Ki Ulu-ulu kagum dengan pemikiran Ki Tanu, kemudian katanya: _”Apa gagasan dari Ki Tanu….?”
“Air melimpah sayang jika hanya lewat saja. Sebaiknya dibuat belumbang-belumbang untuk perikanan. Ikan bisa dijual, atau untuk warung makan, atau paling tidak untuk lauk sendiri. Ikan sangat baik bagi kesehatan, Ki…..!” kata Ki Tanu.
“He he he he….., tumpulnya pikiran kita. Mengapa hal seperti ini tidak terpikirkan sejak dahulu….?” sahut Ki Ulu-ulu.
“Kita terlanjur nyaman dengan keadaan sehingga terlena…..!” sahut salah seorang perangkat kademangan.
“Baiklah, gagasan yang bagus, besuk akan aku bicarakan dengan Ki Demang…..! Sekarang, ayo kita lanjutkan kerjabakti…..! Kami juga akan ikut…..! Sudah ikut sarapan kok terus pulang, saru….!” seloroh Ki Ulu-ulu.
Mereka pun tersenyum mendengar seloroh dari Ki Ulu-ulu tersebut.
Ki Ulu-ulu dan para perangkat kademangan benar-benar ikut bekerja seperti yang dikatakannya. Mereka tidak hanya berkeliling untuk melihat- lihat, namun benar-benar bekerja seperti yang lain. Sebuah tauladan nyata yang diperlihatkan oleh Ki Ulu-ulu dan para perangkat kademangan yang lain.
Mereka bertambah bersemangat dalam bekerja.
Namun si tukang kayu meminta kepada Ki Ulu-ulu dan para perangkat kademangan untuk mengerjakan pembuatan ketepe daun kelapa saja. Pekerjaan yang berat-berat biarlah dikerjakan oleh warga.
“Ha ha ha ha…..! bukan karena kami malas lhoo….! tetapi patuh kepada perintah mandor….! ha ha ha ha……!” gurau Ki Ulu-ulu.
Mereka pun tertawa, namun mengerti dan tidak iri kepada Ki Ulu-ulu dan para perangkat kademangan tersebut. Mereka gotong royong dengan gembira sambil bersenda gurau.
Ki Tanu mendampingi tukang kayu untuk membuat patok-patok tiang pancang.
Rencananya, atap tetap dengan ketepe daun kelapa, sedangkan dinding dengan anyaman bambu wulung.
Hari itu, hasil pekerjaan jauh lebih dari yang direncanakan. Jika setiap hari seperti ini, dalam empat hari tentu sudah berdiri pondok yang diharapkan.
Sebelum matahari terbenam, mereka sudah pulang, kini tinggal Ki Tanu dan putrinya, Gendhuk Jinten.
Ki Tanu membesarkan hati putrinya agar tidak berkecil hati tinggal di tempat seperti ini. Mereka beruntung karena warga kademangan yang guyup rukun serta ramah.
Malam itu, Ki Tanu ingin bercerita untuk menambah wawasan putrinya. Cerita tentang kebesaran negeri-negeri di tanah Jawi pada masa lalu yang kemudian sampai negeri Majapahit yang pernah mengalami kejayaan. Ki Tanu tidak ingin sejarah negeri-negeri ini hilang ditelan zaman. Harapannya, suatu saat, putrinya itu juga bercerita kepada anak turunnya. Cerita itu didapatkan Ki Tanu dari orang tuanya pula dan dari para resi yang pernah menjadi gurunya.
“Ndhuk….! akan aku ceritakan nenek moyang kita, apakah kau senang….?” tanya Ki Tanu.
“Senang ayah…..! Jinten senang mendengarkan cerita-cerita para raja zaman dahulu….!” kata Gendhuk Jinten berseri.
Diceritakan bahwa dahulu, pusat dari negeri-negeri di tanah Jawi ini memang berada di bagian tengah pulau ini. Negeri itu dahulu disebut dengan nama negeri Mataram. Raja yang pertama yang memerintah Kerajaan Bhumi Mataram adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang juga sebagai pendiri kerajaan itu. Raja agung itu memerintah dengan bijak, cakap serta adil. Sehingga disegani oleh seluruh kawula. Negeri Mataram pun menjadi negeri yang kuat dan makmur.
Gendhuk Jinten mendengar cerita ayahnya dengan sungguh-sungguh. Ki Tanu kemudian melanjutkan ceritanya.
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya yang telah berusia lanjut akhirnya mangkat juga. Ia kemudian digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran.
Namun Rakai Panangkaran tidak sekuat dan sebijak ayahnya, Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sehingga ketika Rakai Panangkaran mangkat, negeri Mataram pecah menjadi dua. Negeri di sisi utara dikuasai oleh Trah Sanjaya, sedangkan sisi selatan dikuasai oleh Trah Syailendra.
“Sudah sampai di sini dulu, malam sudah larut. Kau mesti beristirahat. Besuk-besuk jika ada waktu longgar bisa kita lanjutkan…..!” kata Ki Tanu.
Walau sedikit kecewa, namun Gendhuk Jinten menuruti kata ayahnya untuk beristirahat.
…………….
Bersambung………
Petuah Simbah: “Dahulu, simbahnya simbah sering mendongeng kepada cucu-cucunya sebelum tidur.”
(@SUN)