Bagi Lasa yang seorang prajurit sandi, hal tersebut tidaklah sulit. Ia telah terlatih untuk bersandiwara dalam keadaan apapun.
Mereka berdua akan mengaku sebagai pengembara dari lereng gunung Lawu yang ingin membuktikan kemegahan dan keindahan candi Prambanan. Namun Bayaputih dan Lasa masih harus menunggu esok hari untuk bisa bersama rombongan yang dikawal oleh pengawal kademangan Sangkalputung yang telah terlatih seperti para prajurit.
Di pagi hari berikutnya, rombongan yang akan menyeberang hutan alas Benda dan alas Gondang cukup banyak, ada sekitar dua puluh orang termasuk Bayaputih dan Lasa. Sedangkan pengawal dari kademangan Sangkalputung ada enam orang. Dengan banyak orang seperti itu, tentu gerombolan penyamun manapun tak akan berani mengganggu.
Bayaputih dan Lasa pun bersikap seperti orang-orang dalam rombongan itu. Bayaputih lebih banyak diam, sedangkan Lasa yang lebih banyak berbincang dengan orang lain. Kebanyakan dari mereka adalah kunjungan antar keluarga.
Namun Lasa terhenyak ketika dua orang pengawal sedang berbincang tentang kademangan Sangkalputung.
“Kademangan kita sepertinya sebuah tanah perdikan, tanah merdeka yang tanpa pemerintahan suatu negeri….!” kata salah seorang pengawal.
“Ya benar…..! Sejak Majapahit runtuh, belum ada pejabat negeri yang peduli terhadap kademangan Sangkalputung, kita seperti anak ayam yang kehilangan induk…..!” sahut yang lain.
“Pemerintahan Demak pun belum menjamah kademangan kita. Mereka sibuk mengurusi kadipaten-kadipaten di pesisir utara…..!” sahut rekannya.
“Jika sudah ada prajurit Demak yang ada di kademangan kita, kita tentu tak perlu menjadi pengawal rombongan seperti ini….!” kata kawannya.
“Kita para pengawal kademangan inilah yang semestinya diangkat menjadi prajurit kerajaan…..!” sahut kawannya yang lain yang ikut nimbrung dalam perbincangan.
Lasa mendengarkan dengan sungguh-sungguh perbincangan mereka walau ia seakan tidak memperhatikan sama sekali. Bagi seseorang prajurit sandi, yang ia dengar itu sungguh sangat berharga. Ia tidak menduga sama sekali bahwa kademangan Sangkalputung yang cukup maju itu belum pernah dikunjungi oleh perangkat pemerintahan negeri Demak Bintara. Mungkin benar kata salah seorang pengawal, bahwa para pejabat negeri lebih perhatian ke telatah di pesisir pantai utara. Namun prajurit sandi itu tahu bahwa sepasukan prajurit Demak telah ditempatkan di kademangan Jatinom yang tak jauh dari kademangan Sangkalputung. Mungkin sekali bahwa pasukan di Jatinom itu juga akan mengawasi kademangan Sangkalputung.
Lasa masih mendengarkan mereka berbincang ketika sedang beristirahat. Ia kembali tertegun ketika mendengar perbincangan selanjutnya.
“Hee….! Apakah kalian pernah mendengar, ke manakah perginya Baginda Raja Majapahit…..?” kata salah seorang pengawal.
“Lhaa itulah yang aku belum mendengar ceritanya….!” sahut pengawal yang lain.
“Ada yang bercerita, konon beliau menyeberang ke Pulau Bali, ada pula yang bercerita bahwa beliau menetap di alas Purwa. Tetapi ada pula yang bercerita bahwa beliau naik ke puncak gunung Semeru…..! Dan masih banyak lagi ceritanya…..!” sahut yang lain.
“Ha ha ha ha……! Itu sama saja dengan cerita orang yang tidak tahu….! Katanya ke sana….., katanya ke sana….! ha ha ha ha ha…..!” kelakar salah seorang pengawal.
“Heeee….! Tetapi ada pula yang bercerita bahwa beliau muksa di puncak gunung Brama….!” sahut yang lain bersungguh-sungguh.
“Lhaaah…..! Ceritamu juga masih belum jelas…..! katanya…., cerita orang…..!” sahut orang yang berkelakar tadi. Bahkan ia kembali berkelakar; “Jangan-jangan beliau dan rombongannya pernah kita antar menyeberang hutan ini…..! ha ha ha ha…..!”
Lasa pun ikut tersenyum mendengar kelakar orang itu. Namun bagi Lasa sebagai seorang prajurit sandi, cerita-cerita itu sungguh berarti. Bahwa keberadaan Baginda Raja Majapahit sampai saat ini belum diketahui. Artinya bahwa Demak Bintara masih dibayangi oleh kemungkinan yang tak terduga.
Bayaputih hanya terbengong mendengar cerita yang tak berujung pangkal itu.
………..
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Di zaman kini, kita pun harus bisa pilah pilih berita, karena bisa saja satu obyek peristiwa tetapi seribu cerita yang berbeda.”
(@SUN)