itu.
“Kau itu bicara apa Pak-e….! Nglindur apa ngomyang….!” sahut istrinya yang masih geragapan karena dibangunkan dengan paksa.
“Itu lho Nyi…..! yang tadi aku ceritakan bahwa ada pendatang yang diberi lahan di tepi kali oleh Ki Demang tadi…..!” kata suaminya.
“Yaaa….! kenapa…..?” tanya istrinya yang masih mengantuk.
…………
Bersambung……….

Petuah Simbah: “Budaya ‘sambatan’ yang luhur, yang hampir hilang di masyarakat kita.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *