Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#3

Keraton Majapahit benar-benar telah bedah dan dikuasai oleh pasukan penyerbu.
Para prajurit Majapahit tidak lagi mengadakan perlawanan, karena mereka telah mendengar bahwa Baginda Raja telah meninggalkan istana. Mereka merasa akan sia-sia jika nekat mengadakan perlawanan. Lagi pula, dalam situasi seperti itu, mereka tidak tahu siapa kawan dan siapa lawan.

Sang putra Baginda Raja yang memimpin penyerbuan itu kecewa, pasukannya tidak berhasil menangkap Baginda Raja yang juga ayahandanya itu. Di dalam keraton Majapahit hanya tinggal para abdi, sedangkan Baginda Raja, para kerabat raja beserta para prajurit pengawal raja telah meninggalkan istana, entah kemana.

Namun, seorang prajurit yang menyisir setiap sudut istana mendapati seorang wanita setengah baya namun cantik jelita yang bersembunyi di balik almari. Seorang wanita yang berbeda warna kulit dan bentuk matanya. Kebanyakan wanita Jawa berkulit sawo matang, namun wanita ini berkulit kuning langsat. Kebanyakan wanita Jawa bermata blalak – bulat lebar, namun wanita itu bermata sipit.
Wanita itu kemudian diserahkan kepada putra raja pimpinan pasukan penyerbu itu.
“Ooh Bibi…..!” seru putra raja itu.
“Mengapa engkau tega menyerang ayahandamu sendiri, Raden….!” kata wanita bermata sipit itu.

Wanita bermata sipit itu adalah salah satu selir dari Baginda Raja. Konon ia berasal dari negeri Campa. Ia adalah salah satu putri raja Campa yang dijodohkan dengan Baginda Raja sebagai bentuk persahabatan yang dijalin oleh kedua negara.
Namun oleh karena suatu hal, ia tertinggal dan tidak sempat bersama Baginda Raja meninggalkan istana. Wanita dari negeri Campa itu dikemudian hari ikut diboyong ke Demak Bintara.

Dalam pada itu, ketika hari telah mulai gelap dan hujan tinggal rintik-rintik, Raden Tanu Teja dan putrinya telah selamat sampai di kasatrian. Raden Tanu Teja telah hafal dengan lika-liku jalan di dalam keraton, sehingga ia bisa melipir dan aman dari pasukan musuh. Namun Raden Tanu Teja tidak mendapati sang istri berada di kasatrian. Ia belum tahu tentang sang istri, apakah ia ditangkap musuh atau selamat bersama Baginda Raja.

Raden Tanu Teja tak mungkin untuk tetap tinggal di kasatrian dan kemudian menyerah kepada musuh. Ia telah sejak awal berseberangan pandangan dengan kakak iparnya yang bertempat tinggal di Demak Bintara itu. Ia harus segera meninggalkan kasatrian untuk menyelamatkan diri bersama putri tunggalnya, Dyah Mayang Sari.

Raden Tanu Teja segera berkemas, ia mengambil cupu tempat penyimpanan mas berlian dan permata milik sang istri. Ia juga mengambil uang perak dan tembaga yang tersimpan. Semuanya kemudian ia masukkan di dalam saku bengkung kulit. Bengkung kulit itu kemudian ia lilitkan di pinggang sebagai sabuk. Ia berharap harta benda yang sangat berharga itu akan berguna di kemudian hari.

Raden Tanu Teja kemudian memberi tahukan keadaan yang sebenarnya kepada putri tunggalnya, Dyah Mayang Sari.
Dyah Mayang Sari adalah seorang gadis yang cerdas dan pandai. Ia segera tanggap dengan keadaan seperti yang dikatakan oleh ayahnya.
“Kita harus segera pergi di malam ini, jika terlambat, kita bisa menjadi tawanan perang…..!” kata Raden Tanu Teja kepada putrinya.
“Bagaimana dengan Bunda, ayah….?” tanya Dyah Mayang Sari.
“Ibundamu pasti selamat bersama Baginda Raja. Suatu saat kita pasti akan bertemu kembali…..!” kata Raden Tanu Teja membesarkan hati putrinya.
“Namun kali ini, kita akan menjalani perjalanan yang panjang……! Beruntung kau sering berlatih menari sehingga kaki dan tubuhmu kuat…..!” puji ayahnya agar putrinya tidak nglokro.
Raden Tanu Teja memang telah mendidik putrinya untuk tidak menjadi seorang ‘piyayi’ yang manja dan lemah, tetapi menjadi seorang yang kuat dan bertanggungjawab dan bahkan mendidik pula dengan budi pekerti yang luhur.
Ia pun berangan-angan untuk memberikan pelajaran tulis menulis di perjalanan agar putrinya tidak bosan. Siapa tahu kebisaannya itu akan berguna di suatu saat nanti.
…………
Bersambung………

Petuah Simbah: _”Didiklah anak, budi pekerti luhur sejak usia dini.
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *