Sementara itu masih ada dua orang yang akan melanjutkan perjalanan ke arah Prambanan. Namun keduanya bukan akan ke Prambanan, tetapi akan menuju ke Srowot. Keduanya kemudian bersama Bayaputih dan Lasa yang searah. Keduanya adalah kakak beradik yang akan mengunjungi orang tuanya yang sakit karena sepuh. Bayaputih dan Lasa tidak banyak mendapat keterangan dari keduanya, karena mereka adalah petani biasa yang kurang pengalaman.
Akhirnya mereka berpisah, kedua orang kakak beradik itu berbelok ke kiri ke arah Srowot seperti yang di katakan, sedangkan Bayaputih dan Lasa meneruskan perjalanan ke arah Prambanan.
“Sudah tidak terlalu jauh, Pangeran. Kita tidak perlu bermalam di perjalanan….! Kita bisa bermalam di banjar padukuhan Klurak yang tak jauh dari percandian Prambanan…..!” kata Lasa.
“Terserah kamu, kita tidak terlalu dibatasi waktu. Baginda Prabu memberi keleluasaan kepadaku untuk menimba pengalaman…..!” kata Bayaputih.
Sementara itu, lima orang penyamun sangat kecewa karena beberapa pekan tak mendapatkan sasaran. Setiap kali para penyeberangan hutan selalu dikawal oleh pengawal kademangan Sangkalputung yang kuat dan dalam rombongan yang besar. Seandainya mereka memaksakan diri, itu sama saja dengan bunuh diri. Namun ketika mereka akan kembali ke sarang mereka di kaki gunung Merapi, mereka melihat dua orang pengembara. Pengembara sedikit banyak pasti membawa bekal. Dari pada pulang dengan tangan hampa, dua orang pengembara itu bisa menjadi sasaran empuk mereka.
“Ayo kita begal dua orang yang sedang beristirahat itu….!” kata salah seorang dari gerombolan itu.
“Baik…..! Yang lebih muda itu sepertinya seorang yang berduit….!” sahut kawannya.
“Ya….! kulitnya lebih cerah daripada kita-kita ini….! Mungkin dia seorang piyayi…..!” kata yang lain.
“Ayo siapkan senjata kailan, mumpung di tempat yang sepi. Nanti semakin ke barat pasti semakin ramai…..!” imbuh lainnya.
Dalam pada itu, Bayaputih dan Lasa mengetahui bahwa lima orang menenteng senjata mendatangi mereka. Mereka berdua menyadari bahwa mereka pasti akan berbuat jahat terhadapnya.
“Ada kesempatan untuk lari secepatnya ke arah pedusunan yang ramai, Pangeran…..!” kata Lasa.
“Gila kau Lasa…..! Inilah yang aku tunggu untuk menambah pengalaman…..! Jika kau akan lari, larilah…..! Akan aku hadapi mereka seorang diri…..!” kata Bayaputih yang masih dipanggil pangeran oleh Lasa.
Sesungguhnya Lasa tidak gentar, namun ia belum mengetahui secara pasti ketinggian ilmu dari sang pangeran itu. Jika sampai pangeran itu celaka, tentu Baginda Raja Demak akan murka kepadanya.
“Baiklah Pangeran…..! Mereka berlima kita hadapi bersama…..!” kata Lasa yang tetap duduk tenang walau kelima orang itu sudah dekat.
“Ha ha ha ha…..! rupanya sudah pasrah kedua orang ini…..! ha ha ha ha ha…..!” seloroh salah seorang dari mereka yang datang.
Mereka berlima dengan senjata terhunus kemudian mengepung kedua orang yang tetap duduk tenang itu.
“Tidak usah banyak polah….! serahkan harta kalian…..!” bentak salah seorang yang datang, rupanya ia adalah pemimpinnya.
“Kami adalah pengembara yang tak punya apa-apa…..!” dalih Lasa yang tetap duduk tenang.
“Bohong…..! pengembara pasti membawa bekal…..!” bentak orang tadi.
Mereka berlima terkejut ketika tiba-tiba Lasa berdiri sambil mencabut dua buah pisau belati di pinggangnya.
“Ini hartaku…..!” kata Lasa dengan tegas sambil mengacukan dua buah pisau belati.
“Ha ha ha ha……! gila orang ini….! dikira kita takut dengan pisau pencokel kelapa itu… ha ha ha ha….!”
seloroh orang yang sepertinya pemimpin gerombolan begal itu.
Sedangkan Bayaputih pun telah berdiri dengan tersenyum tanpa memegang senjata apapun.
“Geledah orang berkulit bersih itu…..! Kita binasakan orang yang sombong ini…..!” kata orang yang dianggap pemimpin begal itu.
Tiga orang kemudian menyerang Lasa, sedangkan dua orang telah mendekati Bayaputih.
“Menyerahlah dengan baik-baik kisanak, agar kulitmu tidak kami sayat dengan pedang ini…..!” kata salah seorang dari mereka.
…………
Bersambung……..
Petuah Simbah: “Hati-hati, seorang penjahat akan selalu memanfaatkan kesempatan jika ada peluang.”
(@SUN)